Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Yohana

12 April 2016   23:16 Diperbarui: 13 April 2016   15:24 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaganawati peserta No. 121

 [caption caption="Yohana, ini Gadis! (Dok. FC)"][/caption]

Dear Diary,

 

Di ... Hari ini Yohana datang ke meja kantorku. Kamu masih ingat dia kan? Teman sekelas waktu kuliah yang pernah bilang;

"Sepatumu beli di pasar Johar ya?" Walahhh ... kaget, Di. Mosok dia tega bilang begitu? Iya sihhh ... Yohana anak kaya. Pastilah ia apa-apa belinya di swalayan. Barang yang dibeli juga berkualitas. Nggak mungkin yang murahan kann? Orang tuanya adalah pemilik sebuah pabrik terkenal di Semarang. Malu kali kalau beli barang murahan, apalagi KW. Tapinya ... ah, sudahlah!

"Memangnya kenapa?" Aku masih belum paham arah pembicaraan kami. Aduuuhh ... aku waktu itu culun banget, ya, Di.

"Sudah butut, jebol pula...jempolmu keliatan tuhhh. Dasar orang kampung ..." Tangan gadis berkalung emas itu dilipat di dada. Ia ketawa, Di... ketawain aku ... Ancurrr.

"Ya, memang emakku beli di pasar Johar tapi semoga otakku nggak pasaran. Aku memang orang kampung tapi semoga aku nggak kampungan ...." Sadar. Aku jadi bahan tertawaan Yohana dan beberapa orang yang masih duduk di halte. Yohana matanya sewot, Di. Persis ekspresi orang kesalip motor. Syukurin, ngomong nggak hati-hati. Errrrrrrrrrrrr! Sumpah deh, kesel!

Tak berapa lama, mobil BMW model SUV mendekat di halte tempat kami berdiri. Yohana dijemput mamanya. Aku? Menunggu hujan deras sampai bus tiba. Brrrrr ... Payung satu-satunya di rumah kuberikan pada adik bungsu sebelum berangkat sekolah tadi pagi. Dia masih kecil. Lebih butuh. Aku memilih untuk mengalah. Menunggu, sabar dan berbagi adalah nilai-nilai yang biasa dalam hidupku. Meski kami tinggal sekampung, aku nggak kecewa kalau mereka tidak membawaku serta. Nggak nawari tumpangan. Toh ada bus .... Meski akhirnya, aku kemaleman dan basah! Di rumah, aku sempat minta kerok emak. Takut esoknya masuk angin.

Rupanya, Yohana nggak cuma hari itu saja mengolok-olokku di depan kelas. Gini-ni, Di ...

"Wah kamu cantik banget pakai baju kedodoran ... Beli di rombengan ya?“ Ditariknya bajuku.

"Rombengan?" Haaaaaaaa ... Sakit sekali kalau dia bilang begitu, Di. Baju-baju yang selama ini kupakai adalah milik emak. Emak yang kucintai dan mencintaiku seperti matahari menyinari bumi. Hangat. Badan emak kecil, bajunya banyak yang kupikir muat. Emak juga kasih ijin karena untuk beli baju untukku, emak nggak ada dana.

"Lah iya, udah kegedean, warnanya udah bulukan tuuuuh ...hahahahha" Tawa Yohana disambut teman-teman. Cuma Markus yang tidak melebarkan bibirnya dengan lawakan yang nggak lucu bikinan Yohana. Ia memang pendiam dan paling baik padaku. Tak berapa lama, Markus buka suara;

"Kamu kalau ngomong kira-kira, dong ... Jaga kek perasaan orang. Kamu cantik, kaya tapi nggak punya hati ... Harusnya kamu malu pada Gadis. Dia pintar di kelas tapi nggak pamer harta kayak kamu." Badan Markus yang tinggi besar ada di hadapan Yohanna. Seolah melindungi badan kecilku agar tak tampak oleh Yohana. Yohana dan kawan-kawan mendengus, lalu meninggalkan kami ...

Aduuuhhh Markuuuusss ... cowok paling ganteng satu kampus yang menawan itu bikin aku deg-degan. Kok, dia membelaku ya, Di? Huuuu ... untung aku nggak GR.

Markus mengambil selembar tissue dari meja, entah tissue siapa. Dihapusnya linangan air mata yang membasahi wajah bundarku, Di.

"Nggak perlu kamu susah-susah bela aku, Markus ... Aku nggak papa." Entah kaget aka gembira atau malu ... aku tersipu. Yaaaa kalau saja kulitku seputih Yohana, bisa jadi pipiku semerah tomat. Keliatan kaaaan? 

"Nggak papa gimana, kamu nangis. Itu tandanya kamu sedih. Yohana memang sudah kelewatan, aku pantas membelamu ..." Tatapan mata elang Markus menghujam hatiku yang barusan teriris lidah Yohana. Aku tersenyum, Di. Dalam sekejap, aku bisa melupakan kalimat Yohana tadi. Astaga, jaman itu aku norak banget, ya, Di .... Pandangan mataku nggak lepas dari Markus. Aduhhh mata mau copottt kaliiii. Apalagi jantung. Hahaha ... kalau ingat aku jadi malu sendiri. Kok, aku jatuh cinta duluaaaan, sih. Maluuuu!

Hiks. Hinaan Yohana itu belum seberapa, Di. Tahu kan, Di. Sepanjang tiga setengah tahun kuliah, aku jualan gorengan di kelas. Nggak heran kalau Yohana cs panggil aku "Wajan". Iya, wajan alias penggorengan, Di. Aku dulu pernah malu ... huhuuuuu. Akhirnya ... xixixi ... Kalau dipikir dia bener juga sih ngatain gitu.... Aku memang bau wajan.

Namanya juga usaha, Di. Shubuh habis sholat, aku membantu emak menggoreng ... ya; mulai badak, mendoan, pisang goreng sampai ketela goreng. Buntutnya, rambutku bau warung. Minyak-minyak apek, gitu, Di. Mau mandi takut telat. Tas kresek biasa kutenteng kanan-kiri. Waduhhh ... seperti keledai, ya. Ya, ampuuuun. Mana tas ranselku di belakang penuh buku pinjaman perpus. Bayangin nggak sih, Di. Naik angkot bawa barang segitu banyak. Mana badanku keciiiiil! Di dalam angkot orang pada melirik. Ke arah si pembawa gorengan yang panas dan harum. Iya, ke aku. Hahaha ... yang belum makan jadi lapar kali ya. Heu heuuu ...

Nggak nyangka. Dari uang jualan, aku bisa bayar kuliah, Di. Lumayan. Emak cuma PNS. Guru sebuah sekolah dasar di kampung. Gaji sampai mana, coba? Makan saja, kami dapat beras jatah. Iya, yang ada kutunya itu, Di. Mana baunya apek. Tapi biarpun begitu, menyelamatkan perut kami dari bahaya kelaparan. Memori.

Yahhh ... Mau minta bapak, bapak yang mana? Bapak kann sudah  lama minggat, Di. Arggggh ... bapak, teganya ia menelantarkan kami. Tapi ... nggak papa, kalau bapak lari sama perempuan lain jika memang bahagia. Perempuan yang lebih cantik, lebih tua, kaya, yang terpesona sama papa yang ganteng tapi pengangguran. Terima kasih, bapak. Kalau tidak begitu, kami tidak akan kuat dan mandiri.

Hmmmmm... Itu cerita tahun berapa, ya Di ... Kayaknya baru kemarin saja. Nyatanya ... Itu sudah duapuluh tahun yang lalu!

Allah memang mengatur roda kehidupan berputar otomatis. Dulu aku pernah di bawah, Di ... Untuk pangan susah, sandang seadanya, papan juga cuma rumah pinjaman.. Duuuh, ngenesssss banget. Pernah juga kebanjiran! Bencana yang ahhhhh ... 

Sekarang, beda. Alhamdulillah aku serba ada, Di. Aku juga nggak boleh lupa Tuhan dan ... emak yang membesarkanku. Sayang sampai hari ini, bapak nggak tahu kabar beritanya. Kadang aku rindu, Di. Meski bapak jahat sama kami bagaimanapun, dia bapakku. Suami dari emak yang kucintai setengah mati. Aneh ya, Di. Aku tetap ngotot ingin berterima kasih pada bapak sambil sungkem.

Untung emak bilang tanpa ada bapak, emak bisa bangga padaku. Semua, aku raih dengan tanganku sendiri ... Bukan dari orang tua atau suamiku. Bahkan aku ikut bantu-bantu emak mengentaskan adik-adik.

Yaaaahhh, cerita soal Yohana sama kamu eeee ... jadi ngelantur ke mana-mana ... OK-OK .... soal Yohana tadi, Di. Ada kejadian di kantor:

"Selamat pagi, Yohana .. Saya GM pabrik. Senang sekali kamu bergabung dengan perusahaan kami." Tanganku meraih tangan Yohana yang entah mengapa, berubah seperti es. Dinggiiiiiiiin banget. Jadi ingat salju. Yang putih, lembut tapi dinggggiinn!

"Ohhh ... Maaf ... Wajah Ibu mirip ..." Wajah Yohana pucat, Di. Semoga dia nggak lagi sakit.

"Gadis ... Teman sekelasmu di Universitas dulu. Yohana, ini Gadis!" Aku tersenyum Di, menjabat tangan teman sekelas yang sering mem-bully. Kemaren, sengaja aku panggil HR Manager untuk mengenalkanku pada karyawan di bagian industri itu; Yohana. Itu setelah aku lihat daftar nama karyawan baru di komputer. Biasa, laporan bulanan.

Yaaaaa ... gitu tuh, Di. Untung Yohana nggak pakai acara pingsan coba. Kalau iya ... repot kan?

Ehhh ... udahan, ya , Di... ada nada telepon facetime tuh, dari cintaku. Markus lagi tugas luar negeri, pasti dia kangen lama nggak ketemu. Sambung lagi, deh ... janji! (G76)

 

Baca karya peserta lain di Akun Fiksiana Community: Inilah Hasil Karya Peserta Evet My Diary Silakan bergabung di: FB Fiksiana Community 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun