Kinderbörse. Kinder, anak-anak dan Börse, bursa. Bursa yang menyediakan kebutuhan anak-anak dari kepala sampai kaki. Di Jerman, itu biasa disebut juga Kinderflöhmarkt (Flöhmarkt, pasar barang bekas).
Kegiatan tersebut biasa digelar minimal tiap dua tahun sekali, menjelang musim semi dan menjelang musim dingin. Kadang diadakan pada hari Jumat sore-malam, seringkali Sabtu pagi atau sore. Ada yang 1,5 jam, 3 jam atau dari pagi sampai malam. Tempatnya ada yang di dalam ruangan, ada yang di luar ruangan. Tergantung cuaca dam musimnya.
Nah, tahun kemarin, anak-anak sudah rewel. Mereka ingin meniru teman-teman sebaya yang jualan barang bekas untuk mendapatkan uang saku. Anggukan saya melegakan hati gadis-gadis kecil, anak kelas I dan IV SD. "Janjiii ... tahun depan yaaaa".
***
Tahun berganti. Eeeealah ... Saya kira lupa, ternyata tidak. Tahun ini, mereka menagih janji. Padahal baju yang sudah tidak terpakai sudah diberikan pada teman-teman dan sebagian lagi masuk kontainer palang merah. Jualan apa donggg?
Ya, sudaaaah. Satu hari sebelum hari H, saya nekat telpon panitia, wow .. anak-anak tidak dikenai uang meja (5€) untuk menjual barang-barangnya.
Sippp. Kami sudah mengumpulkan mainan apa saja yang akan mereka jual. Kereta api Barbie, Rumah Barbie, kapal pesiar Barbie, istana little Ponny, meubel Little Ponny, Little ponnies, mobil-mobilan, boneka, beragam helm, tenda, ...
Biar tidak dingin, saya siapkan karpet mini untuk mereka berdua. Tak lupa, dua peti kecil untuk menyimpan uang. Isinya uang receh untuk kembalian. Itu uang yang mereka tabung untuk dimasukkan ke bank pada hari menabung anak (Kinderspartag), akhir Oktober. Saya wanti-wanti, kemanapun mereka pergi, kotak uang harus dibawa. Tanggung jawab! Maklum, mereka juga mau lihat-lihat stand lain kali ada yang tertarik dan butuh dibeli.
Namanya ibuk-ibuk... camilan dan minuman tentu sudah siap untuk mereka. Biar tidak kelaparan. Mesakke. Haha ... geli melihat mereka menata sendiri dagangannya, serapi mungkin atau kalau ada orang beli sambil jongkok dan ada proses tawar-menawar terlihat di sana. Untung sudah diajari matematika tentang uang euro (kertas dan koin). Kok, kayak dolanan pasaran jaman saya kecil dengan pasir, daun, bunga, kreweng dan tanah! Bedanya, anak saya jualan barang betulan, di pasar loak barang anak-anak. Duitnya juga asli.
Hoahhhh ... Tak terasa satu setengah jam sudah menunggu. Bursa harus ditutup. Kami masukkan barang yang mereka kemasi sendiri, ke bagasi mobil.
Setelah melihat catatan apa yang dijual dan dihitung, mereka mendapatkan 12,50 € (setara Rp 180 ribuan). Karena yang jualan dua anak, ya dibagi. Haha ... nggak banyak tapi mayan. Senangnya melihat wajah mereka yang ceria, mendapatkan uang dari jerih payah sendiri.
Akhir cerita, mereka ketagihan ... minta jualan lagi ... akhir tahun ini! Pinter men, kowe nduuuuk.
[caption caption="Belajar jualan betulan, menyenangkan!"][/caption]
[caption caption="Catatan penjualan dan praktek matematika"]
***
Begitulah. Itu cara Jerman memberi ruang, mengijinkan dan mengajari anak-anak mandiri, jualan sendiri. Biasanya, orang tuanya juga ikut jualan tapi dengan menyewa meja, di ruangan yang lain (lebih besar). Anak-anak biasa di depan pintu utama, dekat meja panitia.
Awal-awal tinggal di Jerman, saya kadang geli sendiri kalau ada penjual anak-anak yang bingung menghitung kalau total belanjaan banyak dan uang pembeli besar. Kembaliannya salah. Jadi ikut membantu ngitung, kasihan. Hahaha ....
Intinya, banyak manfaat yang diambil dari mengajarkan anak-anak jualan seperti cerita di atas. Pertama, anak-anak betul-betul mempraktekkan sendiri pelajaran matematika dalam kehidupan nyata. Tambah-tambahan sama pengurangan. Mencatat penjualan di atas kertas. Biar tidak lupa.Setelah itu ngasih uang kembalian yang bener....
Kedua, dari ikut kegiatan jualan betulan itu, saya yakin, anak-anak jadi sedikit paham susahnya mencari uang. Menghargai jerih payah orang tua yang selalu menjadi tambatan sponsor dalam hidup sampai betul-betul bekerja sendiri. Jangan asal mintaaak. Belajar berdagang kecil-kecilan.
Belajar bertanggung jawab dengan menata barang-barang jualan, menjualnya sampai memasukkan sisanya ke kardus-kardus untuk dibawa pulang adalah sebuah proses dini yang penting. Coba kalau harus selalu orang tua atau pembantu yang melakukannya? Kapan anak-anak memulainya? Termasuk tanggung jawab kotak uang yang dibawa. Nggak boleh lupa.
Mengumpulkan dan memilih barang-barang yang sudah tidak dipakai tapi masih bagus untuk dijual atau diberikan kepada orang yang membutuhkan, menjadi sebuah kebiasaan yang ikut ditanamkan pada anak-anak. Kalau ditumpuk di rumah terus, bisa full house! Berbagi, harga dibanting nggak masalah. Kalau perlu, kasih bonus pembeli. Ini nih ... prinsip orang Jerman, “alles muss raus!“ Lho, kok? Iya. Karena biasa membersihkan rumah sendiri tanpa pembantu, kalau sudah tidak dibutuhkan ya, harus keluar dari rumah. Entah dibuang, dijual atau diberikan orang ... nggak papa deh. Daripada tiap hari kerjaannya cuma bersih-bersih dan rapi-rapi?
Kelima, anak belajar berani sendirian dan mandiri. Tanpa orang tua atau pembantu di sebelahnya saat berjualan, tetap bisa. Toh, ada panitia dan orang tua siap antar-jemput.
Keenam, belajar komunikasi dan marketing. Lucu lho, kalau pas lewat ... anak-anak mengajak pembeli yang tidak dikenal ngobrol, membujuk pembeli untuk mampir dan membeli barang ... pakai iming-iming diskon lah, bonus hadiah lah ... Hahahaha ... Nggak diajari, sudah bisa yak?
Ketujuh, anak-anak jadi tahu kegiatan positif yang diberi lampu ijo pemda sama orang tua. Kepercayaan yang dipegang teguh oleh anak-anak. Menyenangkan lho, memberi kepercayaan mereka melakukannya. Bangga.
Tuuuh, seru kan, Kinderbörse... Ayo, anak-anak kompasianer ada yang mau coba buka garage sale di rumah pada akhir pekan? Mengapa tidak?(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H