Pagi sudah ramai. Malamnya tambah ramai karena sejak pukul 18.00 warga kembali kumpul di depan kantor kelurahan. Mereka masih berpakaian sama seperti pagi tadi. Setelah itu long march menuju lapangan balai setempat.
Ohhhh ... iya mereka masih membunyikan gedumbrengan. Mau blek roti, mau tong sampah, mau panci ... semua dibawa. Pemukulnya bisa ranting kayu atau Kochlöffel, kayu untuk memasak sup.
Sampai di lapangan, semua mengelilingi tali yang sudah dilingkarkan panitia. Panitia akan mendirikan pohon Narren. Tim yang terdiri dari 12 orang itu berhasil mendirikan pohon di mana ada figur nenek sihir yang ditalikan (nantinya akan dibakar pada Funkelnfeuer, hari Minggu setelah hari Aschermittwoch, hari Rabu).
[caption caption="Mulai pukul 06.00 gedumbrengan"]
[caption caption="Keliling kampung bangunin orang"]
Perayaan Hemndglonkerball
Setelah pohon berdiri, orang masuk hall. Gedung pertemuan penuh dengan lautan warna putih, dari pakaian warga, sebagian dengan pakaian loreng merah atau biru, khas fastnacht.
Hiburan berupa tarian, mulai dari tarian anak-anak sampai tarian nenek sihir disajikan. Kami menikmati acara, sekalian kumpul warga ... jarang-jarang kann? Kesibukan sehari-hari dan orang-orang tidak terbiasa ketemu setiap hari meski dengan tetangga sebelah. Akhirnya, kumpulll ... ada segi positifnya.
“Buk ... anaknya mana?“ Suami tengak-tengok.
“Ilang, pak“ Rasa khawatir juga ikut merayap di dada.
“Waduh gelap. Lampunya mati. Itu grup tukang sihirnya datang. Anakmu pasti takut.“