Kompasiana, beyond blogging bekerjasama dengan JNE mengadakan kopiwriting di Aston Inn, Semarang pada tanggal 29 Agustus 2018.
Sepuluh Kompasianer telah mendaftarkan diri. Pada hari itu ada boss Semarkutigakum, Wang Eddy, mbak Sri Subekti aka Dinda, mas Masluh, mbak Biken Hongkong, Listhia, Putri, mbak Wahyu hadir.
Karena ada beberapa Kompasianer yang nggak datang, saya usul untuk menggantikan daripada kosong. Kebetulan saya berada di Semarang dan nggak jauh dari lokasi. Sayang kalau ada yang mau ikut, nggak bisa ikut karena kuota penuh tapi nyatanya kuota belum penuh pada saat acara bukan?
Jemput bola, saya kontak mbak Dinda dan mas Nurul “Ada yang nggak datang? Kalau sudah dihubungi dan nggak bisa, saya mau ikut.”
Ya, saya menunggu konfirmasi sampai hampir sejam dari start undangan. Senang sekali bahwa saya boleh datang dan acara inti belum dimulai. Namanya tinggal di luar negeri, jarang dapat kesempatan seperti itu.
Usai dua jaman mendengarkan paparan tiga narasumber; dari Asosiasi Aku Mandiri, JNE dan Identix, saya menarik benang merah adanya tips bagi pelaku UMKM supaya sukses.
Berikut tipsnya;
Temukan Niat, Passion dan Produk Unik
Adalah Irma Susanti. Ia mengaku bahwa untuk menjadi seperti sekarang banyak pengalaman pahit yang ia alami.
Mantan pekerja di bank dan saham itu telah menemukan passion di dunia fashion. Perempuan berhijab itu meninggalkan zona nyaman ke dunia yang penuh tantangan baru. “Saya mau usaha sendiri.”
Gayung bersambut. Pakaian jadi yang dihasilkannya unik karena produk per desain hanya dibuat satu saja untuk seluruh dunia.
Keunikan lain sebenarnya bisa ditemukan misalnya batik Semarangan motif Ceng Ho, warak ngendok, tugu muda dan lain-lain di kampung batik. Olah!
Mengapa ia tertarik dengan bisnis pakaian jadi? Penyuka dunia otomotif itu dulunya suka membuat baju Barbie miliknya sendiri dan berpikir akan menjadi ladang rejeki. Bakat, keunikan dan minatnya ada. Sukses! Bagaimana dengan Anda?
Bapak Madiyo Sriyanto, ketua dewan pimpinan wilayah Asosiasi Akumandiri Jawa Tengah 2015-2020 menjelaskan bahwa pihaknya menyediakan dana segar 25 juta tanpa agunan yang diberikan kepada UMKM.
Hanya saja perlu diingat bahwa dana tersebut bukan hibah. Artinya uang harus dikembalikan saat bisnis telah berjalan dengan baik. Ada filsafat yang ia tanamkan kepada mereka; pertama barang orang, uang orang. Kedua, barang orang, uang sendiri. Buntutnya, barang sendiri, uang sendiri. Menyenangkan, bukan?
Apa yang terjadi jika pelaku UMKM meleng? Yang bisa melakukan black list hanya bank. Asosiasi nggak bisa memutus hubungan, justru membantu supaya pelaku UMKM bangkit.
Intinya, mereka nggak boleh berhenti dalam 3 tahun pertama bisnis.
Satu persen dari dana segar untuk asosiasi, dana itulah yang akan digunakan dalam program pemulihan, pendampingan dan masih banyak lainnya.
Masih ragu berwirausaha dan pinjam dana dari Akumandiri?
Jujur dan loyal
Orang Jawa ada yang bilang "Jujur, ajur." Bahwa orang yang jujur akan hancur. Benarkah? Nyatanya nggak. Dalam mengembangkan Identix, Irma yang cantik itu menceritakan pengalamannya berbisnis dengan orang asing.
"Harus loyal dan jujur. Kalau bahannya dari Jepang, ya harus dijelaskan...."
Orang luar negeri memang mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Ini pula yang membuat orang asing loyal kepada produsen jika barangnya terjaga.
Ada banyak kasus bahwa petani atau pelaku UMKM hanya mendapat laba sedikit dan tengkulak yang kaya raya.
Siapa yang salah? Pak Madiyo menyarankan supaya pelaku UMKM mengenal produknya. Kalau bagus ya, dijual mahal pada tengkulak. Bukankah itu pula yang dilakukan tengkulak dalam memasarkan produk mereka?
Jaman sekarang, tengkulak bisa dipangkas dengan menggunakan medsos. Internet sudah murah di tanah air, meski belum secepat di negara-negara tetangga. Pemanfaatan dunia maya yang efektif dan efisien untuk bisnis UMKM.
Pemasaran langsung yang menguntungkan produsen, penjualan langsung kepada pembeli. Tinggal klik, jadi.
Penyertaan blogger dan media sosial terbukti mampu mengangkat bisnis UMKM.
Seperti pengakuan mbak Irma, ia menggunakan jasa pengiriman JNE. Ke depan, ia berharap bahwa JNE membuat produk khusus untuk mendukung pengiriman produk ke luar negeri.
Head of Marketing Communication JNE, bapak Mayland Hendar Prasetyo menceritakan masa berdarah-darah JNE.
Justru itu pula yang membuat JNE makin kuat, apalagi perkembangan dunia digital yang pesat dan menyebabkan pelaku UMKM memasarkan produknya sendiri dan membutuhkan jasa pengiriman terpercaya sesuai kebutuhan. Produk-produk baru akan muncul sesuai permintaan pasar.
Misi connecting happiness JNE sendiri digambarkannya dalam keputusan perusahaan untuk tidak mengadakan PHK.
Begitu pula dalam melahirkan produk-produk pengiriman dari jaman nggak enak sampai besar seperti sekarang.
Karena itulah JNE mendapatkan tempat di hati masyarakat karena juga menjaga kualitas pelayanan. Bahkan JNE memiliki ruang yang bisa digunakan oleh para pelaku UMKM dalam berkegiatan. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H