Waktu di Indonesia, kami ini kontraktor. Ngontrak rumah sana-sini, pindah-pindah. Nggak punya rumah sendiri rasanya resah dan repotnya bongkar-pasang barang-barang rumah tangga dari satu rumah ke rumah yang lain. Saya yang seumur-umur waktu single, nggak pernah jadi anak kos, pernah mengeluh.
Suami saya mengingatkan saya; bukankah di Indonesia ini biasa? Banyak orang jadi kontraktor ketimbang mandiri. Oh, ya, suami saya pernah hidup apa adanya waktu jadi anak kos dengan wilayah kamar ukuran 4x4meter saja di Semarang Atas.
Prioritas Hidup: Beli Rumah!
Sampai suatu kali kami pindah ke Jerman dan ngenger di PMI (Pondok Mertua Indah). Sebenarnya, saya pengennyakami ngontrak ketimbang satu rumah sama mertua tapi karena suami anak tunggal dan memang lama di luar negeri, ya sudah tahun pertama itu saya ikut keputusannya. Nggak apa-apa lah ikut orang tua, sambil kami cari rumah yang lain.
Nggak terasa setahun berlalu, anak buah suami di kantor yang baru merekomendasikan sebuah rumah di daerah pegunungan dan hutan. Itu bukan rumah pertama yang kami tinjau di Jerman tapi satu-satunya rumah yang langsung bikin kami jatuh cinta. Nggak hanya filosofi rumah yang dipunyai almarhum pemiliknya tapi ternyata rumah itu sudah banyak yang nawar tapi nggak dikasih-kasih sama pewarisnya. Katanya, yang jual dan beli harus ada rasa.
Begitu suami mau beli langsung dikasih, psssst ... mana pakai utang 3 bulan alias bayarnya nanti tapi yang penting orang dan barang masuk duluan. Di Jerman seperti itu, layaknya mimpi di siang bolong. Aneh tapi nyata kami alami. Tuhan memang ada di mana-mana. Ketika kami memulai dari nol hidup di Jerman, semua jalan terbuka lebar.
Proses pembelian sangat mudah. Rumah dibeli atas nama kami berdua, di depan notariat dan dihadiri para pewaris. Sebagai orang asing, saya nggak dipersulit untuk memiliki properti karena semua orang punya hak yang sama. Kalau di Indonesia, orang asing pasti paranoia dulu "punya perjanjian pra nikah, nggak?", "setelah 20 tahun masih bisa dimiliki?"dan kecemasan lainnya.
Karena nggak punya uang, kami utang bank alias ambil kredit rumah. Pemerintah Jerman punya program khusus pendukung keluarga muda yang ingin punya rumah. Kesempatan itu kami manfaatkan. Ada dua bank yang kami hubungi dan hanya satu saja yang nyantol. Prosesnya juga nggak sulit, tinggal bikin janji, datang, wawancara dan menyerahkan persyaratan seperti slip gaji suami. Jadi.
Setelah uang dibayarkan kepada pewaris rumah, kami mencicil tiap bulan kepada bank tersebut. Suatu hari saat asuransi jiwa suami saya jatuh tempo, dibayarkan ke bank untuk memperkecil cicilan tiap bulan. Cara yang jenius! Mengapa? Supaya nanti jauh-jauh hari sebelum suami pensiun, rumah sudah lunas. "Rumahku istanaku", apa jadinya nggak punya rumah di negeri empat musim itu? Sehari-hari hidup sederhana bisa diatur. Nggak punya rumah? Brrrrr ....
Ya, begitulah kisah kami. Tercapai mimpi kami, membeli rumah dengan halaman dan kebun yang luas, balkon, teras dan pemandangan yang indah layaknya vila peristirahatan. Amboi, setiap hari serasa di tempat liburan! Meski kadang kami bergurau bahwa kadang rumah kayu bisa berderit "Dit, dit, dit ... kredit."
Keinginan membeli rumah ketimbang kontrak rumah itu setelah tahu pengalaman teman-teman Jerman di daerah kami yang kontrak rumah. Jika kos saja 250-400 (Rp.3.750.000-Rp6.000.000) per bulan, sewa Wohnung atau rumah seharga 600 (Rp 9.000.000) sampai ribuan euro sebulan, kalau beli rumah dengan kredit pakai uang yang sama, bukankah nantinya dapat bonus rumah jika sudah lunas? Kalau kredit dengan masa yang sama, ending-nya nggak bakalan punya rumah. Rugi.
Lagian, merawat rumah sendiri dibanding merawat rumah orang lain alias kontrakan itu beda. Ada cinta dan rasa memiliki yang ditaruh di rumah sendiri. Hati jadi lebih nyaman.
Jenius, Alternatif Pengelolaan Keuangan Anda
Di Jerman, ada acara TV yang menayangkan program keluarga yang kesulitan dalam mengatur keuangan. Suami-istri sudah kerja banting tulang, kok, duitnya tetap kurang. Tanya kenapa?
Seorang penasehat keuangan biasa dihadirkan di sana. Setelah dihitung uang masuk dan uang keluar, penasehat kasih saran apa saja dana yang bisa dipotong. Misalnya; pertama, mengganti minum cola dengan air putih. Selain lebih murah, lebih sehat. Kedua, mengurangi rokok sampai berhenti merokok, akan menambah dana rumah tangga sebesar puluhan bahkan ratusan euro. Rokok di Jerman sebungkus 5, kalau seminggu habis 1 bungkus, berarti hemat 20. Perokok berat silakan menghitung sendiri tambahan dana untuk keluarga. Ketiga, menghilangkan dana pembelian snack seperti chips, coklat dan permen. Selain nafsu makan jadi lebih baik, gigi jadi sehat, bukankah dananya bisa digunakan untuk keperluan lain. Membeli buah dan sayuran misalnya.
Nah, sekarang jamannya smartphone, jaman digital, orang lebih suka melakukan banyak hal dalam hidup dengan cepat dan mudah, hanya dengan ujung jari. Jenius hadir di Indonesia sebagai alternatif yang bisa Anda pilih dalam pengelolaan keuangan, tanpa harus hadir secara fisik di bank. Fitur Jenius mampu membantu Anda dalam mengatur keuangan pakai smartphone.
Jenisnya; In&out, Send it, pay me, save it, card center dan split bill. Lewat In&out,histori transaksi bisa diakses dengan ujung jari, seluruh transaksi bisa ditelusuri, pencarian lebih spesifik dengan filter transaksi.
Send ituntuk kirim uang dan bayar tagihan dengan aplikasi jenius $Cashtag(sesama pengguna) atau lewat norek, no telepon atau email. Pengiriman jadi cepat dan mudah.
Pay meadalah cara yang tepat untuk memerangi orang Indonesia yang pas ngutang manis-manis, begitu waktunya bayar utang baunya amis.
Pay meakan mengatur penagihan utang melalui $Cashtag, email atau no telepon.
Save it,nasabah bisa menabung dalam Flexi saver, Dream saver dan maxi saver. Masing-masing punya karakter sendiri, salah satunya adalah bunga 6,25% dan bisa diambil sewaktu-waktu.
Card center,pengendali kartu debit.Ada tiga jenisnya, e-card, m-carddan x-card.
Sebagai tambahan, Jenius terkoneksi dengan jaringan Visa seluruh dunia dan jaringan ATM Nasional. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi web site Jenius di www.jenius.com atau akun face book, twitter dan instagram.
Bagaimana, sudah ada gambaran tentang prioritas hidup, pengelolaan keuangan atau financial planning Anda dan apa itu Jenius? Kalau sudah, Anda jenius! Hmm, andai jaman dulu sudah ada smartphone dan Jenius, mungkin saja saya sudah beli rumah sendiri.
Salam sehat dan bahagia. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H