Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mau Dikunjungi Walikota Jerman? Penuhi Dua Syarat Ini!

26 Oktober 2017   18:54 Diperbarui: 26 Oktober 2017   19:21 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Buergermeister Flad di pameran Indonesia bersama Kampret 2013 (dok.Jens Geschke).

Kamis pagi. Ya, ampunnn. Hectic. Anak-anak harus ke sekolah pagi-pagi sekali. Anak yang terakhir baru masuk jam 8 pagi. Oh, jam segitu juga harus segera menuju kota. Ada kelas bahasa Inggris. Nggak asyik kalau telat karena saya pegang kunci ruangan dan yang paling parah, saya gurunya. Hahaha.

Sebenarnya perjalanan hanya butuh 10 menit mengendara mobil dan 7 menit berjalan kaki dari tempat parkir ke  kelas. Total 17 menit saja. Lha tapinya, kalau pagi kan macet. Setengah jam saja deg-degan. Takut nggak cukup.

Hey, di Jerman coba-coba telat? Tidak elok. Bahkan orang sudah kayak Napoleon. Lima menit  sebelum jadwal, sudah siap grak. Super disiplin.

Pfff. Untung, untung sekali saya tiba di kelas, 3 menit sebelum jadwal. Artinya, saya nggak telat. Akibatnya, kaki saya agak pegal karena waktu jalan kaki kayak orang Jepang, cepet banget; tu-wa-ga ... tu-wa-ga .... Wih, untung nggak pakai hak tinggi.

Setelah satu setengah jam mengajar, saya ngobrol dengan murid-murid yang memang sudah pada pensiun. "Habis kelas bahasa Inggris kelar, mau ngapain?" Dari cerita ini-itu, ada satu yang menarik. Salah satu murid akan menghadiri sebuah pesta ulang tahun kenalan, yang akan dihadiri Oberbuergermeister atau walikota Tuttlingen.

Jangankan untuk orang Indonesia, untuk orang Jerman pun kalau ada walikota datang ke rumah atau ke pesta seorang warga setempat, itu luar biasa ... istimewahhh. Mengapa? Karena syaratnya nggak mudah. Oh, ya? Apaaan tuuuuuh?

1. Berhasil Mencapai Umur 80 Tahun

Ya, murid saya tadi menghadiri pesta ulang tahun kenalan yang baru saja berumur 80 tahun. Dia sendiri baru 66 tahun. Artinya, kalau dia ngiler didatangi walikota, harus menunggu 14 tahun lagi. Ya, ampun. Lama!

Lah kalau saya ... astagagagana ... hampir separoh hidup, dong. Berarti saya harus hidup sekali lagi seperti saat ini. Apakah bisa? Hanya Tuhan yang tahu. Sekarang saya jadi merasa bego. Haaaaa makanya, waktu Buergermeister setempat saya undang ultah ke-40, beliau nggak datang. Ngapain pakai undang beliau segala? Saya pikir, 40 tahun sudah istimewa, undang orang istimewa seperti beliau. Kata orang Jerman eine Runde atau ulang tahun yang angka belakangnya 0 adalah spesial; 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 dan seterusnya. Apalagi saya banyak ngadain acara Indonesia dengan sebelumnya menghadap beliau. 4L (Lu Lagi Lu Lagi). Merasa PD, ada ikatan di sana. Nyatanya ... bo'ong, wong cilik.

Oh, ya. Di Jerman, umur 60-70 belum bisa dibilang tua tapi senior. Tua itu kalau sudah 80 ke atas. Hehehe, beda ya dengan Indonesia. Baru pensiun saja sudah ada yang merasa tua sekali. Di Jerman, banyak orang masih pada aktif kursus ini-itu, keliling dunia dan melakukan banyak hal lainnya secara reguler, dengan umur 60-70 an. Nggak percaya? Tanyakan cabang-cabang Volkshochschule -VHS di seantero Jerman, baik kota besar maupun kota kecil sekalipun.

Nah, kembali ke soal ultah 40 tahun saya. Ada selembar surat yang beliau kirimkan ke saya yang menerangkan bahwa beliau berterima kasih atas undangan tapi nggak bisa datang karena ada acara keluarga. Surat saya baca di depan 100 tamu yang hadir. Waktu itu, saya percaya saja dan memakluminya. Bahkan berterima kasih ada surat ijin nggak datang segala. Wong saya juga bukan siapa-siapa, nggak penting.

Eit hari ini, saya berpikiran lain. Jangan-jangan beliau nggak datang karena nggak etis dan menyalahi adat. Betul. Entah Oberbuergermeister (walikota) atau Buergermeister (camat/lurah) akan mendatangi rumah penduduknya untuk alasan kuat, nggak sembarangan (kecuali masih ada hubungan saudara, kunjungan persaudaraan, sebagai pribadi bukan pejabat). Yup, syarat pertama ... berumur 80 tahun tadi.

Apakah Buergermeister di kampung saya tidak menghormati orang-orang yang sudah tua tapi belum berumur 80? Tetap hormat. Bagi yang telah melewati umur 70 ke atas, selalu ada ucapan selamat ulang tahun di Gemeindeblatt (majalah  mingguan kampung) di halaman pertama. Tertera nama dan nama keluarga, umur, tanggal lahir dan alamatnya. Siapa tahu ada warga yang ingin turut mengucapkan atau kirim kado kepada Geburtstagskind (Geburt=lahir, Tag=hari, Kind= anak) atau orang yang sedang berulang tahun.

2. Berhasil Melewati Pernikahan ke-50 (die Goldene Hochzeit atau golden wedding anniversary alias kawin emas!).

Suatu hari:

"Eh, mertuamu masuk koran kota, tuh." Kata teman-teman saya yang rata-rata umurnya 60, 70 dan 80 an di klub senam kampung itu.

"Ah, mosok?" Saya nggak tahu tapi begitu ngitung umur suami saya, baru nyadar. Omaigot. Beneran.

Rupanya, selain didatangi walikota dan wartawan lokal, hasil wawancara tentang mereka masuk koran kota Tuttlingen. Wah, asyik, ya. Meski mereka tidak merayakan seperti cara orang tua saya merayakan kawin emas di Semarang yang tamunya ratusan, pakai klenengan, karaokean, nanggap tarian dan makan nasi tumpeng, die Goldene Hochzeitatau the golden wedding anniversary tanpa hingar-bingar itu, diliput.

Maklum, menikah selama 50 tahun tidaklah mudah. Bagaimana masing-masing individu memegang komitmen dan menjaga perasaan pasangan dan seterusnya. Sampai kuat nggak pisah ranjang, apalagi sampai cerai. Amit-amit jabang baby. Semoga kita pun termasuk golongan yang kuat luar dalam. Belum lagi masalah kesehatan yang membuat orang sebelum 50 tahun perkawinan, sudah meninggal duluan. 

Yak. Di koran, rahasia perkawinan mereka dibagi kepada pembaca. Tips untuk tetap menjadi diri sendiri tapi masih menjaga mahligai rumah tangga, apapun yang terjadi,  terselip di sana. Ingat: Tidak semua perkawinan yang tidak romantis itu kandas. Biasa-biasa saja asal masing-masing ingat janji sebelum dinikahkan petugas, bisa kok mencapai 50 tahun hidup seatap, sekasur dan mungkin ... sehanduk.

***

Lantas, apa yang harus saya maknai dari dua syarat agar rumah/pesta saya bisa disambangi  walikota Jerman? Pertama, saya harus jaga kesehatan jasmani dan rohani. Kalau sehat jasmani saja nggak asyik. Kalau sehat tubuhnya tapi otaknya stress atau gila? Oh no .....

Setelah jasmani dan rohani dipenuhi, inshaallah bisa mencapai umur 80 tahun bahkan lebih, kecuali kalau garis Tuhan berkata lain. Mungkin saja sebelum 80 sudah meninggal, bukan.

Kedua, harus pandai-pandai merawat rumah seisinya; suami, anak, barang, kebun .... Kalau hanya egois dan tidak menghargai atau mencintai apa yang dimiliki dalam sebuah keluarga atau dalam sebuah perkawinan, tak mungkin akan mencapai kawin emas. Kalau pakai emas itu mah mudah, asal punya duit bisa beli. Kawin emas tidak bisa dibeli.

Akhirnya, bagi teman-teman yang ada di tanah air ... meski ini nggak bakal terjadi di Indonesia karena bukan adatnya, setidaknya cerita dari Jerman bahwa jika berusia 80 tahun atau merayakan 50 tahun perkawinan akan dikunjungi walikota Jerman, menginspirasi Anda untuk selalu menjaga kesehatan diri dan mencintai keluarga. Jangan cinta suami atau istri orang lain, bisa bahaya! (G76).

Ps: Adat walikota mengunjungi warga yang berulang tahun ke-80 tahun atau pernikahan emas ini ada di wilayah Tuttlingen, Baden-Wuerttemberg. Jerman itu luas dengan 16 negara bagian, bisa saja di daerah lain memiliki adat yang berbeda. Semoga menjadi contoh bagi walikota-walikota di tanah air Indonesia. Kalau hal baik, mengapa tidak ditiru?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun