Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Telinga Manuel Serasa Diiris-iris Mendengar Bahasa Gaul

5 November 2017   21:21 Diperbarui: 6 November 2017   10:39 12564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Belajar Bahasa Indonesia yang Baku itu Rugi Karena Bahasa Gaul?

Banyak pemateri yang berbagi hari itu. Akan saya ceritakan lain waktu. Kali ini saya ingin berbagi tentang salah satu mantan mahasiswa mbak Andi Nurhaina yang sungguh menggemaskan. Sampai-sampai beberapa dosen yang anaknya sudah di atas duapuluhan tahun bercanda, menyesal karena anaknya itu bukan perempuan. Harapan mengambilnya sebagai calon mantu, pupus sudah. Huh! Ya, sudah jadi calon arang saja.

Sssst, alumni HTWG Konstanz itu bernama Manuel Denner. Dia memenangkan lomba pidato berbahasa Indonesia di KBRI Berlin pada Juni 2016. Luar biasa, anak kami yang separoh orang Indonesia saja belum tentu bahasa Indonesianya nanti akan sefasih dia, mana lucu banget diksinya. Nggak percaya? Dalam percakapan skype dengannya, perut kami betul-betul mulas. Saya yakin bahkan ada peserta yang sampai ke toilet, mengecek apa yang terjadi di balik baju bagian bawah. Itu bukan karena ada orang asing yang berbicara dengan bahasa Indonesia saja tetapi juga apa yang diceritakannya kepada kami.

Begini; waktu SMA, dia pernah ditanya orang tuanya. "Kalau sudah lulus mau apa?" Bingung, Manuel bingung karena keinginannya banyak. Ia tertarik dengan bahasa, budaya dan bisnis. Setelah mencari ke mana-mana di Jerman, ia menemukan HTWG di Konstanz yang punya program studi perkawinan dari semua keinginannya tadi. Di sanalah, ia belajar bisnis dan bahasa Indonesia selama hampir 4 tahun. Berapa? Empat tahun!

Manu yang pintar dan lucu (dok.Gana)
Manu yang pintar dan lucu (dok.Gana)
Halah, ingin tahu mengapa harus bahasa Indonesia yang dipilihnya?

Pikirnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 mampu mencapai 5% adalah hal yang luar biasa. Penduduk Indonesia pada tahun 2016 sudah tercatat sebanyak 259 juta jiwa. Indonesia digadang-gadang akan menjadi anggota G7 pada tahun 2030 (Mc Kinsey and company). Kurang opo?

Dengan mempelajari bahasa Indonesia, ada banyak keuntungan yang didapat. Bahkan, dia menyebut bahasa Indonesia itu bahasa istimewa, nggak rumit karena kata kerja tidak berubah meski subyeknya berbeda dan tidak juga berubah ketika waktunya tidak sama (lampau, sekarang dan masa depan). Bangganya hamba ini (icon menepuk dada sampai batuk-batuk manggis).

Ih, sayangnya, dia juga sebel. Opininya, belajar bahasa Indonesia sesuai KBBI selama empat tahun mati-matian di HTWG tapi kupingnya serasa diiris-iris ketika mendengar banyak orang Indonesia sebagai penutur asli, justru seenak jidatnya sendiri.

Sebabnya, ketika dia ke Indonesia, bahasa yang dipelajarinya sampai "berdarah-darah" itu tidak terpakai. Ia bingung memahami kalimat orang. Kasihan, oh kasihan. Ada bahasa gaul, tidak baku dan tidak formal. Walaupun demikian, dia nggak pernah merasa menyesal belajar bahasa baku.

Saya bahkan sampai malu ketika dia menuding bahwa pengalaman bahasa Indonesia orang Indonesia sendiri sebagai penutur asli, kurang! Contohnya, ia melihat tulisan di mana-mana "Dilarang buang sampah di sini." Itu seharusnya menjadi "Dilarang buang sampah di sini." Oh, saya juga sering membuat kesalahan (entah saltik atau karena tidak tahu). Yang menghibur, rupanya kesalahan itu juga ditemukan mahasiswa baru Universiti Teknologi Malaysia tersebut, di negeri jiran. Xixixi .. Ada temannya. Kalau yang pemilik bahasanya saja masih salah-salah dan suka-suka, bagaimana dengan orang asing? Bercerminlah.

Nggak hanya sampai di situ, Manu juga prihatin ketika banyak anak muda Indonesia mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Ya ... Anda tahu, kan yang sedang trend sekarang; kids jaman now.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun