Keempat, pasar digelar di sepanjang jalan Königstraße, jalan Jägerhofstraße, deket Seltenbach dan jalan Rathausstraße. Artinya, untuk mencari sesuatu yang diinginkan harus berjalan kaki agak jauh dari satu ujung ke ujung yang lain. Ingat, orang Jerman paling suka berjalan kaki. Olah raga murah meriah dan menyehatkan ini terlaksana, sembari belanja dan silaturahim tadi. Istilahnya, sambil menyelam minum soda. Sungguh sangat istimewa!
Begini gambaran pasar rakyat idaman Tuttlingen
Pasar Krempyeng di tanah air, mulai Subuh dan bubar bersamaan dengan terbitnya matahari pagi. Sedangkan pasar rakyat Jerman ini dimulai pukul 07.00-13.00. Ke pasar rakyat Tuttlingen harus berangkat pagi-pagi, takut pasar bubar dan barang habis.
Berjalan dari tempat parkir di tepi sungai Donau (Danube) menuju pasar, tangan saya tak lepas menggandeng tangan suami yang kekar. Sungai itu berujung dari Donaueschingen, tak jauh dari Tuttlingen dan mengalir ke 10 negara Jerman, Austria, Slovakia, Hongaria, Kroasia, Serbia, Bulgaria, Rumania, Moldavia dan Ukraina. Bayangkan, betapa luhur budaya pasar rakyat itu, lestari layaknya aliran sungai Donau. Sungai Donau pernah menyusut airnya tapi tak pernah kering. Benar, seperti gambaran pasar rakyat idaman Tuttlingen itu!
Nah, perbedaan yang kentara antara pasar rakyat Indonesia dan Jerman adalah kebersihannya. Kesan dari pasar rakyat Indonesia masih kotor, becek, tidak teratur dan bau. Berbeda dengan pasar rakyat Jerman yang bersih, sehat, kering, teratur dan tidak bau. Paling bau dari minyak Imbiss, stand makanan siap saji seperti makanan Turki (Kebab) dan makanan Vietnam (Chinese food).
Orang Jerman terkenal tidak membuang sampah sembarangan. Kalau dilakukan studi pasti adalah orang Jerman yang serampangan. Hanya saja, penempatan sampah pada tempatnya (yang plastik ke plastik, yang bio ke bio, yang kertas ke kertas) sudah otomatis dilakukan dalam kehidupan. Begitu pula di pasar rakyat Jerman. Istilahnya, meludah saja, orang tidak berani! Bukankah air ludah itu alami? Tetap saja, tidak dibuang sembarangan!
Belum lagi soal keteraturan. Jajaran stand masing-masing penjual tidak sembarangan. Kerapian akan sangat terlihat dari pasar rakyat Jerman. Tak harus melulu dengan tenda berwarna sama, berwarna beda pun tetap rapi.
Ada lagi soal kesehatan. Ada petugas yang memeriksa barang-barang yang dijual. Apakah sudah kadaluwarsa, apakah tidak memenuhi standar kesehatan masyarakat Jerman dan seterusnya. Pembuangan barangnya juga tidak begitu saja. Ada dendanya! Efek jera bagi penjual yang mau untung sendiri dan mencelakakan pembeli. Sungguh sangat tidak terpuji, makanya harus dihindari.
Pasar Rakyat Jerman mampu bersaing sehat dengan mal
Karena lama tinggal di Jerman, saya pikir, pasar rakyat Jerman patut menjadi contoh sebagai pasar rakyat idaman. Pasar yang memang tidak diselenggarakan setiap hari itu mampu menghipnotis penjual dan pembeli untuk bergairah menjalankan roda ekonomi.
Pasar rakyat Jerman juga mampu menunjukkan kelasnya, mampu bersaing sehat dengan mal. Tak ada istilah “toko swalayan atau mal mematikan pasar rakyat“ atau sebaliknya. Pasar rakyat dan toko swalayan atau mal di Jerman justru berjalan seiring dengan jaman. Bukankah itu bagus?