Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tiga Alat Elektronik Pendukung Perjalanan Traveling Saya

9 Desember 2016   21:12 Diperbarui: 10 Desember 2016   03:35 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari kastil Hohentwiel, Singen (dok. Gana)

Bukit Karpfen (Dok: Gana)
Bukit Karpfen (Dok: Gana)
Bagi saya, traveling sudah jadi sebuah kebutuhan istimewa. Memiliki rutinitas yang harus dijalani, tentunya sekali-kali butuh variasi, supaya hidup beratap pelangi. Sekali kebutuhan itu terpenuhi, rasanya selangit. Tak harus mahal untuk jalan-jalan di Jerman. Tinggal di daerah yang dikelilingi hutan dan gunung, obyek wisata alami itu sudah tersedia di depan mata dan siap untuk dikunjungi semaunya. Mengabadikan perjalanan layaknya di negeri dongeng? Bisa!

Bagaimana dengan perencanaan kapan acara jalan-jalan dimulai? Punya anak yang sekolah kan repot kalau mau diajak jalan? Oh... Masalah waktu nyaris tak pernah ada. Pemerintah Jerman sangat memperhatikan anak-anak, sampai setahun liburnya empat kali. Iya setiap musim! Di daerah kami, dimulai dari 2 minggu di musim dingin bertepatan dengan natal dan tahun baru, 2 minggu libur musim semi, 6 minggu pada musim panas pasca kenaikan kelas dan 1 minggu musim gugur. Belum lagi 12 hari libur nasional, Brückentag aka harpitnas dan libur Sabtu-Minggu. Merencanakan acara jalan-jalan bersama mereka menjadi lebih longgar.

Kok, jalan-jalan terus. Kenapa? Sebab tetap ada hikmah jalan-jalan bagi saya:

1. Mensyukuri nikmat Allah.

Berada di rumah sebenarnya sudah seperti di tempat liburan. Keluar balkon, bisa menatap gereja yang dibangun abad ke-17 dengan latar belakang hutan dan sebelah kanannya, bukit Lupfen. Berada di teras, mata dimanjakan dengan hamparan bukit Karpfen yang mirip tempatnya Teletubis. Begitu pintu utama rumah dibuka, pohon- pohon cemara Blackforest berjajar di sana. Menengok ke kanan, ada kandang kambing. Bahkan pernah ada kambing asli Indonesia. Sayang sudah disembelih karena nakal, tukang seradak-seruduk kambing lain. Dulu ada juga 5 kuda di depan rumah, tepat di depan garasi. Sekarang pemiliknya pensiun, semua dijual. Indah sekali ciptaan Tuhan!

Bagaimana dengan saat liburan jauh dari rumah? Tambah kagum. Menatap danau Platensee Di Hongaria yang lebih rendah datarannya dari rumah kami, meniti sungai Rhein di Jerman dengan Stockerkhan si perahu bercadik, naik kapal besar di perbatasan Jerman-Swiss-Austria, atau bermain air,  pasir dan ombak di pesisir pantai Bandengan, Indonesia. Itu jadi hal-hal luar biasa yang menuai tanya; siapa gerangan yang menciptakan semua?

Naik Stockerkhan (dok.Gana)
Naik Stockerkhan (dok.Gana)
2. Menyadari kemajuan manusia.

Masuk museum tak hanya ditawari hal-hal jadul yang tidak kekinian. Ada jejak menuju kemajuan yang tersimpan di sana. Misalnya di museum Porsche Stuttgart, Jerman. Di sana kita tahu perkembangan mesin dan desain mobil itu dari waktu ke waktu, iya dari pertama kali penuh kegagalan dan saat ini. Juara. Sadar, manusia memang tak pernah jemu dari kata "puas".

Ada perasaan berada di film Quantum Leap ketika  beli tiket lalu naik lift di menara TV Fernsehturm di Stuttgart (yang usianya sudah 60 tahun). Ketinggian 217 m itu bisa dicapai dalam waktu sekejap saja.

Begitu pula saat jalan-jalan ke kota besar. Sangat terlihat perkembangan transportasi Jerman. Semakin terasa dengan menumpangi kereta cepat ICE. Dari Tuttlingen ke Frankfurt hampir sama dengan perjalanan pakai mobil. Tiga jaman!

Pernah dengar percobaan kereta api cepat bawah laut di Uni Emirate Arab atau di jalur Swedia-Denmark? Lain kali anak cucu kita bisa piknik ke Mars atau bulan ...

3. Kembali semangat beraktivitas setelah relaks traveling.

Perjalanan terakhir saya sebelum menulis artikel ini adalah ke Indonesia pada Oktober lalu. Dua minggu di sana, serasa lepas beban jenuh rutinitas sehari-hari di rumah Jerman. Meski tidak selalu jalan-jalan ke tempat wisata, melainkan promosi buku dan pameran di berbagai kota, saya merasa puas. Saya temukan lagi semangat untuk menjalankan tugas. Kangen rutinitas! Iya, kembali ke Jerman dengan baterai sudah diisi di tanah air. Baterry made in Indonesia.

4. Menerapkan hidup hemat

Namanya jalan-jalan, pasti butuh dana segar bukan kredit macet. Mulai dari tiket, akomodasi dan konsumsi. Kalau sudah tahu anggarannya menggelembung, apa kiatnya? Hemat! Sebelum, selama dan sesudah perjalanan itu.

Sebelumnya, saya biasa memotong dana kebutuhan sehari-hari. Beli yang perlu dan penting saja. Kalau ada yang murah, tak perlu yang mahal.

Selama dalam perjalanan, mencari transportasi termurah. Kalau perlu dan memungkinkan, jalan kaki! Makan dan minum tak harus selalu di restoran. Masak sendiri, penjual keliling atau warungan, boleh juga dicoba. Menginap juga tidak wajib di hotel. Mengunjungi orang tua, saudara kandung, sanak famili dan teman adalah alternatif akomodasi selama perjalanan di dalam maupun luar negeri. Selain berhemat, terjalin tali silaturahim, bukan?

Kemudian, sesudah perjalanan, meneruskan kebiasaan hemat membelanjakan uang. Misalnya barang tak harus bermerk tapi pas, kualitas bagus dan nyaman. Ingat, acara jalan-jalan belum selesai. Belum apa-apa.

5. Menjaga kesehatan

Traveling dengan backpack, saya yakin berat tapi menyehatkan. Kaki akan bergerak hingga peredaran darah di dalam tubuh lancar. Pantat juga semoga dijauhkan dari penyakit ambien akibat terlalu banyak duduk.

Jalan-jalan di alam seperti hutan, sangat kami sukai. Selain udara segar yang terhirup, menikmati pepohonan hijau membantu saya yang minus untuk menajamkan mata dengan warna alaminya. Telinga yang dijauhkan dari polusi suara melainkan melodi indah kicauan burung, sungguh merasuk kalbu. Musim panas akan memberi kesempatan kita untuk berjalan tanpa alas kaki di permukaan hutan. Sentuhan kulit dengan kayu, batu dan dedaunan tua di Barfusspark (taman khusus tanpa alas kaki) Jerman, sungguh sensasional.

Kesehatan itu memang nomor satu. Kalau punya uang tapi sakit, jadi tak bisa jalan-jalan. Makanya, ada motivasi besar untuk menjaga kesehatan supaya bisa jalan-jalan. Bagaimana?

6. Keluarga harmonis dan kompak

Kalau jalan-jalan sekeluarga, kami suka bergandengan. Kadang repot kalau jalannya sempit. Pagar tangan buatan kami sekeluarga, panjang! Untuk mempermudah, kadang harus dipotong jadi dua.

Senang sekali rasanya di Jerman,  pasangan lansia tetap bergandengan di mana-mana. Usia tidak menyurutkan rasa sayang dan cinta. Yang lebih muda, tidak boleh kalah. Kemesraan tidak selalu identik dengan hal-hak negatif. Sah kalau sedang jalan-jalan, kami gandengan karena sudah suami istri. Jika berkeringat karena matahari menyengat, kami ganti pegang kelingking. Idih.

Kekompakan akan terasa saat menaiki sebuah gunung. Siapa yang jalan paling depan atau paling belakang? Siapa yang harus membawa tas punggung? Siapa yang harus menunggu kalau ada yang ketinggalan, gara-gara jalannya lelet?

Tak jauh berbeda dengan perjalanan ke atas kastil Singen, Jerman misalnya. Kadang ada anak yang merasa putus asa karena tidak sampai-sampai juga perjalanannya. Ya, sudah, kalau masih kecil, bisa dipanggul, gendong atau ditarik. Jika tidak memungkinkan, semua anggota tim berhenti di satu titik, untuk istirahat sejenak. Perjalanan diteruskan jika rasa lelah anak sedikit hilang dan semua setuju untuk lanjut.

Pemandangan dari kastil Hohentwiel, Singen (dok. Gana)
Pemandangan dari kastil Hohentwiel, Singen (dok. Gana)
7. Memiliki kenangan dan sejarah.

Tahun depan adalah 11 tahun saya berada di negeri sosis. Jika melihat foto yang disimpan dalam folder foto di server, kenangan manis, pahit, getir perjalanan mengunjungi tempat-tempat wisata, seperti kilas balik bermain di layar otak.

Saya tidak akan tahu tempat bagus dan tidak bagus kalau tidak pernah jalan-jalan. Siapa tahu, kalau sudah punya cucu-cicit, tempat wisata itu tetap menarik dan bisa diceritakan kepada mereka?

"Di Antalya, Turki, oma Gana pernah hampir saja kehilangan notebook sebanyak dua kali.  Untung pihak bus dan maskapai masih menyimpannya...."

Atau ...

"Dulu, oma Gana pernah duduk di atap bus di Nepal. Perjalanannya jauh dari satu kota ke kota lainnya. Sereeem, kanan dan kiri jurang, jalannya sempit!"

8. Menghasilkan buku.

Jika dokumentasi sudah ada, rugi kalau tidak dibagi dan tidak dibukukan. Senang sekali catatan perjalanan saya bisa menghasilkan "Exploring Germany" dan segera beredar, "Exploring Hungary" dan masih banyak buku-buku wisata lainnya yang sudah siap untuk dicarikan penerbit. Ayo, susul selagi bisa!

Ehem. Tujuan menulis buku tidak selalu demi keuntungan finansial, meski orang hidup pastilah butuh uang. Ingat, jika tidak pernah menulis, saya akan mudah lupa karena kapasitas otak orang beda-beda dan tanpa kehadiran tulisan saya, orang gampang melupakan. Kalau saya mati, tulisan tetap abadi.

Lagian, lupa memang tidak seru. Yang seru, ya hikmah yang bisa dipetik tadi.

Exploring Germany dan Exploring Hungary (dok. Gana)
Exploring Germany dan Exploring Hungary (dok. Gana)
Ada lagi satu hal yang selalu saya perhatikan saat jalan-jalan: bawa backpack selama traveling.

Jalan-jalan jadi aktivitas yang sangat saya sukai sejak umur 18 tahun. Sekarang sudah jadi ibuk-ibuk, boleh dong tetap jalan-jalan. Jangan sampai dianggap kurang piknik hanya karena berkutat dengan dapur, kasur dan sumur saja setiap harinya.

Oh ya. Memang ramai dan heboh jalan dengan keluarga. Kayak lenong rumpi. Sebenarnya, paling menantang  kalau travel sendiri. Semua bisa diatur dan dihadapi sendiri. Rupanya dengan bergulirnya waktu, sangat tidak mungkin untuk selalu jalan-jalan sendiri. Kadang tidak tega. Ah, ibuk-ibukkk, kadang "me time" memang perlu tapi kalo kebanyakan semoga keluarga tetap diperhatikan, yaaaa.

Hmmm... Jalan-jalan. Meskipun ibuk-ibuk, saya paling nggak suka pakai tas cangklong, tas perempuan yang digantungkan di salah satu pundak. Cantik dan indah dipandang tapi bukan "saya banget". Selain tidak praktis, dalam perjalanan mengunjungi tempat-tempat wisata mulai dari dalam kota sampai gunung, sungguh tidak nyaman. Melorot terus dan memang tidak seimbang. Kadang, linu di salah satu pundak malah.

Pasti dong, pilihan ada pada backpack alias tas punggung. Selain letaknya di punggung (bisa juga dibalik, di dada), dengan dua tali pengait di pundak kanan dan kiri, ruangnya bisa muat banyak. Kadang ada kantong di samping kanan dan kiri, bisa untuk botol minuman dan payung, misalnya. Di atas semuanya, saya mudah bergerak saat traveling dengan tas punggung ketimbang tas tangan perempuan atau model selempang.

Nah, ribut soal pilihan tas punggung, sebenarnya, apa dong, isinya?

Paling utama, harus ada makanan dan minuman. Namanya juga ibuk-ibuk, mikir keluarga. Kalau beli bisa, sih tapi tetep mahal. Sedia gudang sebelum tongpes. Kata suami saya, "...bawa kasur lipat sekalian." Bisa saja ....

Yang kedua adalah tisu kertas. Di Jerman, apapun merknya, tetap disebut tempo karena itu merk tisue pertama yang dikenal orang. Sama halnya dengan semua angkota di Semarang yang disebut Daihatsu padahal merknya lain misalnya Mitsubishi atau Honda. Tisu itu hygenis. Di baliknya, sebenarnya kurang ramah lingkungan karena sekali pakai saja tapi tetap asli praktis selama perjalanan. Apalagi yang punya anak kecil, yang selalu dekat dengan kata; kotor atau belepotan.

Ketiga, lipstik. Traveler kok dandan? Boleh dong. Saya nggak mau travel tapi kucel, harus tetep ceria meski belum mandi. Asal pakai lipstick tidak seperti yang nongol di Youtube; seduh sup-pakai lipstick, seduh sup-pakai lipstick. Yang itu keterlaluan.

Warna merah jambu atau oranye pada bibir, saya percayai bisa membuat wajah cerah dalam perjalanan. Apalagi yang ada mousturizer, pelembabnya, biar tidak kering.

Keempat, dompet. Dompet harian yang gedenya segaban, saya ganti dengan yang lebih kecil dan tipis, asal mampu diisi; uang receh, beberapa lembar uang, kartu ATM, SIM dan kartu kredit. Demi keamanan, diletakkan paling bawah dan agak tersembunyi.

Selain tas punggung apa lagi yang harus saya bawa selama traveling?

Peralatan elektronik!

1. Kamera DSLR

Masih ingat betul. Kamera jadul punya bapak dengan roll film, saya bawa ke wisata SMA ke Bali dan ke luar negeri, Philippina. Waktu kerja, duitnya habis untuk jalan-jalan dan membiayai kuliah, jadi memang belum pernah terpikir beli kamera.

Belakangan, waktu pacaran, dihadiahi pocket kamera dengan 5 megapixel karena tahu saya suka motret. Muncul rasa kasihan karena saya membidik gambar dengan kamera jadul, barangkali.

Lalu ganti kamera dengan 12 megapixel. Hasil jepretan saya gunakan untuk pelengkap artikel blogging, membuat buku dan menyelenggarakan pameran di Jerman dan Indonesia.

Belakangan, beralih ke kamera canon EOS500D 15 megapixel yang masih berfungsi sampai hari ini. Kapan itu pernah juga rusak shutternya dan berhasil direparasi berdua dengan suami.

Kamera Spiegel Reflect atau refleksi ini, waktu itu dibandrol 500€ an belum termasuk kamera extra, tele. Tahun ini harga komplit, 200€ an sudah boleh (sekon di Jerman).

Keunggulannya bisa membuat video HD dan foto dengan kualitas jernih. Temen-temen yang suka intip youtube akun saya, kadang tidak percaya kalau film yang dilihat adalah hasil dari kamera film bukan kamera khusus video. Kartu yang saya pakai SDHC kelas 10 yang 16 GB dan 32 GB. Kartu yang salah akan mempengaruhi kualitas video, terputus-putus. Kamera bisa disetting otomatis, tinggal diletakkan di tempat yang tepat, dipencet lalu berlari. Ini penting, jika tidak ada orang yang dimintai tolong untuk mengambil gambar.

Kelemahan bawa kamera ini, selain berat, tidak bisa bebas. Tangan saya biasa diganduli dua anak gadis, belum lagi tangan suami yang suka menunggu gandengan. Huh, mau ambil gambar jadi tidak mudah. Harus buka sarung tasnya, membuka tutup lensa, membidik lalu memencet tombol klik. Tangan yang lain dipegangi orang.

Nah, untuk melengkapi kamera, jangan lupa alat pembersih. I discovery cleaning kit seharga 99.000 juga tersedia di Electronic City. Barangkali saja kamera kena debu atau pasir bahkan serpihan dedaunan selama traveling dan harus segera dienyahkan sebelum terjadi hal yang fatal.

Kamera Canon EOS500 sudah lama jadi menurut saya pasti tidak ada stok di Electronic City. Jangan khawatir, Electronic city menawarkan beragam jenis dan merk kamera baru. Begitu pula Canon. Waktu bapak saya ultah, saya haturi kado canon digital still camera black PSSX420IS, yang di Electronic City seharga 2.599.000. Hasilnya bagus, kok. Lebih ringan dari kamera lama saya itu karena lebih kecil ukurannya.

Karena kamera DSLR biasanya mahal, saya bawa tas khususnya sebagai pelindung.  Ada orang yang memilih tas kamera besar, saya pilih yang kecil model segitiga saja. Itu pun yang bisa dicuci, bahannya ramah dan aman mesin cuci dengan panas maksimal 30 derajat C. Bagaimana dengan milik Kompasianer?

Menyandang kamera DSLR, difoto pakai Iphone 6S (dok. Gana)
Menyandang kamera DSLR, difoto pakai Iphone 6S (dok. Gana)
2. Smartphone

Smartphone pertama yang pernah saya pegang adalah XDA harga 8 jutaan. Teknologi dan touchscreen dengan pensilnya lucu, mengungguli joystick Nokia yang pernah marak kala itu. XDA jadi teman traveling juga. Kalau melihat hasil gambarnya di folder lama, tentu sangat beda dengan gambar yang diambil Iphone 4S atau 6S. Generasinya beda. Sekarang saya sudah puas dengan teknologi Iphone 6S, eeee....manyun gara-gara rilis  Iphone7 dengan dobel kamera depan dan belakang, membuat hasil foto lebih jos dari kamera EOS punya saya. Jernih dan tajam! Luar biasa. Belum lagi suara stereonya dan ...tahan air! Wow.

Bagaimanapun, harus bersyukur punya smartphone daripada tidak ada. Saya masih temukan nilai praktis selama menggunakan Iphone 6S dalam perjalanan. Foto- foto bisa segera saya upload di semua media sosial seperti facebook, twitter dan instagram. Sayangnya untuk melengkapi postingan artikel di Kompasiana, harus dikecilkan dulu ukurannya biar bisa diterima. Sedangkan untuk menulis review di blog wisata dunia seperti Tripadvisor, gambar yang berkualitas dari kamera smartphone itu bisa diupload langsung sebagai pelengkap.

Kamera Iphone 6S juga asyik buat wefie, sayangnya selalu saja lupa bawa Tongfish! Akibatnya tangan yang diangkat tinggi-tinggi dan terlalu lama, sering kram karena berusaha ambil gambar sebatalyon. Sambil pasang aksi, satu tangan pegang HP, tangan lain memencet tombol klik. Kalau tidak kuat pegangannya, gambar bisa goyang. Pakai tongkat lebih stabil.

Kerepotan lainnya adalah, meski bisa memanggil siri untuk membuka kamera tetap saja harus ada prosesi memencet HP dan suasana ramai akan membuat Siri tidak melakukan perintah kita. Terlalu banyak suara! Siri tak mampu mendeteksi dan tak mau melaksanakan perintah.

Sekedar info bagi yang tetap tertarik dengan smartphone Apple sejenis, ada Iphone 6, saya intip di Electronic City online ada stok 16GB, warna abu-abu dan dibandrol Rp 9.399.000,00. Yang belum, silakan mencoba.

3. Tablet

Tablet memang praktis untuk dibawa selama traveling. Ukuran tidak sebesar dan seberat laptop tapi fungsinya sama. Makanya, saya pilih Ipad. Ipad yang lama memang sama besarnya dengan yang terbaru, hanya saja beratnyaaaaa yang model jadul. Meski berat, saya tetep pakai karena toh masih bagus dan ok untuk kerja. Pasalnya, saya suka nulis perjalanan dengan note. Kalau ditunda sampai rumah dan ingin menuliskannya di laptop pasti lupa. Jika ditulis di kertas, biasanya sampai rumah, "ini bacanya bagaimana?" Maklum, tulisan cakar ayam. Itulah sebabnya, Ipad selalu saya bawa dalam perjalanan. Karena digunakan setelah jalan-jalan, khususnya pada malam hari, Ipad biasa saya tinggal di dalam mobil, penginapan atau hotel. Selain tidak ada waktu untuk menggunakannya, takut rusak di dalam tas punggung. Bisa karena air minum, hujan, tergencet benda keras dan perkara lainnya.

Ipad saya beri sampul dari bahan Polycarbonat, mirip punya Electronic city yang model Case Logic ipad Case Pink FSI 1095 PHLOK/PK seharga Rp 549.000,00 itu.

Selain untuk menulis, ipad juga bisa ambil video dan diolah sekalian karena ada program mudah seperti Imovie.

Kadang ketika berada di dalam ruangan, saya mengambil gambar dengan kamera Ipad. Misalnya gara-gara batere HP atau kamera habis. Hah, nggak berat dan kegedean angkat-angkat untuk mengambil foto? Sekali-kali tidak apalah....

Keuntungannya, foto bisa diedit dengan picaso, phototoscetch, miframe atau instagram dan lainnya. Baru diupload ke media sosial seperti FB, Twitter, Instagram bahkan Kompasiana.

Nah, itu tadi alat elektronik yang tak pernah ketinggalan saya bawa selama traveling di dalam maupun di luar negeri. Kalau saya ke Indonesia sudah luar negeri karena tinggalnya di Jerman. Jika pergi ke Bremen, Berlin, München, Stuttgart, Frankfurt dan sejenisnya, itu baru dalam negeri. Lucu tapi nyata.

Teman-teman kompasianer, alat-alat itu pula yang mendukung saya untuk mewujudkan impian mendokumentasikan perjalanan 10 tahun di Jerman dalam "Exploring Germany" terbitan Elexmedia, Februari 2016 dan segera "Exploring Hungary". Yup, luar biasa dan bermanfaat memang ketiga alat elektronik pendukung traveling saya itu. Bagaimana dengan alat elektronik favorit Kompasianer selama perjalanan traveling?

***

Aduh, dari tadi ngomongin soal alat elektronik pendukung traveling. Jadi ingin lihat-lihat perkembangannya di tanah air. Di Jakarta rupanya sudah lama ada Electronic city. Toko khusus barang elektronik pertama di Indonesia itu sudah berusia 15 tahun. Sebagai toko elektronik terbesar dan terlengkap di tanah air, Electronic City menempati lokasi strategis dengan lebih dari 60 toko seperti di Jakarta; EC SCBD, EC Bintaro dan EC Botani. Kota besar lainnya yakni Bandung, Bogor, Solo, Kuta, Magelang, Medan, Pontianak, Pekalongan, Yogyakarta dan masih banyak lainnya.

Mengapa berbelanja di Electronic City?

Pertama karena memiliki premium service EC 24-hour repair, ada layanan 24 jam reparasi. Jika barang rusak dan masih ada garansi, teknisi mereka akan mengunjungi  Anda dalam waktu maksimal 6 jam dari permintaan dan memberikan opsi peminjaman unit pengganti selama perbaikan. Ingat call center mereka di 1500032 atau SMS dan Whatsapp di 08118500032 (setiap hari, 10.00-22.00), BBM ASKECI atau Email customer@electronic-city.co.id.

Kedua, punya premium service: EC Service contract untuk menghindari repot dan lupa, EC melakukan perawatan dan cuci AC ke rumah Anda secara berkala. Sedia payung sebelum hujan. Jangan menunggu sampai alat elektronik rusak alias maintenance adalah langkah bijak.

Ketiga, ada premium service: EC express. Usai melakukan pembelian barang elektronik dan pembayaran diterima, EC akan melakukan pengiriman dan pemasangan unit tercepat ke alamat yang ditunjuk dalam waktu maksimum 6 jam.

Masih banyak keuntungan berbelanja di EC seperti pengiriman gratis ke alamat yang dituju, tidak menambah 3% bea tambahan, asuransi gratis dari bencana banjir, asuransi gratis dari bencana kebakaran, proteksi dari kesalahan teknis barang selama 14 hari, tukar tambah, garansi kualitas harga dan tetap asyik, bisa beli via online.

Dengan setidaknya tiga keunggulan berbelanja di sana, pantas kalau Electronic City masih jadi pilihan masyarakat di tanah air. Selamat ulang tahun ke-15 Electronic City, semoga laris dan sukses. Tak terasa 15 tahun Melayani Anda (para konsumen).

Kompasianer sudah ke sana? Saya belum, tapi sudah mengunjungi EC On line dari Jerman.

Selamat berbelanja di EC dan memborong alat elektronik pendukung traveling Anda. Selamat traveling bersama Electronic city. (G76).

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun