Contoh ibu RT yang sukses
Baca-baca di internet, pasti banyak ibu RT yang meski nggak kerja di luar rumah alias menguasai area dapur-sumur-kasur, bisa tetap mencari uang di rumah! Sebut saja Elly Salman, istri seorang pekerja di Petronas Malaysia itu memiliki empat orang anak. Untuk mengisi kekosongan waktu ia hobi masak. Akhirnya buka catering “My Messy Kitchen.“ Pelanggannya mulai dari teman, tetangga dan merembet ke mana-mana. Lumayan duitnya. Ada lagi, mbak Ncul aka Kompasianer Sri Sulastri yang waktu kita kopdaran di mabes Kompasiana di lantai 6, bagi-bagi tomat. Yak. Mbak Ncul adalah istri pilot yang melahirkan empat anak dan kini, sudah mentas semua. Dulu waktu anak-anak masih kecil, hobi bercocok tanam disalurkan hingga jadi petani dan akhirnya, memiliki berhektar-hektar tanah untuk digarap dan 11 pekerja. Kisah keduanya ada di buku saya “38 WIB-Wanita Indonesia Bisa“ terbitan Peniti Media tahun 2014.
Apakah saya termasuk sukses? Harapan tiap orang kann beda ya? Kalau dinilai dari harta pasti nggak, belum sukses lah sayanyaaaa. Tapi saya ingat, harta tidak mengukur segalanya, bukan arti mutlak dari sukses atau sebuah kebahagiaan dalam hidup. Ada kepuasan ketika saya merawat anak-anak, belajar dan bermain bersama, travel bareng dan kegiatan seru lain yang membuat saya tahu mengapa saya hidup di dunia. Haru ketika mereka peluk-cium, bilang cinta mamanya atau rindu mamanya, meski cuma ditinggal sejam.
Kompasianer wanita sudah sukses?
Ibu RT, tidak selalu a desperate housewife
Baiklah, Kompasianer yang jadi ibu RT entah itu karena pilihan atau paksaan keadaan, tetaplah semangat. Saya beropini, posisi kita sama dengan ibu-ibu yang karir dengan pangkat dan jabatan sampai sap tujuh sekalipun. Kita ini memang hanya tinggal di rumah, tidak bisa seperti mereka yang ke mana-mana, baju hariannya juga bukan daster atau celemek ... Ingat, sekali kita dandan, gempalah dunia. Bisa cantik dan wangi, kok. Tergantung acaranya. Xixi ...
Apa yang kita kerjakan tak bisa diukur dengan angka sepanjang apapun. Ini pengabdian. Buktikah bahwa kita sebagai RT bukan a desperate housewife. Bolehlah jengkel kalau anak-anak nakal, sah kalau marah saat sudah capek-capek masak orang rumah nggak ada yang sentuh dan buntutnya dihabisin sendiri (yahhh, kapan dietnya?). Nggak salah kalau kita berargumentasi ketika suami bilang kerjaan kita enteng. Coba ngerjain sendiri, bisa? Nohhh ....
Mari kita teruskan hobi sesuai ketertarikan masing-masing. Yang suka masak, bikin catering partai kecil. Kalau sudah terkenal bikin partai naga tapi jangan main ular tangga ah. Melorot nanti. Yang suka hasta karya, ciptakan dekorasi atau souvenir berciri khas. Kalau sudah mantab, dikasih merk sendiri. Patenkan! Yang seneng nulis, bikin bukulah, workshop/blogshop/seminar cara menulis ... selain dapet duit juga bermanfaat bagi orang lain. Menurut pengalaman saya, menulis itu mengasyikkan. Beberapa tulisan saya di Kompasiana jadi buku, artikel di koran Freez-Kompas. Ada satu artikel dihargai 1,8 juta bahkan 3 juta (meski tanpa menyebutkan merk, lho). Lumayan, tho? Jadikan hobi kita “Me time“. Dikerjakan dari rumah.
Lah iyaaaa ... Tugas utama ibu rumah tangga adalah mengatur rumah tangga dan seisinya. Jangan sampai hobi kita bikin keluarga terlupakan. Ini selingan, jadinya pas waktu senggang saja. Menikmati dengan cinta (halahhhh). Betul. Mari buktikan, bahwa ibu RT bukan a desperate housewife. Kita, para ibu rumah tangga, menikmatinya. Nggak pakai depresi. Stres atau miring dikit nggak papa ntar jejeg, lurus sendiri nggak pakai obat. Ketok-ketok panci pakai kayu sendok masak. Tung-tung-tunggg.
Cuek beibeh kalau ada orang yang suka cari jeleknya kita aja aka tidak membangun, cemooh hasil karya kita terus, yang penting kita positif. Tunjukkan dengan action. Yes, housewives ... we can.
***