Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Jaipong Pernah Diisukan Dilarang di Indonesia?

12 Oktober 2017   19:38 Diperbarui: 13 Oktober 2017   19:32 4243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jawabannya karena ada unsur 3G. Itu bukan koneksi HP yang lebih rendah dari 4G atau LTE. Bukaaaaaaan. Tiga G (3G) yang dimaksud Gitek, Geyol, Goyang. Gubernur Jabar yang menjabat waktu itu menyarankan agar masyarakat mulai mengurangi peredaran tarian yang mengeksploitasi pinggul dan memperlihatkan ketiak. Konon, jika nggak awas, bisa melanggar UU pornoaksi.

Nah, itu infonya baru dapat dari internet. Mengapa saya ungkit-ungkit masa lalu tahun 2009 itu dan repot cari jawaban dari pertanyaan; mengapa jaipong pernah diisukan dilarang di Indonesia?

Begini. Beberapa menit sebelum naik panggung pentas nari jaipong Bajidor Kahot di Konstanz, Jerman tanggal 30 September 2017, MC yang asli Jerman membacakan narasi tentang tari Jaipong.

Kira-kira begini; "Tarian dari Sunda, Jawa Barat yang memiliki unsur pencak silat dan gerakan tiba-tiba, selain gerakan lembut. Sebabnya karena tari yang diciptakan Gugum Gumelar tahun 1961 itu adalah kawinan dari tari Ketuk Tilu, topeng benjat dan pencak silat, seni bela diri yang subur di Indonesia. Tarian jaipong jenis Bajidor populer di Karawang dan Subang. Tarian rakyat yang akhirnya juga in jadi tarian panggung. Silakan menikmati sajian kuliner untuk mata...."

Lebih dari itu, pria berambut ikal warna emas itu tadi menyebut juga bahwa tarian Jaipong pernah dilarang ditarikan di Indonesia.  Sebagai diaspora yang tinggal di Jerman dan kadang ke kampung halaman, merasa ketinggalan jaman, euy. Nggak pernah dengar. Dilarang? Saya nggakngeh dan tentu ... kaget. Mosok, seeeh? Tarian secantik dan seindah jaipong dilarang? Nggak salah, tuuuh?

Tarian jaipong itu menarik

Saya bukan orang Sunda tapi senang dengan tarian milik orang Sunda ini sudah sejak kecil. Selain gerakannya rancak, musiknya (kendang, saron, kecapi, gong) nendang. I love it.

Bahagia nggak hanya gara-gara menang lomba Kemenparekraf (dapat kamera pocket) tapi juga ketika mimpi saya tahun 2013 lewat artikel "Pengalaman Menarikan Tarian Tradisional" itu, tercapai tahun 2016. Yaiy. Saya benar-benar mempraktekkan tarian jaipong di muka publik! Bermimpi adalah bagian dari masa depan. Nggak pernah ngimpi, bisa rugiii.

Yup, pertama kali saya menarikannya bersama kompasianer dalam acara Ngoplah (ngobrol di Palmerah). Lucu dan seru, menari dan ngajari teman-teman ngeblog Bajidor Kahot. Nama-nama beken seperti Rahab Ganendra, Yayat no 46, Syifa, pak Thamrin, Ira Latief, Edrida Pulungan, mbak Marla ... dan para admin (mbak Winda cs) riuh praktek 3G. Waktu itu kipas batik yang saya beli di pasar Johar nggak bisa mekar dahsyat dan tentu, belajarnya belum lama dari youtube. Masih kurang mantab. Huh.

Yang kedua, di Konstanz tahun 2017 itu. Sudah agak lemes gerakannya tapi belum asli  betul narinya. Namanya saja amatir, bukan penari sanggar tapi hobiiii. Gembiranya, kipas sudah bisa mak "grekkk" mekar dan heboh suaranya, kenceng. Maklum, kipas tai chi masterrr dari mal Progo Yogyakarta. Hahaha ....

Tampil sebagai tarian pertama di acara malam Asia di Jerman, nervous, ehhh ... ada gerakan yang lupa. Untungnya, disuruh nari lagi pas penutupan karena penonton berdatangan tambah banyak dan belum lihat awal-awal acara. Lupanya bisa diperbaiki. Tapinya ... yaaah kurang senyum, Gana. Sigh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun