Lagu Kalimantan Selatan itu dipilih Helena (diiringi gitar) ditemani biduan Neneng Lena dari Jakarta, Yohanna Ambarwati dan Novita Au pair Mädchen dari Medan. Lagu yang menceritakan tentang makanan khas, Rimpi itu memang asyik dinikmati penonton hari itu, dengan bertepuk tangan. Meriah sekali.
Pisang yang dijemur, diampar, biasa dikerubuti bari-bari, hewan kecil yang di Jerman disebut Fruchtmucken atau Obstfliegen. Nantinya, kalau sudah kering pisang jadi seperti sele pisang. Dikitipi Dawang mengandung makna digigit biawak, untuk menakuti orang yang hendak mencuri jemuran pisang (khususnya anak-anak).
Masih ingat liriknya?
Ampar-ampar pisang
pisangku balum masak
Masak sabigi, dihurung bari-bari (2x)
Manggalepok, manggalepok
patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api,
apinya clangcurupan
Nang mana batis kutung,
dikitip bidawang (2x)
2. Waktu Hujan Sore-sore – Maluku
Lagu itu pertama kali saya kenal dari ibu guru seni suara di SD asal Manado. Namanya ibu Risa. Rambutnya ngembang bakung, kulitnya putih, matanya coklat, bibirnya seksi merah, suaranya cetar membahana dan gesit. Pokoknya, idola murid-murid, sang mentari. Apa kabar, Bu?
Kalau nggak salah, begini liriknya:
Waktu hujan sore-sore
Kilat sambar pohon kanari
E jujaro deng mongare
Mari dansa dan manari
Pukul tifa toto buang
Kata balimbing di kareta
Sio nyong hati tuang
Jangan geser tinggal beta
E manari sambil goyang badange
Manari lombo pegang lenso manisse
La rasa rame jangan pulang doloe
3. Burung Kakaktua – Maluku.
Siapa yang tidak kenal lagu ini? Dari taman kanak-kanak, saya sudah tahu. Begitu pula dengan hampir semua warga Indonesia. Burung Kakaktua juga menjadi burung yang banyak dikenal, selain bentuknya, banyak cerita khas yang mengangkat si burung. Burung yang sekelas dengan beo dan bisa dilatih ngomong. Lagu “Burung Kakaktua“ itu juga diklaim Malaysia.
Daripada pusing, mari nyanyi sama-sama: