"Ya, udah nggak papa. Tadi pagi anakku sakit gigi sekarang sudah mendingan tapi nggak harus liat show lampu hari ini, nggak papa.“ Kata suami saya. Matanya masih memandang lurus jalanan, konsentrasi menyetir.
Begitu kira-kira terjemahan perbincangan suami dengan seorang teman lewat HP yang dihybrid di dalam mobil. Semua nguping. Acara nonton konser lampu dan api batal!?
Weihnachtszauber sudah sejak 10 tahun lalu digelar di kota Triberg. Untuk ke sana butuh 45 menit dari rumah kami. Tahun pertama tinggal di Jerman, saya hanya betah sejam untuk jalan-jalan melihat milyaran lampu yang digelar di seluruh area air terjun.
Sekarang? Wooooo ... Lima jam! Pecah rekor. Padahal temperatur udara 2 derajat.
"Jangan lupa, siapkan sepatu yang kuat dan bersol tebal. Tanah dingin." Itu pesan teman suami yang bertamu beberapa jam sebelum kami pergi ke sana. Memang tanah agak basah, beberapa becek.
Itulah sebabnya saya pakai sepatu jalan-jalan ke hutan, wandern bersol tebal dan bergerigi. Begitu pula dengan anak-anak. Bajunya juga berbahan wol, berlapis. Topi, syal, kaos tangan dan jaket. Wis pokoknya lengkap.
Kami beruntung mendapat tempat parkir dengan mudah. Tempatnya nylempit atau tersembunyi karena berada di sebuah tikungan. Kalau nggak ditengok langsung nggak keliatan. Suami beli tiket parkir di mesin sampai pukul 20.30 karena mulai pukul 21.00 sudah gratis.
Parkir beres. Kami pun berjalan menuju air terjun. Pemandangan kanan kiri sudah mulai menyapa. Etalase dengan beragam souvenir, seperti jam kukuk. Jam dinding yang kalau setiap jam bisa dibunyikan dan mengeluarkan atraksi hiasan menarik. Ada yang sepasang kekasih berpakaian Dirndel khas Jerman, ada yang burung, ada pula yang beruang ... Seru! Kami punya satu, ukuran kecil di rumah. Harganya sudah 70€, beberapa tahun yang lalu belinya.
Ohhh ... indah. Rumah-rumah khas Schwarzwald, Blackforest juga tak kalah menariknya. Balkon-balkon yang biasa dihiasi bunga geranien itu sudah tak asing lagi bagi kami.
Konser api
Koran lokal memberitakan terjadinya kecelakaan dalam Weihnachtszauber pada tanggal 29 Desember 2015. Rupanya salah satu pemain konser api terbakar tangannya dan harus diangkat helikopter menuju RS pusat. Meskipun demikian, show api yang menurut rencana digelar dari 25-30 Desember pukul 15.00-21.00, tetap digelar dari awal hingga akhir. Rekaman pesan kesan dari si korban ditayangkan di layar tancap. Ia terbaring di tempat tidur RS ditemani crew yang akan melanjutkan show pada hari penutupan. The show must go on.
"Kinderbereich ..." Suami saya kasih perintah nemeni anak-anak ke barisan paling depan. Tempat khusus untuk anak-anak, yang disediakan oleh panitia. Lahhhh mana desel-deselan, mana bisaaaa ... Untung kami bertiga kecil tubuhnya. Kami pun blusukan di antara kaki-kaki orang Jerman dewasa... Arghhhh sampai juga.
Karena badan saya kecil, ada untungnya. Kami bisa melihat show dengan bebas. Agak ke depan, padahal antrian orang yang melihat sambil berdiri itu berkelok dan panjang. Oh, mantab. Piano yang mengeluarkan api ke udara kalau dimainkan.... putri dalam bola kaca. Bola-bola api dan masih banyak lagi ...
Konser api digelar tiap 30 menit. Itu demi menghindari kekecewaan penonton yang tidak bisa melihat dengan jelas. Jalannya dibikin satu arah. Sekali melawan arus, silakan diumpat. Dibunyi-bunyikan .... hahahaha. Nasib.
Usai keluar dari jalur, kami mampir kedai Crepes. Ya ampuuun ... antriannya kayak waktu di film jaman Belanda antri beras ... Kami pun pindah ke masakan Asia. Sama saja. Wah, ternyata banyak orang Jerman suka yaaa ...
"Aku tadi beli mini box. 5€! Gila ... Kalau 2,5€ kayak di kota kita itu ... Aku bisa beli 5 ... Pasti habis. Kalau harga segitu, sayang uangnya. Mahal" kata tetangga saya sambil ngakak. Kacamata Supermannya gerak-gerak.
"Besok saja tanggal 9 Januari kamu bisa makan banyak di pesta Indonesia, kalau sisa bungkusss ..." Hahahaha suami saya komentar.
"Lah iya kalau harga roti bakar 1€ dan sosis 1€ gak papa. Pantes lah ... Anak-anak juga seneng bikin Backbrot bakar sendiri di api pakai tongkat kayu ..." Tetangga yang punya pabrik mur baut itu menambahi.
Dua figur manusia salju berlampu menarik perhatian anak-anak. Saya abadikan mereka dalam kamera. Cekrek. Lalu mereka berhamburan ke menuju jembatan berlampu. Di sanalah digelar Labyrinth, jalan berliku yang memiliki jalan masuk dan keluar berlawanan. Anak-anak harus menemukan jalan hingga exit.
"Anak-anak ... Ayo kumpulllll" tiba-tiba suara pria berbaju pesepeda menggema di udara. Kami segera mendekat panggung. Si bapak telah siap dengan sepeda dan seorang anak yang memegang sepeda.
Ohhh rupanya dia pernah jadi peserta "Wetten Das" memamerkan ketrampilannya naik sepeda BMX. Pada akhir acara boleh minta tanda tangan dan foto bersama .... Yuhuuu!
Hiasan lampu berbentuk pohon natal dipasang sebagai background panggung konser musik di luar. Para penyanyi dan pemain musik tampak semangat. Badan mereka sepertinya tetap hangat dibalut rapat. Mengusir dingin biar tak menembus kulit dan tulang. Lagu-lagu yang ditawarkan tak sekedar lagu natal tapi lagu-lagu modern seperti "California" red Hot Chili Peppers.
Konser musik di dalam ruangan lebih asyik. Ada tempat duduknya. Hangat pula ... Beberapa menit sebelum pukul 21.00 digelar lagu penutup "merry Xmas and happy new year". Lagu dibawakan seorang penyanyi pria didampingi dua artis China. Salah satunya bergelantungan di atas holla hoop sambil goyang.
Tepat pukul 21.00 langit kota Triberg begitu indah dengan pecahan bunga api. Menara kastil Triberg tampak indah sebagai latar belakang. Orang-orang begitu terpesona. Tak terkecuali saya.
Saya heran mengapa tidak diadakan sampai Silvester atau malam tahun baru? Sepertinya kata teman-teman Jerman, panitia memikirkan segi keamanan. Maklum, banyak ancaman teror perayaan tahun baru hingga acaranya di Brusel, Belgia atau di Hamburg, München banyak yang dibatalkan. Nggak nyaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI