"Mau tanggal berapa ke kota lama Takua pa?" Tanya agen perjalanan bernama Pui.
"Oh, ada tanggal merah." Mulut saya tutup dengan telapak tangan, tanda kaget. Kalender yang ada di mejanya, saya ambil untuk meyakinkan pandangan mata yang kadang rabun.
"Nggak papa. Tanggal 13? Nggak masalah, tur tetap akan diadakan jika ada permintaan. Itu hari ultah ratu kami."
"Hah, ulang tahun ratu Thailand jadi hari libur???" Pertanyaan saya disambut senyuman si mbak.
Bingung, saya bingung campur heran dan segera pegangan kursi. Selama tinggal si tanah air, saya belum pernah mengalami hari libur karena ultah dari seorang presiden, ibu negara, sultan atau pangeran di Indonesia yang masih hidup, jadi hari libur nasional alias tanggal merah. Biasanya setelah meninggal atau untuk mengenang tokoh. Hari Kartini misalnya.
Belakangan kami nggak minat jalan-jalan pada tanggal 13, yang kata orang tanggal sial, ditambah itu tanggal merah. Biarlah kami berenang di kolam saja seharian.
Di Thailand, biasanya hari ultah ratu atau hari ibu adalah hari libur. Karena ultah ke-86 jatuh pada hari Minggu, yang memang sudah libur, liburnya dipindah Kemaren tanggal 13.
Semua hotel besar dan kantor resmi memajang baliho gambar ratu Sirikit dan rangkaian bunga.
Hari Ultah Ratu Sirikit=Hari Ibu
Seminggu kemudian saya baru menemukan jawaban "mengapa ultah ratu jadi tanggal merah?"
Mula-mula dari menemukan secarik kertas undangan yang diletakkan si ibu tukang bersih kamar hotel di tempat tidur kami pada hari Jumat, 11 Agustus.