Jumat, 27 Juli 2018 kami mengundang para tetangga untuk bakar-bakar. Bukan bakar rumah tapi nyateeee.
Grillen adalah tradisi masyarakat Jerman sejak dulu. Yang dibakar bisa Spareribs (dari sapi atau babi), Wuerst(sosis) Fleisch(daging babi, daging ayam, daging sapi atau daging kambing) atau Meerfruchte(ikan, udang). Kalau di Indonesia biasa yang dibakar, kambing (sate kambing), sapi (sate sapi), kerbau (sate kerbau) dan ayam (sate ayam). Aduh, kangeeeennn "Te, sateeeee ...."Oh ya, dalam obrolan kami sejak pukul 19.00 itu, kami membahas tentang gerhana bulan total yang akan muncul mulai pukul 21.00 sampai 103 menit ke depan. Beberapa orang menganggapnya "nggak luar biasa" dan beberapa yang lain bertekat "harus nonton." Makanya sejak pukul 21.00, kami riwa-riwi keluar rumah karena dari teras hanya bisa melihat matahari tenggelam. OMG, indahhhh sekali.
Selama makan-makan dan duduk-duduk itulah, kami terpesona dengan keindahan matahari tenggelam. Hidup serasa tambah romantis karenanya. Rupanya yang diperlukan dalam hidup adalah ketika manusi menikmati hidup dalam makna sesungguhnya; sehat, bahagia, tercukupi lahir batin dan bersyukur.
Berada di depan rumah, kami mengamati langit yang memang kurang cerah. Kabut hitam di mana-mana di atas sana. Ah, alamat nggak bisa lihat. Kami merenung, wajah muram kami pasang. Merasa diolok-olok, "Anda kurang beruntung."
Halah, namanya rejeki, siapa tahu dapat? Satu jam kemudian, kami keluar rumah lagi dan mengamati. "Aduhh, bulannya masih ngumpet." Sedih rasanya, nggak bisa lihat. Mungkin rasanya seperti beli Lotto di Jerman tapi nggak pernah dapat hadiah duit.
Berhamburan tamu dan anak-anak menuju sang bulan merah. Tiada kata yang terucap, hanya mulut yang menganga tanpa air liur yang tumpah. Grosse Gott, Allahuakbar, Tuhan Maha Besar.
Aduh panik, lupa nggak pasang tripod. Ambil gambarnya jadi goyang. Susah memang. Tangan saya segera mengambil handphone, klik-klik-klik-klik. Dapat tapi keciiiil banget karena zoomnya nggak sejauh kamera.
Huhhhh, beberapa menit kemudian hilang. Bulan merah menghilang ditelan kabut hitam lagi!
Kami tertegun beberapa menit. Usai menikmati tampilan spektakuler yang sama katanya pernah terjadi 15 tahun yang lalu itu, kami kembali ke teras. Makan, minum dan ngobrol dilanjutkan. Memang hari itu hangat sampai 28-30 derajat, asyik duduk di luar rumah. Apalagi setelah nyate, ada makanan pencuci mulut seperti kue stroberi, lumpia, semangka dan kek Jerman di atas meja.
Alamakk, tamunya betah amat. Pantat mereka menempel di bangku teras, belum mau beranjak dari rumah kami menuju rumah masing-masing. Tamu baru pulang pukul 01.30, padahal berjam-jam mata saya sudah nggak kuat membuka. Maunya minta diganjel pentol korek api.
Suami dan saya beresin semua yang ada di teras, lalu ke tempat tidur. Kami ngobrolin soal bulan yang paralel sama Mars itu. Sayang kurang jelas dan kurang lama lihatnya. Mata kami berpandangan. Tiba-tiba kami kepikiran untuk berdiri dan membuka tirai jendela, "Barangkali muncul lagi dan masih ada sisanya?"
Begitu pengalaman saya melihat bulan merah dalam sekejap. Bagaimana dengan daerah sekitar rumah kami?
Di Stuttgart, ibukota negara bagian Baden-Wuerttemberg, Jerman Selatan yang satu jaman dari rumah itu diperkirakan orang-orang mulai berdiri sejak pukul 21.00 sampai 01.28 (4 jam 28 menit) untuk mengamati fenomena alam yang jarang terjadi itu. Betapa tidak, banyak gerhana bulan tapi nggak seindah hari itu.
Pada Jumat itu orang-orang baru bisa melihat gerhana bulan total pukul 21.30 dan mencapai puncaknya memerah pada pukul 22.21. Kemudian, gerhana bulan total berakhir pada pukul 23.13. Tanggal 28 Juli 2018 pukul 00.19, bayangan bumi meninggalkan permukaan bulan, warna merahnya menghilang. Dikabarkan gerhana bulan separoh akan terlihat lagi pada tanggal 11 Agustus 2018. Pukul 01.28 gerhana bulan hilang.
Jadi kampung kami dan Stuttgart telah menyaksikan bulan merah itu. Sedangkan wilayah tengah Jerman seperti Brandenburgs, Sachsen-Anhalts, Sachsens dan Thueringens sedang nggak beruntung tahun ini, dibandingkan kami yang tinggal di Jerman Selatan, Jerman Utara dan Jerman Barat.
Sekarang gantian, bagaimana dengan pengalaman Anda mengamati gerhana bulan total di Indonesia? Pasti seru. Mari berbagi. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H