Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mau Kuliah di Luar Negeri? Bekali dengan Budaya Bangsa Sendiri

2 Juni 2016   15:54 Diperbarui: 2 Juni 2016   16:04 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manuk dadali dan Gundul-gundul pacul

Merekapun menjawabnya sambil senyam-senyum. Ciri khas orang Indonesia yang murah senyum dan ramah tamah. Halus budi pekertinya juga harus ya? Apalagi di negeri orang. Nggak boleh manyun atau jutek meski hawanya kadang dingin dan kerasnya kehidupan di rantau. Hehe ... coba kalau sudah gitu, mana nggak bisa jawab, malu kan? Jangan sampai.

Oiii ... detik melaju. Panggung tetep ramai. Ingat Saxophone, ingat Lisa The Simpson. Musik itu pula yang mengiringi perempuan yang kalau dari rambutnya berasal dari Papua. Si gadis begitu menghayati menyanyikan “Indonesia Tanah Air Beta“. Nggak nyangka ketika esok harinya ketemu di bus saat jalan-jalan keliling kota:

“Hallo ... kamu yang nyanyi tadi malam ya?“ Suara saya menyapa. Tadinya suami nggak yakin kalau gadis itu yang tadi malam kami lihat di panggung. Untuk membuktikannya, harus tanya. Malu bertanya, tak tahu jawabannya.

“Eh, iya ...“ Senyum malu tapi tetap menjawab. Kopernya ia geret masuk biar jauh dari pintu bus.

“Suaranya bagus lho...“ Pujian saya berikan. Menghargai apa yang ia lakukan untuk Indonesia.

“Xixi ... terima kasih.“ Sembari tertawa kecil, ia menunduk.

Kebanggaan akan kiprah pemuda Indonesia tidak hanya sampai di situ. Masih ada tari piring dari Minang, Sumbar. Anak-anak terpukau, sampai merangsek ke bibir panggung. Begitu kembali saya bilang “Don’t try this at home. It’s dangerous“. Semua tertawa. Bayangin kalau latihan di rumah, semua piring bisa pecah! Butuh latihan dan konsentrasi yang tinggi untuk membalikkan piring ketika menari atau ketika bergulung-gulung di lantai dengan tetap memainkan piring. Sayang, adegan menginjak pecahan piring yang pernah saya lihat di malam Indonesia di Konstanz tahun lalu tidak terlihat. Mungkin lain kali.

Gong berupa tari Saman dari Aceh yang dibawakan PPI, luar biasa. Bibir panggung lagi-lagi penuh oleh anak-anak yang kaget dengan lagu, teriakan dan gerakan/tepukan tangan yang cepat dan serempak. Wow! Menyanyi sekaligus menari secara bersamaan, bukan perkara yang mudah ....

Oh ya. Kami menyaksikan saat mereka latihan, kalau nggak konsentrasi rupanya ada yang dikeplak kepalanya. Salahnya sendiri. harusnya merunduk, eeee ... nongol! Padahal tetangga sebelah bagian tangan menepuk ke atas. Kena deh!

***

Bagaimana? Seru kan menyaksikan kehebatan putra-putri Indonesia di kancah internasional? Meski mereka tugas dan kewajibannya menuntut ilmu di negeri rantau, tetap saja budaya yang mereka bawa bisa diperkenalkan di sana. Kalau tidak ... lah ya malah jadi penonton terus, tho? Atau menonton para bule/orang asing yang memeragakannya (seperti pencak silat). Gawat. Semoga semakin banyak Kompasianer muda yang semangat untuk kuliah ke luar negeri dan tetap membawa budaya bangsa sendiri. Kalau tidak dipupuk dan diingat dari sekarang, kapan lagi? Sambil menyelam, minum soda gembira. Salam budaya Indonesia. (G76).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun