Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[FITO] Ingkar

24 Agustus 2016   16:10 Diperbarui: 25 Agustus 2016   03:54 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Aku menggugah gairah. Para tamu sebuah pesta milik tuan Van den Bergh di puri berdinding batu bata merah itu melepas tawa, sembari terhuyung-huyung menjunjung ramuan whiski berkadar tinggi.

Seorang pria, importir rokok yang menyewaku, hampir saja meraih badanku. Aku berkelit. Sinar kulit coklat dan rambut hitam panjangku, mengkilat. 

Lagi, lagi dan lagi! Buangan euro terserak di atas lantai sekitar setang panjang, tumpuan kedua kaki dan badanku yang meliuk-liuk seksi.

Setang kebahagiaan semu vs pepohonan yang sekarat nyata.

“Terima kasih, tuan-tuan.“ Kukecup tiga jemari dan meniupnya dengan bibirku yang merah, bukan abu-abu seperti warna musim gugur di luar sana. Kepulan fatamorganaku, membuat para tamu makin menggila.

***

Aku tak juga jera, menebar goda, menjerat nafsu para pria.

Pesta kali ini, digelar di sebuah kapal pesiar milik salah satu teman baik dari tuan Van den Bergh.

Pendaran lampu di temaram malam dan riakan perairan di Sylt, sebuah pulau milik orang-orang kaya, mencipta suasana yang luar biasa romantis.

Hai, ini aku, perempuan yang membawa para pria menikmati surga dunia.

Namaku? 

Nyai Nirwana!

***

Secangkir kopi, sepiring buah-buahan dan sebuah koran tergeletak di meja kamar hotel. Kiriman yang dipesan tuan Van den Bergh untukku, setiap pagi.

Kuhirup kopi Arabica dalam-dalam.

“Uhukk“ Aku tersedak! Di salah satu halamannya, ada reportase perjalanan wartawan Jerman ke Semarang. Ia bertemu seorang tukang sampah. Tuhan, wajah yang kukenal!

“Ninik, kalau kamu sudah selesai jadi Au pair Mädchen nanti, cari kerja yang bener. Gaji nggak perlu gede asal halal. Emak nggak bisa kirim duit tapi bisa ngasih nasehat dan titip doa sama Allah.“ Pesannya di bandara Ahmad Yani, senja itu.

Badanku gemetar.

Mataku berkaca-kaca.

Kupandang langit, “Maafkan aku, mak. Aku ... ingkar janji!“ (G76).

NB: Au pair Mädchen, program satu tahun bagi remaja umur 18-25 tahun untuk belajar bahasa dan budaya bangsa lain di seluruh dunia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun