Beberapa waktu yang lalu, kami membahas “Frauensprache-Männersprache“, bahasa perempuan dan bahasa laki-laki. Guru bahasa Jerman kami yang pensiunan guru Gymnasium di kota sangat antusias mengajak kami untuk mengupasnya hari itu. Kami sama-sama mendengarkan percakapan dua ahli bahasa (laki-laki dan perempuan) bersama pewawancara, dari CD. Ditemukan beberapa catatan antara lain:
1. Laki-laki dan perempuan memiliki tendensi berbeda bahasa.
Contoh, suatu hari seorang ibu kos berkata kepada anak kosnya, “Wah, bunga di dalam ruanganmu layu. Sepertinya ia kekurangan air.“ Atau bisa juga dalam contoh bahasa Jerman (“Man müsste mal die Blumen gießen“ atau “Die Blumen müssten mal gegossen werden“).
Dasar anak kos, laki-laki lagi. Ia menjawab, “Wah, iya. Aku seminggu banyak ujian, nggak ada waktu. Sekarang aku malas mengerjakannya.“
Harapan ibu kos bahwa bunga itu segera disiram, tidak terkabulkan. Seharusnya, bahasa ibu kos yang disarankan adalah, “Tolong, sekarang kamu siram bunga di dalam ruanganmu. Sayang kalau nanti mati.“ Dalam bahasa Jerman bisa mak jleb (“Gieß doch bitte die Blumen!“, “Gießt die Blumen“, “Du sollst jetzt endlich die Blumen Gießen“ atau “Du gießt jetzt die Blumen!“). Dijamin anak kos akan menyiramnya, kalau tidak, suruh kos tempat lain saja atau pindah ke hutan! Malas, dipiara. Huh.
Saya ngakak ketika Pak Guru bilang begitu. Kemudian saya mengemukakan pendapat bahwa bahasa saya dan suami (yang seatap, sekasur, sehati, senasib-sepenanggungan) juga kadang beda. Belahan jiwa saya itu memang termasuk super rajin dibandingkan suami-suami teman-teman saya tapi ya, gitu, kalau tidak disuruh ya... tidak dikerjakan. Kalau hanya rasan-rasan atau ngomong-ngomong biasa, tidak akan ada tindakan. Kalau ada permintaan atau menyuruh, akan terjadi sesuatu. Maksudnya, harus ada bahasa perintah langsung tanpa tedeng aling-aling, seperti ibu kos kepada anak kos tadi.
Misalnya, “Wah, Pak, seharusnya hiasan natal ini sudah ada di gudang ya. Ini, kan sudah bulan Januari.“
Diperbaiki dengan, “Pak, tolong dibantuin angkat hiasan natal ke gudang, ya?“
Bagaimana dengan pengalaman Kompasianer?
2. Jika terlibat sebuah percakapan, perempuan yang biasanya paling sering memotong pembicaraan.
Hahaha. Merasa tersenggol sampai kejlungup. Iya, ya. Suami saya selalu bilang, ngomong sama kamu payah. Suka memotong pembicaraan.