Sebuah iklan di TV Jerman mlipir di depan mata. Aihh, ada yang istimewa karena yang lewat itu adalah iklan sebuah produk baru teh “Origins“. Salah satunya yang bergambar pohon kelapa berlatar belakang warna ungu, diberi judul “Indonesia“.
Mata saya berbinar-binar memandangi iklan, sampai tak sadar, rupanya suami saya, yang kata pak Tjiptadinata ganteng itu, memperhatikan sang istri yang lagi terpesona. Uhukkk!
Nikmatnya Menyeduh Teh Indonesia di Jerman
Dua hari kemudian, datang paket.
“Nih, buk, hadiah untuk kamu...“ Sebuah karton warna coklat diulurkan tangannya yang mulai ramping berkat diet ketat. Iapun menyetir di sebelah saya.
“Apaan, ya?“ Merasa nggak beli atau pesan sesuatu, bilung. Meski bingung dan linglung segera membuka paket. Isinya? Wow, tiga kardus teh “Indonesia“. Satu kardus isi 20 kantong teh hitam. Yaelah, si bapak memang paling romantis. Pinter nyenengin istri yang suka kangen Indonesia. Diam-diam pesen on line, lho karena beli di toko terdekat belum beredar. Kirain main game doang waktu pegang ipad, pak. Ternyata ...
Nahhhhh, begitu sampai rumah teman, kami langsung ngeteh. Iya, teh yang baru saja dapet tadi. “Srrrrttt .. hmmmmm.“
Menyeduh teh Indonesia panas-panas di Indonesia? Sudah biasa.
Menyeduh teh “Indonesia“ di Jerman, panas-panas? Luar biasaaaa.
Mengapa?
Jujur. Kalau dibandingkan dengan teh hitam di tanah air, sekuat “Dandang“, “Sosro“, “Gopek“, teh “Teekanne“ seri “Origins; Indonesia“ di Jerman ini kurang kuat rasanya untuk ukuran orang Indonesia seperti saya. Untuk lidah Jerman seperti suami saya, sudah nendang laaaah. Ya, ampyuuuun, sampai nambah tiga gelassss.