***
Setahun berlalu. Selama itu pula, Jacques tak juga pergi dari pikiran dan hatiku, meski Joni adalah suami yang menyayangi dan melindungiku.
Hari ini hari yang ramai. Entah sudah berapa kali emak, bulik dan budhe kembali berkumpul di dapur itu. Tawa canda mereka tak lagi membicarakanku, melainkan tentang seorang bayi laki-laki yang lahir dari rahimku. Bayi gemuk, lucu dan ganteng.
Ohh, ya. Suamiku bukan Jacques tapi Joni. Joni adalah karyawan bapak yang dipersiapkan untukku. Menutupi malu orang tua dan kepedihanku ditinggal Jacque.
Tampah berisi nasi kuning telah siap di atas meja. Satu persatu, tamu hadir di ruang tamu yang masih saja sempit, seperti dulu. Beberapa duduk di luar, di bawah tenda. Ketinggian nasi kuning itu lambat laun menghilang. Nasi kuning telah habis disantap tamu.
Aku hanya termangu menatap mereka, sembari menggendong bayi umur sebulan yang wajahnya bukan mirip Joni tapi ... mirip Jacques Van den Boom! Dari balik jendela, kupandangi bulan purnama yang begitu indah menggantung di langit.
“Jacques, anak lelaki ini bukan anak lelakimu!“ Jerit batinku. Kekhawatiranku terbukti, memilikmu hanyalah sebuah fatamorgana .... (G76)
Note:
Menurut wikipedia, “Dalam tradisi Indonesia warna nasi kuning melambangkan gunung emas yang bermakna kekayaan, kemakmuran serta moral yang luhur. Oleh sebab itu nasi kuning sering disajikan pada peristiwa syukuran dan peristiwa-peristiwa gembira seperti kelahiran, pernikahan dan tunangan. Dalam tradisi Bali, warna kuning adalah salah satu dari empat warna keramat yang ada, disamping putih, merah dan hitam. Nasi kuning oleh karena itu sering dijadikan sajian pada upacara kuningan.“
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H