Aku menggugah gairah. Para tamu sebuah pesta milik tuan Van den Bergh di puri berdinding batu bata merah itu melepas tawa, sembari terhuyung-huyung menjunjung ramuan whiski berkadar tinggi.
Seorang pria, importir rokok yang menyewaku, hampir saja meraih badanku. Aku berkelit. Sinar kulit coklat dan rambut hitam panjangku, mengkilat.
Lagi, lagi dan lagi! Buangan euro terserak di atas lantai sekitar setang panjang, tumpuan kedua kaki dan badanku yang meliuk-liuk seksi.
Setang kebahagiaan semu vs pepohonan yang sekarat nyata.
“Terima kasih, tuan-tuan.“ Kukecup tiga jemari dan meniupnya dengan bibirku yang merah, bukan abu-abu seperti warna musim gugur di luar sana. Kepulan fatamorganaku, membuat para tamu makin menggila.
***
Pesta kali ini, digelar di sebuah kapal pesiar milik salah satu teman baik dari tuan Van den Bergh.
Pendaran lampu di temaram malam dan riakan perairan di Sylt, sebuah pulau milik orang-orang kaya, mencipta suasana yang luar biasa romantis.
Hai, ini aku, perempuan yang membawa para pria menikmati surga dunia.
Namaku?
Nyai Nirwana!
***
Kuhirup kopi Arabica dalam-dalam.
“Uhukk“ Aku tersedak! Di salah satu halamannya, ada reportase perjalanan wartawan Jerman ke Semarang. Ia bertemu seorang tukang sampah. Tuhan, wajah yang kukenal!
“Ninik, kalau kamu sudah selesai jadi Au pair Mädchen nanti, cari kerja yang bener. Gaji nggak perlu gede asal halal. Emak nggak bisa kirim duit tapi bisa ngasih nasehat dan titip doa sama Allah.“ Pesannya di bandara Ahmad Yani, senja itu.
Badanku gemetar.
Mataku berkaca-kaca.
Kupandang langit, “Maafkan aku, mak. Aku ... ingkar janji!“ (G76).
NB: Au pair Mädchen, program satu tahun bagi remaja umur 18-25 tahun untuk belajar bahasa dan budaya bangsa lain di seluruh dunia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H