Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Takut Berumur 40? I’m Happy to be 40

11 Februari 2016   16:47 Diperbarui: 11 Februari 2016   19:08 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu talkshow di Smart FM radio  Jakarta yang dipancarkan ke lima kota besar di Indonesia, saya mempromosikan buku “38 Wanita Indonesia Bisa“.  Buku terbitan Peniti Media besutan kompasianer Thamrin Sonata itu terbit Januari tahun 2014. Sengaja 38 nara sumber yang dipilih karena umur saya tahun itu 38 dan Januari karena bulan ulang tahun saya.

Dalam perbincangan jarak jauh Jakarta (Indonesia)-Tuttlingen (Jerman) selama 15 menit, saya ditanya penyiar bagaimana kalau sudah umur 40 tahun, apakah ada buku yang akan diterbitkan. Tentu saja ada, bahkan sebelumnya buku yang lahir tahun 2015 adalah “Bertahan di Ujung Pointe“ terbitan Gramedia. Saya nunut editor Nana Lystiani dan penulis novel Semarang yang kondang, Budi Maryono aka Nora Umres.

Selain pertanyaan itu, ada yang menggelitik dengan pernyataan “Life begins at 40“ karena saya kira manusia bisa memulai hidupnya kapan saja. Tetapi memang benar kalau dilihat dari umur, manusia baru saja memulai hidup. Misalnya, di Jerman, rata-rata orang meninggal 80-90 an. Berarti ketika di usia 40, baru mulai kehidupan lagi. Separoh jatah hidup di dunia.

Dan benar ketika umur 40 ada buku lagi ... saya penuhi janji saya. Ketika Januari 2016 saya berumur 40 tahun, ada buku baru yang saya rilis. Buku yang saya tulis sebelum berumur 40 tahun, yakni usai menyelesaikan buku terbitan Elexmedia Komputindo “Exploring Germany“ dengan editor imut Riza Hardiyanti (thanks), beredar sejak 1 Februari 2016. Tepatnya sejak November-Desember, saya menulis “I’m happy to be 40“ terbitan Leutikaprio dan tanggal terbit 12 Februari 2016, dibandrol Rp 42.000. Mengapa bukan “I’m happy at 40?“ Ya .... karena saya belum umur 40 kann waktu nulis, baru mau akan alias menuju 40. Sekarang sih, sudahhh ...

Umur 40 tahun momok bagi perempuan?

Jujur iya tapi saya pikir itu alami lah ya. Bagaimana nggak momok. Merasakan perubahan yang luar biasa beda ketika berumur 20 tahun. Badan gampang capek, kerutan atau garis halus di wajah yang makin bertambah, munculnya uban satu dua ... OMG! Penampakan bisa dipermak, pakai kosmetik, pakai baju, ada orang yang operasi ... usia nggak kann? Apalagi yang berhubungan dengan trauma menopouse.

Untungnya, saya bukan termasuk wanita yang teramat panik bergabung dengan Club 40. Sudah tidak muda lagi tapi bukan pula matang manggis lah ya ... Saya menikmatinya dengan ceria. Apalagi tinggal di Jerman, karena orang Asia terlihat lebih muda, saya masih dianggap kebanyakan masyarakat Jerman sebagai sosok berwajah imut (ngemut kalender). Tentu saja ini dukungan badan saya yang pendek dan langsing. Coba kalau kayak tong, pasti kelihatan kann? Berat. Hahaha....

Hal-hal luar biasa yang dilakukan saat menginjak 40 tahun

Banyak hal-hal yang saya lakukan ketika menginjak usia penting ini:

1.     Be happy

Seperti saya ulas di atas, saya nggak takut berumur 40. Enjoy, happy. Kejadian alami kalau orang jadi tua satu tahun dengan bergantinya tahun. Kebahagiaan dari dalam akan terpancar ke wajah. Saya masih merasa cantik. Setidaknya ucapan bahwa saya cantik itu selalu jadi hadiah setiap hari dari suami dan anak-anak. That’s more than enough.

Dasar orangnya bawaannya hip hip ceria, ketawa terus. Sekali ketawa seperti gempa, kalau nggak kuat dengernya bisa jantungan. Hohoho....

2.     Merayakan ulang tahun

Ketika merancang pesta Indonesia besar-besaran dengan rencana tamu 300-500 gagal, saya tak patah arang. Saya banting setir dengan mengadakannya sendiri, mengambil momen ultah 40 tahun. Hasilnya dari 100 undangan yang hadir 80-90 an, sudah bagus. Acara bertajuk “Indonesien Paradise der 17.000 Inseln“ itu menjamu tamu dengan makanan dan minuman Indonesia, tarian, lagu dan foto dari negeri asal saya. Bahkan malam itu berubah menjadi malam charity, di mana mereka menyumbang untuk kemudian saya teruskan kepada Rumah Bahasa Semarang dan yang membutuhkan.

3.     Semakin mencintai keluarga

Merasakan siraman cinta dari suami dan anak-anak memang penting. Membuat saya jadi bersyukur. Panik tiap pagi mengirim anak-anak ke sekolah, suka sebel dengan anak-anak dan suami yang bikin rumah berantakan, omelan saya pada mereka tiap hari karenanya ... wow, semua masih terasa indah. Kalau mereka dewasa pasti ngangeni. Kok sepi? Hahahaha ....

Membagi waktu bersama mereka juga tak mudah. Demi bukti cinta saya pada mereka, waktu saya bagi. Pagi, siang, sore, malam ... waaaaah! I love them-they love me, we are a happy family.

4.     Banyak melakukan kegiatan sosial

Sudah sejak di Indonesia saya gabung LSM yang banyak melakukan kegiatan sosial. Kegiatan seperti charity sudah tak asing lagi. Sudah beberapa kali saya melakukannya di Jerman. Mengumpulkan dana untuk korban Merapi, untuk anak-anak panti asuhan, anak-anak SLB, membuat sumur, program Afrika dan masih banyak lagi .... Gana’s project for Indonesia! Keinginan untuk itu semakin menggebu. Kalau saya mati, harta tidak bisa dibawa lagi.

5.     Mencoba lebih sabar lagi

Merasa berbeda dengan ibu. Sosok perempuan yang dicintai ketujuh anaknya, lembut dan sabar.  Nggak kayak saya ....

Bagaimanapun, kalau dahulu gampang nyap-nyap, sekarang hitung-hitung ... kapan waktu yang pas untuk mengekspresikannya. Menahan diri. Nggak mudah memang tapi bisa kalau belajar sedikit demi sedikit.

Jika ada orang yang tidak suka dan berbicara negatif atau underestimate, biarkan dan buktikan kalau tetap bisa.

6.     Seks romantis rutin

Kami termasuk pasangan yang romantis. Bisa ketawa-tawa sepanjang hari, bisa pacaran sepanjang hari sampai diledekin anak-anak tapi pernah juga lah, marah sepanjang hari. Namanya manusiaaa.

Berhubungan seks dengan suami tidak hanya kewajiban tapi juga sebuah relaksasi. Menikmati cinta yang tumbuh bersemi, tak pernah mati. Ide-ide gila dari suami kadang bikin saya ngakak berkali-kali.

Mulai dari yang seks quicky sampai berjam-jam, kami nikmati agar udara tak berasa hampa.

7.     Travel sebanyak mungkin

Sejak single, saya memang suka jalan. Ke mana aja. Ke luar negeri, dalam negeri kami tempuh. Sekarangpun tambih asyik, masih sama-sama travel. Bersama anak-anak malah. Pernah satu dua kali sendiri, ada asyik nggaknya. Mumpung anak-anak masih mau diajak, travel sebanyak mungkin bersama mereka ... exploring Germany, exploring this world.

Eastern, here we’ll come!

8.     Menulis buku lagi, lagi dan lagi

Setiap hari saya menulis. Maaf sekali kalau saya nulis di Kompasiana disambi-sambi jadi nggak bisa balas komentar langsung, ya. Ada segunung pekerjaan rumah tangga, ada anak-anak yang masih butuh banyak perhatian, ada naskah-naskah buku yang harus diselesaikan.... Oh ... roller coaster! Hidup serasa lebih hidup, nggak monoton.

Tidak ada target satu tahun satu buku. Kalau bisa dua atau tiga dalam setahun mengapa tidak? Kalau tidak ada satu buku pun dalam setahun ... sayang, kann? Life is so short. Nggak bisa punya warisan (buku), eman-eman. Menulis adalah kegiatan berbagi ilmu dan pengalaman. Siapa tahu bermanfaat dan menginspirasi orang lain meski hanya segelintir? Berbaginya sampai ke promo buku dengan seminar dan talk show.

9.     Berteman, berteman dan berteman yang baik

Memilih teman yang baik dan memberikan manfaat positif amat perlu. Tidak hanya membangun karakter dan kepribadian tapi juga menyemangati hidup ke depan. Sekali mendapat teman baik, jangan rusak pertemanan dengan hal-hal sepele dan bodoh karena penyesalan kemudian tiada guna.

Bayangkan kalau saya salah teman. Bukannya jadi bagus tapi jelek ... emoh kwadrat. Meskipun manusia diciptakan Tuhan dengan baik dan buruknya, kita boleh kok memilih... asal jangan rasis.

Seandainya ada teman yang tidak baik, berusaha tetap baik, kalau perlu pengaruhi semaksimal mungkin untuk menjadi baik atau menuju kebaikan. It’s possible.

10. Olahraga terus dan terus, agar tetap sehat dan fit

Sejak tahun kedua di Jerman, saya sudah gabung klub ibu dan anak, olahraga kecil. Beberapa tahun berikutnya, saya ikut klub aerobik sampai hari ini. Sebenarnya, menari juga olah raga ... sekali menari Jawa atau Bali, badan saya berkeringat. Iya lah kan bergerak, tidak stagnan.

Di klub olahraga di kampung itu, usia yang tertua adalah 80. Si nenek bilang, ia mau olah raga semampunya, sampai nggak bisa lagi dan nafas tak lagi berhembus. Teladan yang baik bagi saya. Kalau dia bisa, saya tambah bisa. Umur masih separohnya.

Orang yang rajin olah raga sama tidak itu, saya pikir beda ... dari posturnya, cara hidupnya, gaya hidupnya ... nggak percaya? Silakan bandingkan sendiri.

11. Merawat wajah dan tubuh

Menggunakan day cream, night cream dan hand and body lotion sudah wajib saya lakukan. Nggak perlu yang bermerk tapi yang sesuai dengan kulit kering saya, sudah cukup.

Meminum jamu, sayuran dan buah-buahan lebih banyak lagi adalah langkah yang baik untuk menjaga tubuh dari dalam. Haha saya masih ingat, baru suka sayur dan salat sejak SMA, sebelumnya benciiiii. Sekarang cinta!

Minum air putih adalah favorit saya. Selain murah dan meriah, tinggal saring di jug dari kran air Jerman. Air putih meluruhkan kotoran di dalam tubuh.

12. Berpuasa atau pantang makanan/minuman

Entah puasa nyaur utang atau puasa demi mendetoks tubuh yang diisi macam-macam, ternyata berguna. Badan serasa enteng dan nggak merasa jadi eating machine. Demi menghindari lamanya puasa, biasa dilakukan bukan di musim panas. Matahari cepat tenggelam, seperti di tanah air. Yuhuuu.

Selama 10 tahun di Jerman, saya tidak konsumsi alkohol meski sangat gampang mendapatkannya dan murah, bahkan bisa gratis. Di Jerman, alkohol yang ada di bir dan anggur, sudah menjadi bagian dari kultur bangsanya. Saya pikir kalau saya berpantang itu bukan hanya soal agama tapi juga kesehatan dan kebiasaan. Sekali addicted, no way to turn back. Oh, nö!

13. Memiliki banyak keinginan

Meski umur sudah 40. Saya masih ingin belajar. Selain training dan seminar berhubungan dengan program mengajar di Volkshochschule, saya ingin belajar bahasa Jerman lagi B2, C1 ... mendalami bahasa Perancis yang terbengkalai, mempelajari tari-tarian yang menurut saya menarik untuk dipamerkan ke dunia internasional dan ... melanjutkan program doktor. Gila kaaaann? Sepanjang sehat, punya waktu dan belum dilarang ... why not? Yang lebih muda nggak boleh kalah.

Keinginan untuk mengunjungi tempat-tempat bagus, bersejarah dan menarik juga masih saya karang ...

14. Mulai berhemat dan tidak membuang sesuatu sembarangan

Kalau biasa boros belanja ini-itu, sekarang mikir. Kalau tidak perlu sekali, tak usah beli. Suka hati-hati kalau lewat toko dengan label “sale“.

Belanja barang kebutuhan sehari-hari sampai persediaan di kulkas dan gudang habis adalah langkah yang saya putuskan. Sekalian rekreasi di akhir pekan, belanja di swalayan. Haha...

Jika ada yang sudah tidak diperlukan, tidak buang sembarangan. Menanyakan kepada teman atau orang yang dikenal yang lebih membutuhkan atau ke center tempat mengumpulkan barang-barang yang masih bagus di kota.

Oh ... masih banyak lagi hal lainnya tapi sudah capai menulis, mana pekerjaan lainnya menunggu untuk diselesaikan.

***

OK.  Itu tadi seputar “I’m happy to be 40“.  Nggak takut. Menjadi tua itu alami, yang kadang tidak alami biasanya reaksi dari menjadi tua tadi. I’m not 20 anymore but I fell like I were 20 with 20 years experiences! Hahaha ... crazy but true. Bagaimana dengan Kompasianer? Don’t worry, be happy.(G76) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun