***
Bagaimana? Asyik sekali membayangkan tradisi Jerman mengantar anak pada hari pertama sekolah bukan? Tak perlu ada himbauan pejabat tinggi untuk melakukannya, semua sudah lancar terlaksana tahun demi tahun atas kesadaran sendiri-sendiri dari tiap keluarga dan perhatian dari tempat orang tua bekerja. Mungkin di tanah air akan berbeda (ada pro dan kontra) karena negeri kita tampaknya masih punya masyarakat yang penting perut terisi, sedangkan Jerman masyarakatnya kebanyakan mengutamakan kesejahteraan (lahir dan batin), jadi konsep pemikirannya lebih dari soal asap dapur saja. Soal anak sebagai penerus masa depan itu sangat utama! Mari tanggapi positif surat edaran bapak mendikbud. Niat baik beliau yang ingin memediasi masalah-masalah yang muncul beberapa waktu terakhir di tanah air, seperti aduan orang tua terhadap tindakan keras guru dan seterusnya. Jika hubungan orang tua dan guru di sekolah sudah terjalin sejak awal, bukankah hal-hal tersebut bisa diantisipasi untuk tidak terjadi lagi di masa mendatang? Interaksi itu akan menjadi pendukung dasar yang positif. Pihak sekolah (kepala sekolah dan guru-guru) juga akan merasa terbantu sekali dalam mendidik anak-anak, karena mereka tidak sendiri.
Baiklah. Ini bukanlah mimpi di siang bolong bagi Indonesia, jika semua pihak ikut mendukung. Mungkin mbabat alasnya, harus butuh himbauan pejabat penting macam pak Anies Baswedan, barangkali awalnya harus ada tekanan agar ijin dari tiap perusahaan/kantor untuk memberikan kesempatan anak buahnya mengantar anak ke sekolah alias absen sekian jam kerja, turun. Toh proses antar hanya 1-2 jam saja. Pasti bisa! Suatu hari jadi tradisi tanpa paksa. Tradisi ini pasti bisa subur. Seperti tanaman, ada yang nanam, merawat, memupuk, menyiram dan akhirnya, memetik.
Mari bersama-sama memetik hasil tradisi antar anak sekolah. Bahwa anak merasa lebih nyaman dan mau mandiri setelah diantar orang tuanya pada hari pertama (meski barangkali tetap ada anak yang kalau diantar malah tidak mau karena memang terlahir dan tercipta dengan karakter mandiri sekali). Anak-anak Jerman yang biasa diantar sekolah pada hari pertama sekolah, sebagian besar sudah mandiri ketika berumur 18 tahun dengan mencari pekerjaan untuk mendapat uang saku, hidup sendiri di flat dan tidak menggantungkan orang tua. Bukan alasan yang tepat jika himbauan antar anak sekolah, dituding memproduksi anak-anak Indonesia untuk jadi anak mami atau anak papi yang manja. Tidak. Ditambah, lewat kampanye antar anak ke sekolah pada hari pertama, anak lebih diperhatikan, tidak merasa diumbar (dibiarkan) begitu saja, karena ada ritual beraroma kekeluargaan di sana. Romantis dan jadi kenangan kan? Sungguh indah, teramat indah dan bersejarah.
Kalau semua sudah setuju, pasti himbauan pak Anies akan awet tanpa bahan pengawet berupa surat edaran lagi. Selamat pagi. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H