Sejak minggu lalu, Jerman di daerah saya tinggal sedang demam tukar kado alias wichteln. Mulai dari klub, sekolah, sampai keluarga, mulai punya acara Weihnachtsfeier (perayaan natal bersama). Hari-hari ini sudah reda, semua konsentrasi pada Natal bersama keluarga.
Natal mengingatkan tradisi Lebaran yang semua orang merayakan. Kemudian, acara tukar kado tahunan selalu sangat menarik untuk diamati dan saya ceritakan.
Sejarah wichteln
Konon, itu berasal dari budaya Skandinavia. Di mana namanya bukan wichteln tapi Julklapp. Jul, nama festival pada musim dingin. Klapp, tepukan/ketukan. Budaya orang Skandinavia yang mengetuk pintu, membuang kado ke dalam ruangan yang terbuka. Di dalam bungkusan, selain kado ada puisi atau kata-kata bijaknya.
Sedangkan namanya jadi wichteln karena yang membantu Santa Klaus atau der Weihnachtsman untuk membawa dan membagi hadiah untuk anak-anak, namanya Weihnachtswichtel.
Dari tahun ke tahun, budaya ini meluas di Jerman. Dari sebuah studi di Jerman pada bulan Februari 2013, hasilnya menunjukkan bahwa dari 39 responden 36 sudah pernah tukar menukar kado. Kedua, tukar menukar kado banyak dilakukan di kalangan sekolah (28) dan pertemanan (23). Disusul klub (8), keluarga dan teman kerja masing-masing 6.
Batasan nilai kado
Anak-anak kami termasuk aktif di kampung. Klub apa saja ikut, dari Senin-Sabtu. Senang dan repot juga ketika setiap klub mengadakan acara tukar kado. Tinggal menghitung berapa waktu dan bea yang harus dikeluarkan untuk membeli kado.
Dulu pernah diadakan schrott wichteln di sekolah anak kami, di mana kado yang diberikan adalah barang yang ada di rumah, sudah terpakai tapi masih bagus. Belakangan, ide bu guru dicerca dan dihilangkan pada tahun berikutnya, yakni tahun ini. Jadinya, tetap harus ada dana khusus setahun sekali untuk acara tukar menukar kado saat natal.
Oh, ya ada batasan nilai kado yang diberitahukan sebelum acara tukar-menukar kado digelar, demi menyeragamkan apa yang diberikan dan apa yang didapatkan. Batasan nilai kado yang dipatok lain-lain. Misalnya untuk klub tari modern jazz, 3 euro. Lalu untuk klub satu roda, 5 euro, sedangkan di sekolah, 7 euro. Dana orang tua yang harus dikeluarkan untuk satu anak, tinggal dikalikan berapa klub yang diikuti. Begitu pula untuk dua anak dan seterusnya.
Sayangnya, setiap anak atau orang tua punya selera yang berbeda. Sehingga ketika acara tukar menukar kado sudah selesai, eee ... ada anak yang menangis. Waktu mendengar anak-anak bercerita, saya geleng kepala. Lalu saya menanyakan apakah mereka juga puas dengan hadiah yang didapat? Ternyata ada yang iya dan tidak. Yang puas karena mendapatkan kado yang cantik, yang berkenan dengan ketertarikannya.
Misalnya, A sudah memberi kado berisi cangkir natal berisi beragam coklat dan lilin rasa coklat dengan wadah dus cantik, rupanya dapat satu set sabun cair dan lotion untuk kulit berwarna merah muda dan harum baunya. B, membeli satu set topi dan syal untuk musim dingin, menangis meraung-raung karena mendapatkan hadiah coklat. Ah, ternyata dia yang bertubuh gendut, dilarang orang tuanya untuk makan coklat. Bagaimana bisa menikmati hasil tukar kado natal kalau tidak boleh dimakan? Ada lagi C, yang mengkado patung santa ukuran 30 cm dan cat kuku warna merah muda, mendapatkan hadiah berisi hasta karya berupa balon yang ditiup dan berisi tepung lalu dihias.
Hahaha, mendengar cerita anak-anak dengan mimik yang lucu memang menyenangkan. Masa kecil, masa bahagia. Nikmatilah.