Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[KPK] Tahu Gimbal Semarang, Bukan Tahu Kutukan

31 Mei 2016   22:00 Diperbarui: 31 Mei 2016   22:36 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebelah kanan masjid Baiturahman

Resep Tahu Gimbal

Siapa yang belum pernah makan pecel? Karena tinggal di Jerman yang tak ada warung PKL nya, saya biasa buat sendiri. Sayurannya dimodifikasi sesuai sayuran Jerman seperti bayam yang daunnya segaban (Spinat), kacang panjang Afrika (Bohnen/fein), brokoli atau kembang kol, ketimun Jerman (Gürke) tomat dan wortel. Sambal kacangnya, kalau nggak beli blok yang sudah jadi dan dicairkan dengan air panas, ya bikin sendiri dari menggoreng kacang tanah sendiri dan diuleg tangan. Pegelll.... Jadi, bumbu tahu gimbal, agak mirip bumbu pecel itu.

Ya, bumbu pecel sama bumbu Tahu Gimbal, bahannya sama; kacang tanah goreng yang digerus alias dihaluskan. Bumbu Tahu Gimbal agak beda;  dengan cabai, bawang putih, garam, kecap manis, air asam Jawa, gula merah, air dan ... petis udang!

Gimbal urang sendiri bahannya tepung terigu, tepung beras, garam, udang, air, merica dan telur. Tahu putih jangan lupa digoreng lalu iris dadu. Seusai digoreng, potong-potong.

Cara menyajikannya; ambil irisan tipis dan panjang dari kol putih mentah yang direndam air panas, campur dengan potongan gimbal urang dan tahu. Taburi dengan remukan krupuk udang, siram dengan saos kacang dan telur ceplok paling atas. Siap santap. Mak nyos!

Kisah di Balik Tahu Gimbal

Pernah didapuk jadi leader di kemah internasional di Dieng, menanam 3000 pohon di sekitar Telaga warna. Selama menginap di rumah pak lurah,  saya melihat beberapa bocah berambut gimbal dan cerita wedus gembel (awan yang aneh, mirip kumpulan wedus/domba). Keduanya, dianggap sebagai kutukan atau membawa malapetaka. Makanya, di dalam masyarakat Dieng, ada tradisi pemotongan rambut gimbal untuk membuang sukerta, sial darinya. Konon, masyarakat Jawa merasa bahwa dengan adanya sukerta harus ada ruwatan untuk membuangnya. Pelaksanaan massal ruwatan rambut gembel biasa di telaga Warna, candi Arjuna dan telaga Pangilon. 

Selain ruwatan rambut gembel, masyarakat Jawa juga mengenal; anak kedhono-kedhini (dua anak laki dan perempuan), sendang kapit pancuran (tiga anak yang perempuan di tengah), pancuran kapit sendang (tiga anak yang laki-laki di tengah), pandhawa (anak lima laki semua) dan masih banyak lagi.  Hal yang lumrah jika beberapa persyaratan harus dipenuhi sebelum pencukuran sebagian rambut. Harus ada  sesajen/permintaan khusus.

Eh, apaan rambut gembel? Itu rambut yang tidak beraturan, susah disisir karena mbundet alias saling bertautan dan warnanya agak merah terbakar matahari bukan dari pewarna sintetis. Anak-anak yang memiliki rambut gembel itu dipanggil "Mbel". Maklum, orang Jawa biasa malas menyebut  nama secara lengkap. Gana misalnya, dipanggil "Gan" atau "Na".

Nah ... konon, itulah sebabnya makanan khas Semarang itu disebut Tahu Gimbal. Makanan khas Semarang yang manis, pedas dan gurih itu memang menggunakan bahan Tahu dan Gimbal (yang berbentuk tidak teratur). Bedanya, makanan Tahu Gimbal meski ada kata “gimbal“ nya, bukan kutukan lho. Kecuali kalau habis makan Tahu Gimbal, nggak sikat gigi. Yahhh ... itu sih, bisa membawa malapetaka. 

Baiklah. Janji. Melahapnya adalah sebuah kesempatan menikmati salah satu kuliner andalan Semarang, melestarikan kuliner tradisional dan rasanya tiada tara. Anda hendak pergi ke kota Semarang? Jangan lupa mencicipi Tahu Gimbal! Sambil makan, nikmati Simpang Lima Ria Semarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun