Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Ternyata Orang Jerman Juga Pandai Pencak Silat

3 Juni 2016   16:46 Diperbarui: 3 Juni 2016   22:03 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laki atau perempuan boleh jadi pesilat

Kami perhatikan seorang perempuan cantik dengan tutup kepala. Ia duduk bersama seorang pria. Pria itu tiba-tiba meninggalkannya dan datang dengan 5 buah kardus styrofoam isi makanan Indonesia! Anak-anak mengira si mbak makannya banyak. Haha rupanya, itu makanan untuk teman-temannya yang akan manggung di acara "Indonesischer Abend 2016" di Darmstadt.

Tak berapa lama, grup datang. Mereka duduk menempati kursi yang sudah dibooking dari tadi. Khusus untuk grup pencak silat, begitu tulisannya di badan kursi.

Setelah makan, grup berganti pakaian. Saat sendirian, saya ajak ngobrol si mbak cantik. Ya, ampuuuunn... rupanya, mereka adalah didikan pak Joko Suseno. Pendekar utama itu tentunya bersabuk hitam. Sedangkan pacar si mbak, seorang trainer, bersabuk biru dengan beberapa melati.

Kok bisa, ya, bule eh maksudnya orang Jerman pada kesengsem sama pencak silat aliran Tapak Suci (yang notabene berasas Islam, Muhammadiyah). Bahkan mereka tak segan-segan untuk mengunjungi Indonesia untuk latihan luar. Mulai dari Jakarta, Yogyakarta dan Bali.

Sabuk kuning dengan beberapa melati
Sabuk kuning dengan beberapa melati
Dibandingkan karate, pencak silat lebih tradisional. Saya sendiri sudah mengenal tapak suci sejak tahun 1995. Hanya melihat latihan-latihannya saja sampai tahun 2004. Jadi belum tertarik untuk berlatih lho yaaa ....

Dalam wawancara kilat dengan MC, usai pentas, mereka bercerita tentang pengalamannya latihan Tapak Suci. Semua mengatakan, luar biasa. Ada kesenangan yang mereka nikmati. 

Apalagi kalau ujian mendapatkan melati. Harus rajin latihan biar tidak lupa dan lolos. Iya, dalam pentas misalnya, salah satu pesilat tidak konsentrasi, ya... kipasnya jatuh dan tersenyum malu.

Eh. Ada pesilat yang mengaku bahwa ilmu mereka ini menarik karena meski tanpa senjata tajam, ada trik dan energi supaya tetap bisa melawan musuh. Ketika menggunakan senjata seperti tongkat atau pisau pun juga seru. Menantang.

Siapa pak Joko?

Tanpa senjata
Tanpa senjata
Karena penasaran dengan pak Joko yang diceritakan sama si mbak, saya searching di internet. Ketemu!

Pak Joko ini kelahiran 1963. Sudah mulai mengikuti training sebagai pelatih agar boleh melatih di luar negeri sejak 1990. Jadi tak heran kalau pernah jadi pelatih di Belanda dan sekarang, Jerman. Bahkan menjadi juri lomba olah raga bela diri internasional di Belanda, Belgia, Jerman, Austria dan Spanyol.

Pendekar utama tingkat IV itu sudah berkecimpung di dunia pencak silat sejak 1975. Itu saya saja belum lahir. Beragam perlombaan sering diikutinya.

Sayang, lingak-linguk dari awal sampai akhir acara ... saya nggak tahu apa pak Joko hadir atau tidak. Dalam wawancara di panggung, MC tidak menghadirkan si bapak.

Padepokan Tapak Suci Ada di Jerman

Pakai kipas
Pakai kipas
Pak Joko bisa dihubungi di Bornheim-Westfalen, negara bagian Nordrhein Westfalen. Training yang diikuti orang-orang Jerman itu diadakan di Köln (Cologne), Bonn dan Uni Bonn.

Biasanya waktu yang dipilih adalah sore hingga malam hari, mulai Senin-Jumat. Misalnya pukul 15.30 dan bisa berakhir pada pukul 22. Kelas training mulai dari anak-anak sampai dewasa. Seru sekali melihat foto-foto mereka di galeri. Ada foto acara training anak-anak, kegiatan di Indonesia, long march di Indonesia, training sabuk biru dan masih banyak lagi.

Hebat sekali. Rupanya padepokan tapak suci tak hanya di Indonesia tapi juga di Jerman yang notabene negeri maju, modern dan canggih. Bagi Kompasianer yang tinggal deket kota-kota tersebut, silakan bergabung. 

Sang trainer
Sang trainer
***

Speechless. Waktu saya memandangi mereka beraksi di panggung itu, decak kagum penonton tak juga berhenti. Luar biasa sekali semangat mereka mempelajari pencak silat atau tapak suci ini. Dengan begitu, mereka ikut melestarikan budaya bangsa Indonesia. Saya sendiri malah tidak bisa. Sedikit maluuuu bahwa duluuuuu waktu di tanah air, tidak pernah mempelajarinya, keduluan orang Jerman. Ihh! 

Hmmm ... kalau menari, naahhh ... itu lain cerita. Bisa! (G76).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun