Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Yang Gratis Tidak Selalu Dimanfaatkan dengan Baik

9 Februari 2016   21:30 Diperbarui: 9 Februari 2016   21:32 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fasnacht Montag. Hari karnaval Fastnacht yang jatuh pada hari Senin, dua hari sebelum karnaval berakhir di Aschermittwoch. Bersama kompasianer Eberle, kami menikmati acara yang digelar kampung kami. Tajuknya, “Käpselefasnet; Karussel“. Seperti di dalam sirkus di mana orang berdandan badut dan sejenisnya. Warna-warni!

Di sana, kami dapat tempat duduk dekat permainan anak-anak. Seorang lelaki dengan menggotong kayu berisi makanan dan permen keliling. Tertulis di papan kecil, Maus 30 ctz, Schlange 5 ct, Moritz 10 ct, Popcorn 5 ct ...

“Wih beli pop corn murah. Cuma 5 sen. Nggak pernah aku beli sesuatu di Jerman dengan koin kecil ini.“ Kompasianer Eberle kembali ke meja, setelah sebelumnya sama anak-anak mengerubuti si pria yang dodolan panganan itu.

“Laaah kok murah, biasanya gratis. Tahun kemarin masih gratis, tinggal ambil.“ Saya protes. Meskipun orang Jerman tidak pernah meremehkan koin kecil tapi menyimpannya di celengan lalu dikirim ke bank, membayar dengan 5 sen memang jarang terjadi. Berita bahwa pengunjung karnaval harus bayar pop corn sedikit mengejutkan saya.

“Oh, iya tho?“ Gantian teman saya itu yang heran.

Haha... ibuk-ibuk. Sesampai di rumah, saya lapor:

“Pak, mosok sekarang pop corn yang dibawa orang ngider di Käpselefasnet, kudu bayar.“ Agak bersungut-sungut, saya letakkan sepatu ke depan.

“Oh, ya?“ Pelukan suami hampir membuat saya meledak, kencengggg.

“Iya, dijual 5 sen....“

“Betul itu, coba kalau gratis. Kayak tahun kemarin, anak-anak pada main lempar brondong. Sayang kann? Orang tua bakal marah kalau anaknya dikasih duit terus brondongnya tidak dimakan atau sengaja dilempar-lempar. Kalau gratis barangkali, dibiarin.“ Memang pada Käpsele Fastnet, anak-anak biasa main lempar Konfetti (kertas kecil-kecil, kadang warna-warni), atau semprotan busa warna pelangi dan sambil kejar-kejaran gitu. Tak terkecuali kalau ada brondong di tangan kan?

“Buk ... aku kangen. Kamu perginya lama...“ Halaaaah ... tadi diajak nggak mau. Saiki nggoleki! Kalau ditinggal kesepian. Huuuuh, papiiii!

***

Gratis. Kata ini pasti menjadi magnet bagi beberapa orang untuk tertarik pada apa yang ditawarkan. Misalnya beli satu gratis satu. Meskipun sebenarnya butuhnya cuma satu barang tapi tetap saja ngeyel beli biar dapat dua barang. Parahnya, kalau sebenarnya ... tidak butuh barang yang dibeli. Duuuuh, piye.

Contoh-contoh seperti itu sering terjadi dalam kehidupan manusia. Mendapatkan sesuatu dengan gratis tapi ujungnya tidak selalu baik. Kadang dilupakan, kadang disia-siakan, kadang tidak berterima kasih ... sedih kan.

Oh. Saya masih ingat beberapa buku yang saya kirim ke teman-teman, gratis. Apa tanggapan mereka?

“Waduh ... bukumu belum kebaca. Nggak sempet.“

“Wah ... di mana ya, bukumu? Aku lupa!“

“Sorry, bukumu buat bantal tidur, nih ....“

“Maaf ya ... bukumu ada di urutan ke ... buat dibaca. Kalau udah selesai, aku kasih tahu kamu.“

“Aku barusan beli buku banyak dari teman-temanku, mau kubaca tapi bukumu? Nggak tahu ya ...“

Parahnya saat ada yang bilang:

“Bukunya tak kembalikan ya, takut nggak kebaca“ Weeeehhh ... ada lho yang menerima kebaikan orang dengan kalimat yang kadang bikin salto. Ternyata nggak butuh tho? Saya salah sangka ... Kirain butuh ....

Tuh kann ... memberi orang sesuatu dengan gratis, tidak selalu membawa kebaikan pada diri kita sendiri atau orang yang diberi. Niatnya sudah baik tapi feed back, belum tentu.

Untungnya, saya bisa terharu bombay dengan mereka yang ingin memiliki buku saya dan rela dengan membayar sejumlah uang dan berkata:

“Mau dong, bukumu. Kirimin ya?“

“Bukunya sudah datang, makasih ya? Nggak sabar bacanya.“

“Bukumu bermanfaat, aku suka.“

“Sudah separoh terbaca, banyak inspirasi yang kudapat ...“

“Aku baca cepat bukumu, ada beberapa halaman yang kurang pas, tapi aku lupa yang mana. Bagaimanapun, bukumu menginspirasi!“

“Kisah yang menginspirasi. Sudah selesai kubaca. Aku akan pinjamkan ke teman-teman baikku, ya.“

“Aku sudah selesai baca. Kubuatkan resensinya, nih!“

Lebih indah yaaaa. Gregetnya ada, meski mereka tidak mendapatkan buku dengan gratis. Artinya, untuk mendapatkan sesuatu, mereka tidak menunggu gratisan tetapi berjuang; dengan membelinya, menuju toko yang menyediakannya atau menuju talkshow atau bedah buku untuk mendapatkannya. Go and catch if you can!

***

Sekarang, masih ingatkah Kompasianer ... barang apa saja yang Anda dapatkan secara gratis tapi bermanfaat atau gratis tapi sia-sia?

Mas Budi Maryono, penulis novel langganan Gramedia dan Elex pernah memberikan saya sebuah buku “Cara Keren Nulis Cerpen.“ Sungguh menarik dan bermanfaat apa yang dibagi di sana, dengan bahasa yang jenaka pula. Yes, I like! Thanks.

Beberapa kali kompasianer Eberle memberi saya hadiah baju tari. Beruntung sekali bahwa saya bisa memanfaatkannya. Menggunakannya pada pentas-pentas yang digelar. Bahkan barangkali warisan untuk anak cucu saya. Who knows?

Dan masih banyak contoh lainnya yang mengingatkan saya yang gratis harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Arghhhh, tentu saja banyak barang gratis yang saya dapat dan sebenarnya nggak butuh. Lantas? Saya masukkan ke gift box atau ke tong sumbangan di sudut-sudut kota kami atau dikasih orang yang saya tahu, lebih butuh. Nah, susah juga kalau nggak tahu harus dikemanakan dan masuk ke ... tong sampah! (G76).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun