NOTE:
PR dari ibu guru saya yang cantik, Frau Müller. Awalnya, kami disuruh mencari potongan lowongan kerja di koran. Karena nggak langganan yang harian tapi dapat gratisan koran mingguan, ya itu aja deh. Dari situ, kami harus membuat surat lamaran pendek, yang tidak bertele-tele. Orang Jerman suka tas-tes, direct dan time is relax (suka santai bersama keluarga daripada lembur kerja, katanya ... wong kerja keras pajaknya banyak dibagi-bagi ke semua orang yang membutuhkan).
Pernah saya tanya, mengapa saya tidak dianjurkan untuk menjelaskan Fakultas pendidikan bahasa dan seni. Kata bu guru yang sudah lebih dari 10 tahunan mengajar di Jerman; itu tidak menarik. Orang Jerman akan tanya; apa itu bahasa dan seni? Bikin pusing. Nggak penting kan? Kalau pendidikan kann menarik. Lah wong mau jadi guru berarti harus ada hubungannya dengan pendidikan atau Pädagogik. Tips itu membuat saya menganggukkan kepala. Ohhh ... gituuuu ... berarti ibu mendukung untuk sedikit mempermanis surat dengan tidak menyebutkan secara lengkap tapi yang perlu saja (ein Butter schmieren).
Sama halnya dengan pengalaman saya mengajar di universitas, dianggap tidak perlu disebutkan dalam surat. Toh dalam CV akan tertera juga.
Ada lagi soal ketrampilan. Di jurusan sekretaris, saya pernah mempelajari mengetik 10 jari dengan ujian mata ditutup. Kata si ibu, itu maaaah model jadul, nggak usah dipamerin. Sangat tidak menarik. Sekarang orang jarang pakai mesin ketik tapi komputer! Hahahaaaa maluuuu dikatain kuno.
Sebagai tambahan, untuk menjadi guru TK Jerman tidak semudah waktu saya di tanah air. Banyak kepala sekolah rebutan agar saya memilih TK mereka, akhirnya ya ndobel. Di Jerman lain, meski saya ada akta mengajar IV (SIM mengajar ala Indonesia dari institut keguruan) yang diterjemahkan ke bahasa Jerman oleh penerjemah tersumpah dan ditandatangani plus stempel kedutaan Jerman di Jakarta serta pengalaman mengajar saya selama 10 tahun (6 tahun TK dan 4 tahun di universitas) di Indonesia, tetap harus menjalani semacam tes dari Diknas regional agar saya diijinkan mengajar. Tidak hanya itu, ada persiapan formalitas seperti sertifikat bahasa Jerman C2. Halahh ... B2 saja belum kelaaaar, kapan sampainya? Arghh ... Saya mengerti karena itu adalah sekolah formal, meski hanya taman kanak-kanak. Lain ladang, lain paculnya. Jangankan kelengkapan yang itu, lah nglamar saja pasti ditolak.
Oh, ya. Beda dengan persyaratan mengajar di LPK pemerintah di Jerman, VHS-Volkshochschule Tuttlingen, sekolah non formal. Sertifikat bahasa Jerman dan tes diknas tidak perlu. Pak direktur percaya saya sanggup mengajar bahasa Inggris dengan bahasa pengantar Jerman. Dua tahun ini, saya membuktikannya, pakdir puas dan para murid ketagihan (halaaaah gayaaa). Begitu pula dengan pengalaman melamar kerja di lembaga bimbel bahasa Inggris, lebih mudah.
Baiklah, selamat melamar pekerjaan dengan menggunakan bahasa Jerman. Viel Glück!(G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H