Hari Minggu sudah berlalu, saatnya kita mengisi aktivitas di hari pertama Minggu ini. What? Sudah Senin? OMG, cepat sekali hari berlalu. Kalau Anda termasuk tipe yang kerap memanfaatkan Sabtu-Minggu sebagai quality time bersama keluarga atau refreshing diri jauh dari rutinitas, pasti sudah siap dong hari ini. Semangat!
Nah, sembari melakukan aktivitas sesuai porsinya masing-masing, sudah tahu mau ngapain weekend nanti? Kenapa nggak snorkeling saja? Indonesia kaya akan pantai yang punya koral dan ikan cantik dibanding Jerman. Wonderful Indonesia, rugi kalau nggak nyoba.
Ok. Berikut pengalaman snorkeling pertama saya di pulau Kelor, Flores baru-baru ini.
Flores. Salah satu tujuan kami waktu itu. Mengapa? Karena kami belum pernah ke sana dan tempo hari waktu ada teman yang meninggal, dikuburkan di sana. Tertarik, pengen tahu kecantikan pulaunya.
Air? Nggak banget. Saya bukan pecinta air. Paling males kalau harus berenang di pantai yang warnanya lebih gelap dari kolam renang. Ihhh, saya nggak tahu dan nggak bisa lihat dasarnya, ditambah gosong dari matahari. Huuuuh. Namanya cinta, demi keluarga, mau lah saya ini diajak main air. Keempat anggota keluarga suka cibang-cibung, saya sendiri yang bingung.
Yup, ceritanya pada hari pertama, kami ke pulau burung, pulau Tatami dan pulau Bidadari. Semua happy pada snorkeling. saya melongo jomblo di kapal. Gemesss.
Hari kedua, kami ke pulau Rinca, Majority dan Kelor dengan bea 3 juta untuk berlima (kapal, makan pagi, snack dan makan siang, peralatan snorkeling dan guide, serta parkir kapal). Hoiiii. Dunia tak selebar daun kelor tapi pulau Kelor membuat saya yakin betapa luasnya dunia, makanya harus dijejaki satu-persatu. Setuju?
Hoppala. Tiba di pantai Kelor itu, kami diajak tracking ke puncak bukit. Walahhhh ... sepatunya jenis balerina!
"Bukalah sepatu, tanpa alas kaki lebih mudah," kata pemandu. Betul, teman-teman. Rupanya justru lebih mudah mencengkeram tanah kering dan bebatuan yang ada.
Aduuuhh, jauh sampai puncak. Eh, nggak boleh patah semangat mendaki dan tetap hati-hati.
Begitu sampai atas, wow! Amboi, indahnya! Seperti surga dunia. Segera jeprat-jepret dan bergaya bersama keluarga. Anak-anak yang tadinya rewel selama perjalanan dari bawah ke atas, mulai ceria. Hahaha. Panas terik matahari tak terasa, padahal kulit sudah mulai gelap juga.
Setelah itu, kami turun dan berkeliling pantai, mengenal medan. Tampak para wisatawan lokal dan asing wara-wiri menikmati pasir putih, mencari kerang dan berenang.
Sampai tiba sesi snorkeling. Diengggggg. Saya masih takut, saudara-saudara. No. Geleng kepala, saya nggak mau ikut. Keukeuhhh.
Seumur-umur belum pernah snorkeling, meski ada pemandu, tetaaap saja takut, ah. Coba deh. Ketika suami ngajarin, nggak bisa-bisa, tuh. Ditarik ke air eee ... jejeritan dan melarikan diri ke kapal. Dasar ibuk-ibuuuk.
Nggak heran, anak-anak dan bapaknya nyerah, masuk air lagi dan asyik snorkeling. Sepi, sunyi, senyap, sendiri, dahhh.
Sampai di sebuah titik, saya ngiler. Pulau terakhir (Kelor) itu, rupanya mampu menarik hati saya untuk ikutan snorkeling. Yaealah, dari kemarin-kemarinnya takut banget dan nggak yakin bisa. Kemudian, Entah kenapa, ada kekuatan yang muncul dari diri. Mungkin begitu lihat jernihnya air yang bisa bikin mata menembus pemandangan karang. Barangkali karena pemikiran mumpung di Flores, kalau nggak sekarang, kapan lagi? Dari Jerman jauuuhhhh.
Segera saya pasang alat-alat, mulai dari masker dan snorkel berbentuk J, pelampung dan kaki katak atau sirip selam.
Saya ingat-ingat lagi kata suami "Bernafas lewat mulut jangan hidung dan hembuskan pelan-pelan secara teratur, tenang ... gerakkan kaki dan tangan untuk mendukung gerakan maju mundur ... jangan sampai injak karang ..."
Mulailah saya masuk air di pinggir pantai. Iya, bukan di tengah. Dengan posisi kaki masih berdiri mencoba beradaptasi dengan masker, snorkel J dan pernapasan. "Tarik nafas ... sembur ... tarik nafas ... sembur." Berhasil! Rupanya kuncinya memang harus tenang dan relaks. Nggak boleh terburu-buru karena air bisa masuk hidung dan mulut. Itu bisa bikin panik kemasukan air asin.
Usai yakin mampu menggunakan masker dan snorkel, saya mulai berenang agak ke tengah. Menggerakkan kaki katak ukuran 37 setara dengan posisi kepala dan badan, serta tetap mengawasi gerakan tangan dan kaki supaya tidak merusak karang di dasar laut.
Oiiii... akhirnya saya bisa menyusul anak-anak, finding Nemo! Saya lihat ikan nemo asli yang biasa terlihat di film kartun, wara-wiri. Wahhh, bentuk aslinya lebih cantik. Ikan-ikan yang biasa kami lihat di akuarium atau toko ikan ikut menghampiri. Indahnya fauna perairan Indonesia.
Setelah sejam snorkeling dan menjauh dari anak-anak, kaki saya terasa ada yang mencubit. Saya pikir, itu suami saya karena dia biasa usil. Kepala menengok ke belakang, di mana kaki melayang. Hmmm ... nggak ada siapa-siapa. OK. Meneruskan perjalanan snorkeling, aduhhh ... kaki serasa dicubit lagi. Ya, ampun, ikan hiu kah? Di pulau sebelumnya, ada anak ikan hiu macan yang berkeliaran di bibir pantai. Segera saya berenang sekuat tenaga ke arah pantai. Melarikan diri. Haaaa ... memang nggak ada siapa-siapa di belakang saya. Pasti tadi ikan!
Ughhhh, ternyata seru yang namanya snorkeling. Judulnya, meski sudah kepala empat nggak ada salahnya untuk mencoba. Bagaimana dengan Anda?(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H