Tadi, sempat membayangkan dapat pemandu yang muda, hidung mancung, bermata biru, berambut blonde dan semampai, eeeeeeaaaaa ... saya kaget. Memang yang datang adalah perempuan, hidung khas prancis, mata biru dan semampai. Tetapi umurnya 88 tahun!
Don't judge the book by its cover. Rambutnya memang abu-abu, namun tak mengurangi kegesitan berjalan dari satu tempat bersejarah ke tempat lainnya. Bahkan grup kami ketinggalan.
Merasa paling muda sendiri, saya malu, selalu berusaha mengimbangi. Di sebelah ibu guide. Semua pada ketawa karena ngos-ngosan mencoba mengikuti irama jalan kaki nenek keturunan Berlin, Jerman dan Colmar, Prancis itu. Sumpah, saya paling nggaksenengtraveling dengan grup yang biasanya digiring macam bebek, ke sana-ke mari. Kali ini, exciting banget. Sukaaak.
"Pertanyaan tentang Colmar akan saya jawab tapi tidak menyangkut politik dan agama, ya?" Pesannya pada kami.
Dalam setiap perjalanan keliling, ia mengijinkan kami untuk memotong pembicaraan, bertanya.
Haha ... gayanya yang unik, energik dan ceria itu membuat kami nggak ngantuk meski perjalanan panjang melelahkan sampai ke kota yang nggak pernah kena bom itu. Karenanya, kota itu diberi penghargaan sebagai world heritage, selamat dari PD I dan II. Kotanya utuh. Menemukan bangunan yang dibangun tahun 1100 an sampai 1700 an? Mudah! Kota ini tua tapi cuantiknyaaaaa keladi, makin menjadi. Bangunan tua yang banyak dialihfungsikan sebagai butik, toko, hotel, restoran, toko souvenir dan lain-lain. Patut dicontoh. Kalau di Indonesia banyak bangunan tua yang nggak terawat; terkelupas, usang, jamuran ... pokoknya rusaklah. Sudah gitu ambruk bahkan, dirobohkan! Serem. Nggak ada bukti sejarah. Semoga artikel dan foto Colmar akan memotivasi Indonesia. Ayo, dong.