Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Motret Bapak Ini Main Catur di Stuttgart? Bayar Rp 30.000!

11 April 2016   16:25 Diperbarui: 12 April 2016   11:41 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stuttgart. Siapa yang nggak pernah dengar ibu kota negara bagian Baden-Württemberg ini. Kota yang kondang dengan Mercedes Benz, Porsche dan ... Schlossplatz! Yup. Tempat terakhir sangat ramai dikunjungi orang. Selain orang pada mau belanja di Königstraße di mana toko seperti Zara, Orsay, H&M dan lainnya, juga keliling area publik yang menarik itu. Lihatlah. Ada seniman jalanan yang menampilkan atraksi menarik seperti levitating, pantomim, orang-orang duduk di cafe atau taman sembari menikmati matahari dan lalu-lalang orang, anak-anak berlarian di rerumputan. Pokoknya ... seru!

Nahhhh, namanya Gana. Kalau sudah bawa kamera atau Handy, rugi dong kalau nggak jeprat-jepret. Gatelll. Lagian, hal itu sudah saya lakukan di Jerman hampir sepuluh tahun ini. Tuman. Iya, memotret! Aspret. Arggghh ... Sesering-seringnya memotret akhirnya akan kena batunya. Rupanya, saya kurang waspada, saya kena denda. Kapok lombok, wissss! Kapok dan ... besok lagi.

Hmm ... Ceritanya, suatu sore, kami segera bergegas ke gedung museum tempat nonton wayang kulit. Itu tuh, yang dalangnya profesor dari Amerika yang ngajar di Inggris. Ki Dalang Ngabehi Matthew.

Eeee ... lah kok mata saya tertarik pada kerumunan yang menonton orang main catur. Tapi yang main catur bukan mas Pepih Nugraha lho. Sang founder Kompasiana memang  baru-baru ini ngadain tur bersama keluarga, keliling Eropa termasuk di Jerman....

[caption caption="Malu bertanya, denda di jalan; 2€!"][/caption]

Kembali ke atraksi main catur. Halah-halahhh ... yang main dua, yang nonton orang duapuluhan. Herman. Seperti gula dikerubutin semut. Nah ... mau ikut menyimak, saya mendekat. Karena dari belakang nggak asyik lihatnya, saya pindah depan yang masih lowong.

Seorang pria tua, yang kalau dilihat perawakan dan aksen Jermannya, bukan orang Jerman tiba-tiba mengagetkan saya dengan kalimatnya:

“Anda harus bayar 2 €!“ Matanya menatap saya lekat-lekat, tak lama kemudian kembali konsentrasi pada papan catur agar bisa mengalahkan sang penantang. Setiap penantang harus bayar 1€. Entah kalau menang dapat apa ....

“Hah? Untuk apa?“ Shock, belum pernah seumur-umur memotret di Jerman lalu disuruh membayar. Pernah, sih di Charlie Check Point Berlin, ada yang meminta 2 € tapi itu sebelum berfoto (selfie/wefie) bersama para serdadu palsu yang diperankan anak-anak muda. Kalau cuma memotret mereka, gratis lah. Lah ini ... ladalahhh! Mana orang-orang di sekitar saya nggak ada yang komentar. Suami saya sudah jalan jauh sama anak-anakkkkkk. Paaaaaaaak .....

“Makanya, kalau mau motret orang nanya dulu. Tuhh ... saya sudah menuliskan kalau memotret harus menyumbang 2€“ Si bapak menunjuk sebuah kertas kecil di meja, dekat papan catur. Walahhhh ... tulisan sak-upil gituuu ... mana lihat? Mana saya nggak pakai suryakanta.

“Lah saya nggak lihat, maaf“ Ngotot. Hahaha ... saya ngotot, saudara-saudara.

“Anda harus tetap bayar. Lihat sana. Empat orang yang levitasi dapat uang banyak. Saya juga perlu uang untuk makan. Bermain catur butuh otak, keahlian khusus.“ Si pria nggak kalah ngototnya. Ihhhh. Bener juga sih, nggak setiap orang bisa main catur.

“Oh, ya, betul. Tadi saya ngasih mereka 2€ karena kami merasa terhibur melihat atraksi,  bahkan mereka mengajak kami untuk berfoto bersama sebagai tanda terima kasih. Jadi kami bayar nggak dipaksa. Ya, karena suka rela dan happy.“ Bagaimanapun, saya tetap kasih uang receh sejumlah yang diminta bapak pemain catur. Saya doakan, kenyang!

Sebelum berlalu, seorang pria dengan kameranya datang, hendak memotret:

Halt. Stop! Anda mau memotret? Jangan. Atau, Anda harus membayar 2 € pada bapak ini.“ Teriak saya. Si orang kaget, menutup kamera dan mengurungkan niatnya, lalu segera berlalu. Andai saya nggak teriak, orang yang barusan lewat di dekat saya dengan kameranya itu bisa jadi korban berikutnya. Saya sebut korban karena bisa saja orang merasa terpaksa untuk menyumbang. Ya, nggak? Hahaha ... saya ngakak. Entah mengapa, lagi-lagi kerumunan itu nggak ada yang berekspresi. Ketawa kek, bilang apa kek ... kayak robotttt! Huhhh.

Usai meninggalkan kerumunan catur, saya ketemu suami lagi. Curhat. Suami bilang kalau jengkel dan nggak terima, kenapa fotonya nggak dihapus dikasih liat si bapak dan nggak perlu bayar? Saya bilang, pengalaman dan bukti foto adalah pengalaman berharga. Kalau foto itu hangus, saya nggak bisa cerita di Kompasiana .. nanti dikira hoax. Lantaran sudah saya bayar, berarti ini foto jadi hak saya kannn, pak? Dua euro tunai. Cring-cring. Sah!

***

Dari pengalaman saya tadi, saya mau pesen sama temen-temen yang suka travel keliling dunia dan suka asal motret. Lain ladang lain belalang, lain orang lain aturannya. Kalau di tempat Anda bebas rapi memotret tanpa tanya-tanpa bayar, di Stuttgart ...  belum tentu! Ada baiknya untuk bertanya karena malu bertanya, denda di jalan.

OK, tetap hati-hati dan waspada menggunakan kamera (HP, pocket atau DSLR) untuk mengabadikan sesuatu atau orang di manapun Anda berada. Happy travelling and exploring Germany?!  Buku panduan sudah di tangan, kan?(G76)

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun