Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengintip Suasana Pemungutan Suara di Pemilu Jerman

24 September 2017   23:21 Diperbarui: 25 September 2017   08:12 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TPS1 (dok.Gana)
TPS1 (dok.Gana)
Harus di TPS  yang ditunjuk (Wahlbezirk)

Suami cerita, dulu pernah mau nyoblos di tempat dia dilahirkan tapi nggak diterima karena surat panggilannya di tempat tinggal yang sekarang, di mana ia terdaftar. TPS sudah tertera di surat panggilan. Tidak bisa diganti atau mengganti sendiri.

Jadi hari itu, ia menuju TPS sesuai yang tertera di kertas.

Di sana, sudah ada tiga orang yang menjaga. Orang pertama, saya kenal sebagai pengurus Gemeinde yang kerja di koran lokal Graenzbote dan fotografer model, dia yang periksa surat undangan yang dibawa pemilih. Orang kedua, memberikan surat suara yang akan dicoblos. Orang ketiga, pak camat yang mengawasi jalannya pemilu. 

Para pemilih antri dan menuju tiga sekat di atas meja, untuk mencoblos. Nggak desel-deselan, maklum penduduk kampung kami nggak banyak. Penduduk Jerman cuma 80 juta, nggak ada separohnya dari Indonesia.

Dua Pilihan (Zwei Stimmen)

Setiap warganegara Jerman di atas 18 tahun, mendapatkan dua suara. Erste Stimme untuk kandidat dan zweite Stimme untuk partai. Pencoblosan tetap rahasia. Nggak boleh selfie saat nyoblos, nggak boleh dipengaruhi dan mempengaruhi.

Waktu saya tanya suami, tadi gimana nyoblosnya. Dia bilang dalam kertas pilihan, nggak ada gambar, foto atau logo. Yang ada hanya tulisan. Seingat saya, di Indonesia nggak cuma tulisan.

Katanya lagi, ini demi menghindari halusinasi pemilih karena penampakan yang cantik, warna kulit dan sebagainya dari kandidat atau partai. Netral.

Anehnya, di sepanjang jalan, masih banyak baliho dari kandidat yang nempel. Kalau di Semarang dulu, biasanya semua sudah dicopot atau ditutup rapat. Kalau ada partai yang ndableg, segera ditibum kamtibmas, gambar diambil paksa. Masa kampanye sudah berakhir.

Ngomongin soal kampanye. Di daerah kami di Jerman Selatan di perbatasan Jerman-Swiss, nggak serame waktu di Semarang. Biasa-biasa saja, nggak heboh. Entahlah kalau di kota besar. Hanya saja duel antara Merkel dan Schulz di TV beberapa minggu lalu, sempat jadi spot yang rame. Angela Merkel memang pinter ngomong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun