Lapangan Pancasila juga menjadi sebuah tempat yang asyik untuk menyaksikan gedung pencakar langit yang kian hari kian menjamur. Sejak dirobohkannya gedung GOR menjadi hotel dan mall, makin banyak hotel, perkantoran, swalayan dan apartemen yang ditanam di kanan-kirinya. Artinya, lapangan itu menjadi saksi pertumbuhan dan perkembangan pembangunan kota.
Bahkan lapangan adalah saksi bisu dari banjir yang kalau hujan deraaaas banget, banyak orang bisa susah. Kecuali tukang becak, tukang dorong dadakan dan tukang payung. Lewat sana, siap mencincing pakaian bagian bawah.
Semoga sekarang sudah bisa ditanggulangi. Tidak ada orang yang buang sampah sembarangan hingga gorong-gorong tersumbat. Pembersihan gorong-gorong pastinya sudah rutin dilakukan pemda, ya?
***
Dahulu, ada yang memprihatinkan ..... Minggu, pasukan kuning yang harusnya jalan-jalan sama anak dan istri, eee ... harus bersihin sampah. Maklum, banyak orang biasa buang sampah sembarangan setelah bermalam minggu di sana, apalagi kalau ada konser.
Dahulu, Simpang Lima jadi pasar tiban. Para pedagang menjual barang-barangnya dari Sabtu sampai Minggu. Banyak kejadian copet atau perampokan di sana. Kakak sepupu pernah ditodong belati kalau tak kasih dompetnya. Meski badannya gedhe kalau dikasih belati dan dikeroyok, habis kan? Daripada badannya disayat-sayat kayak ayam dan sapi di pasar, mending menyerah aja. Sisi gelap dari pasar Simpang Lima tiban.
Dahulu, lapangan dihiasi base camp warung tenda remang-remang (plus-plus), persis depan masjid Baiturahmann. Hingga akhirnya dibersihkan dengan beragam alasan.
Dahulu pada hari Sabtu sampai Minggu pagi, lapangan jadi lahan cari makan para pedagang. Dari yang jualan obat, barang sepuluh ribu tiga sampai makanan. Semua rakyat tumpah-ruah di sana. Ramai banget deh, pokoknya.
Itu duluuuuu ....
Sekarang? Sudah (mau) lupaaa.