Besar sekali museumnya. Lebih besar dari yang di Bolzano. Museum itu ternyata punya tiga ruangan. Ruang pamer satu tentang kekayaan Sangiran. Ruangan ini menampilkan fosil dan replika manusia purba.
Kaki kami terus berjalan ke ruang berikutnya. Ruang pamer dua, berisi tentang langkah-langkah kemanusiaan. Di sana ada gambaran zaman triasik (245-280 juta tahun yang lalu), gambaran ikan yang menjadi fossil dan replika para penemu situs (orang asing).
Asyik. "Touch me," begitu tulisan yang terlihat di antara kepala dan gadingnya. Rayuan yang menggoda. Anak-anak mulai ribut ketika menyentuh fossil gajah yang ditemukan dan berumur 500.000 tahun lalu. Rabaan yang spektakuler! Baru pertama kali seumur hidup, membayangkan hidup di zaman itu, oh no!
Puas di ruang dua, kami hijrah ke ruang pamer tiga. Di sini mengilustrasikan masa-masa keemasan Homo Erectus, generasi pendahulu kita (dari teori Darwin bahwa manusia dari kera bukan Adam dan Hawa?).
Banyak penemuan yang dimasukkan di dalam kaca mulai tengkorak manusi purba antara lain rahang atas, rahang bawah, tulang kering, gigi taring dan ujung alat berburu dari Homo Erectus. Mata kami berkelap-kelip, memandanginya.
Ohhh, sebentar. Di ruang itu saya membaca informasi yang mengejutkan bahwa rupanya Homo Erectus diduga tak hanya sebagai pemburu tapi juga diburu oleh hewan buas waktu itu. Sungguh kehidupan yang keras. Hukum alam, siapa kuat dia yang di atas.
Kami berjalan dalam barisan. Tiba-tiba, para gadis jejeritan pengen foto-foto dengan keluarga saya. Huh, saya bukan idola, nggak ada yang butuh. Ya, sudah, menyingkirrrrrr.
Tak terasa, saya berhenti di depan fragmen para arkeolog yang mencari tulang-belulang manusia dan hewan zaman purbakala. Yakin banget 100% bahwa apa yang mereka lakukan itu "juara"! sampai titik darah penghabisan alias nggak setengah-setengah.
Bangga sekali melihat paparan betapa Indonesia kaya akan situs penemuan kehidupan purbakala; Situs Semedo, Situs Perning, Situs Patiayam, Situs Tanjung, Situs Ngandong, dan Situs Trinil. Terima kasih sekali kepada dunia luar yang tertarik dan memberikan bantuan untuk menemukan kekayaan yang ribuan tahun tertimbun tanah.
Hmm. Trinil. Dari situs yang terakhir itu, saya sedikit latihan mikir, rupanya ada beberapa penemuan Dubois di sana yang disimpan di Museum Leiden. Apa pertimbangan pemerintah zaman itu hingga membolehkannya diusung ke sana? Bukankah itu milik Daerah Trinil? Bisakah dikembalikan ke tempat asal ditemukannya barang tersebut? Biar anak-cucu kita nggak perlu terbang ke Belanda untuk melihatnya? Mungkin saja saat Belanda menguasai Nusantara, prosedur membawa barang prasejarah lebih mudah daripada pemerintahan sekarang.