Ya. Saya berani selalu pakai warna cerah di Jerman, meskipun warna cerah biasa dipakai orang Jerman pada musim semi (Fruehling) dan musim panas atau (Sommer). Ih, saya terbilang norak, ya? Penyuka warna-warna cerah di negeri orang yang tidak seperti Indonesia atau Afrika. Saya pikir, negara tropis lebih banyak didominasi warna cerah ketimbang suram dibandingkan dengan negara-negara 4 musim seperti Jerman.
Ya, warna-warna seperti hitam, biru gelap, abu-abu dan coklat gelap akan jamak dilihat pada musim gugur (Herbst) dan musim dingin (Winter). Pemakainya, rata-rata dari laki-laki sampai perempuan, dari bayi sampai lansia.
Jadi jangan heran, orang akan bertanya kepada saya ketika mengenakan pakaian cerah pada waktu yang dikatakan mereka, salah. Seperti yang baru saja kemarin terjadi. Ketika memasuki ruang kelas bahasa Inggris Volkshochschule. Kelas sebelumnya yang dipandu Herr Jahnel sebenarnya sudah usai pukul 16.00 tetapi sampai pukul 16.25, kelas belum juga bubar alias masih pada ngobrol di dalam kelas.
Merasa sudah waktunya, saya mengetuk pintu dan masuk. Meski bukan Napoleon tapi sebisa mungkin lima menit sebelum jadwal, saya harus siap. Rasanya tak nyaman kalau harus terengah-engah atau kelabakan memulai pelajaran.
Begitu meletakkan tas tangan dan material di meja, bos saya ramah menyapa.
"Wah, Anda selalu menyala." Matanya mengawasi saya dari atas ke bawah lalu meneruskan merapikan mejanya yang harus segera jadi meja saya. Baju saya memang selalu cerah.
"Ya, tentu, saya butuh warna untuk memotivasi dalam hidup. Tanpa warna, saya tidak bisa bahagia dan saya jadi kurang semangat beraktivitas." Tawa kecil saya lepas. Bos saya asli Jerman. Ia sangat memperhatikan penampilan saya. Sampai hari ini, komentar-komentar beliau belum pernah pedas seperti sandal. Sebaliknya, beliau menganggap saya seperti sinar matahari, the sunshine. Melihat saya seperti melihat hangatnya matahari, bahagia (cieee). Maklum, matahari sangat malu menampakkan diri di Jerman. Maksud saya, tidak setiap hari bersinar.
Pernyataan yang mirip kerap dilontarkan murid-murid kami yang umurnya 60 tahun ke atas itu.
"Saya yakin, Anda menyukai warna-warna cerah. Kepribadian Anda pasti ceria." Salah satu murid berkata, berbaik sangka.
"Anda benar. Saya harus memakainya. Jika tidak, badan saya kelihatan kuat tapi jiwa saya yang justru mulai sekarat." Kilah saya, yang merasa yakin be different, berbeda dengan gaya fashion kebanyakan orang Jerman itu adalah sesuatu dan bukan hal yang memalukan. Malulah kalau badan dibalut dengan pakaian kurang bahan atau parahnya, tidak dilembari sama sekali alias ... telanjang di muka umum!
Biasanya, segelintir orang-orang yang sirik atau orang yang tidak menyukai saya saja yang akan menganggap saya gila atau mau "Mau pergi ke karnaval, ya?" Tidak, saya tidak panik atau marah. Bukankah sirik tanda tak mampu? Biarlah, sebelum gila warna dilarang negara, saya akan memakainya.
Refleksi Warna Cerah
Baiklah, sekarang, coba Anda pikirkan. Percayakah Anda bahwa warna akan membawa energi ke dalam tubuh, dari mata masuk ke hati? Saya adalah salah satunya yang punya sugesti serupa. Meskipun tubuh manusia punya aura (warna) masing-masing yang memantul ke luar, warna dari luar ingin saya serap ke dalam.
Warna merah misalnya, ini akan mengantar saya jadi berani, muncul perasaan seksi dan penuh semangat.




Itulah, itu tadi, warna-warna yang membuat saya merasa beYOUtiful. Iya, saya merasa jadi diri saya sendiri tanpa mengikuti warna-warna yang jamak dipakai orang Jerman. Warna-warna cerah itu membuat saya tak hanya bahagia dan bersemangat tetapi juga tiba-tiba menjelma menjadi wanita cantik. Uhukkk, gue beda kata orang Jekardah (baca: Jakarta).
Itu warna saya, yang mana warna Anda?
Pakaian Menunjukkan Seseorang
Memangnya ada apa dengan warna dan gaya dalam pakaian? Ada pepatah Jerman mengatakan Kleider machen Leute, pakaian menunjukkan seseorang. Meskipun ada pepatah lain yang mengatakan don't judge the book by its cover,jangan menilai orang dari luarnya, ternyata pepatah Jerman itu tetap ada benarnya. Pakaian yang dikenakan orang jadi kesan pertama orang yang ditemui. Sampul tubuh yang menggambarkan siapa dan bagaimananya si pemakai.
Lihat saja. Kalau saya tidak bisa membawa diri dan salah memakai pakaian, akan berakibat fatal. Misalnya jika saya pergi ke acara perkawinan emas orang tua, pakaian yang dikenakan adalah pakaian adat. Mau berlibur? Pakaian santai yang dipakai. Kelihatan lucu jika saya mau ke acara perkawinan di gedung, saya pakai celana bermuda dan kaos oblong. Bisa-bisa saya dikira topeng monyet dan disuruh pentas jungkir balik. Atau saya mau main pasir di pantai pakai jas. Eit, mimpi ya? Gerah, aaaahh!
Begitu pula dengan warna. Meski fans warna cerah, tetap menyelaraskan dengan etika. Contohnya jika melayat tetap memakai pakaian gelap, ke pesta dengan pakaian lebih cerah lagi dan seterusnya.
Jadi Kekinian dengan KPA
Ya, ya, ya. Memakai warna-warna gelap di Jerman memang sudah mainstream sejak dulu, bahkan menjadi tradisi. Warna yang saya tularkan ke mereka, warna-warna cerah.
Menurut saya, Indonesia punya warna-warna yang lebih dinamis daripada di Jerman. Tidak hanya digunakan dalam pakaian adat tetapi juga untuk baju harian. Ingat, sehari-hari!
Selama tinggal di Jerman, saya boleh dong, mengambil sikap karena menurut saya untuk menjadi kekinian tidak harus mengikuti pakem yang ada di negeri orang. Saya menyesuaikan dengan keinginan dan kebiasaan saya. Tak harus menjadi orang lain karena setiap orang punya ciri khas yang berbeda, termasuk dalam hal berpakaian. Jika saya memaksakan diri, saya akan seperti bunga yang kekurangan air, layu sebelum berkembang.
Pada hakekatnya, kekinian tidak selalu mengikuti arus yang sedang tren. Warna gelap untuk saat ini, bukan pilihan saya. Karakter warna itu tidak sepadan dengan keinginan saya. Makanya, saya tetap pilih warna-warna cerah untuk sehari-hari maupun kesempatan khusus.
Lantas? Adalah KPA, KayuPutihAroma dari Cap Lang. Aromanya beda banget. Minyak dengan aroma lavender atau bunga mawar (rose) misalnya, akan semakin menunjang penampilan yang sudah be creative, be differentdan beYOUtiful dengan warna-warna cerah tadi. Badan pun jadi hangat.

Bunga lavender jadi pewangi almari baju, pewangi kamar tidur dan ruang tamu. Warna bunga lavender memang cantik, wanginya? Dipercaya akan menenangkan pikiran. Tak heran jika lavendel dipakai sebagai campuran pada minyak untuk berendam, minyak pijat, hand and body lotion,minyak wangi dan sabun mandi. Tak terkecuali, minyak kayu putih aroma dari Cap lang. Mereka punya aroma lavendel pula. Sudah coba Kayuputiharoma? Let'sBe creative, be differentdan beYOUtiful. (G76)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI