Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Wang, Kompasianer yang Banyak Uang dan Suka "Haha-hihi"

11 September 2015   22:55 Diperbarui: 11 September 2015   23:04 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok: Kompasianer Semarang itu dari ki-ka adalah Gana, Wang dan Baskoro Hendrawan

Tukang komen. Itu kesan dari awal sampai akhir padanya. Saking sering komennya mengisi semua lapak kompasianer yang sempat saya baca, sampai saya sering gemes dan bilang ke dia,"Ayo, nulissss..." Barangkali saya yang kejam dengan pemaksaan menulis posting daripada hanya menulis komen.

Padahal motif saya adalah ingin tahu banyak apa yang terjadi di Semarang, kota yang sama-sama berarti bagi kami. Jadi biar Wang yang kabari di Kompasiana, gituuu.

Arghhh. Ia, terlahir sebagai komentator. Sampai didorong pantatnya tak mau juga maju. Wanggg ... nulis thoooo. Yang dicablek, cuma haha-hihi, seperti komennya di Kompasiana. Tulisan sama orangnya, samaaa ... lucu!

Betul, kompasianer Semarang yang saya maksud itu namanya Wang Eddy. Pria berkacamata yang lebih banyak komen omongan orang dengan terkekeh “haha-hihi“. Hiiiiih, tambah gemes, "Ayo ceritaaaa, Wang. Ditulis. Jangan ngumpulin duit sajaa.“

 

Pertemuan yang direncana

Masih ingat sekali pertemuan pertama kami di Gramedia Pandanaran. Itu waktu ada acara talkshow tentang buku kami "Bertahan di Ujung Pointe" tanggal 22 Agustus. Dia mendaftar di postingan undangan. Meskipun yang datang ada Bunda Selsa, Dinda Pertiwi aka Sri Subekti, Ida Moerthi, Listhia HR, Romdhonah, Baskoro Hendrawan... Profil Wang ini paling nyenengin memang. Duitnya banyakkkk! Hahaha.

Betapa tidak. Kalau jajan dia yang mbayari. Tipikal orang Jawa, yang kalau dibayari malah nggak enak dan memilih mbayari. Piye jal? Selama di Jerman saya dibiasakan untuk yarwe, bayar dhewe alias getrennt, sendiri-sendiri bayarnya.

Pertemuan kedua, waktu ke Brown Canyon tanggal 30 Agustus 2015, dibayari tiket lagi!

Pertemuan ketiga, saat saya undang dia di pameran foto Jerman yang saya gelar bersama UPGRIS, Koteka dan Fiksiana Community, 2 September 2015.

Ayayay. Wang memang banyak uang, lagi-lagi ia mbayari waktu saya usul kami ke Sam poo Khong menjamu mbak Wawa, suami dan anaknya. Welehhh dibayari terus.

"Nggak papa nggak tiap tahun." Haha betul juga kalau Wang njajakke dan mbayari semua tiket setiap tahun, bisa bangkruttt. Semoga cuma kali itu saja ya, Wang.

Tapi Wang, kamu lupa bahwa sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga. Waktu kami makan di “Majesty“, resto yang damai pada kami berempat (karena punya menu vegetarian dan dagingnya itu), dia kecolongan.

Ceritanya, Wang ke meja kasir untuk membayar.

"Lho, wis dibayar tho?" Protes si Wang pada kasir. Uang di tangan dikembalikan ke kediamannya. Dompet.

"Iya..." Mbak Wawa, admin Kompasiana itu mengangguk.

"Hah, kapaaaan?" Saya yang ikut makan tidak enak juga. Kok bisa ya, mbak Wawa bayar tanpa sepengetahuan kita?

"Iya-ya ... Lis yang nasinya masih segunung tapi gak abis itu ikut bersalah. Lumayan, di kos gak usah masak, ya Lis?

"Harusnya kami yang bayarin karena kami yang tuan rumah, orang Semarang.“ Muka saya tambah kasihan karena keduluan dibayari.

Ini mematahkan image yang saya tangkap bahwa biasanya Kompasianer yang jadi tamu (datang), kalau kopdar mbayari (betul?). Alamak.

"Nggak papa... " mbak Wawa tetap menggendong adik yang beratnya hampir setara 10 kg beras. Jiah. Sini tak pijitin lagi, mbak Wawa.

Begitulah. Meski si Wang banyak uang, uangnya gak laku pada suatu waktu. Kapok rak?

 

Salah satu keuntungan berkompasiana

Saya kira, itu salah satu manfaat dari bergabung di Kompasiana. Dibayari!

Dan lagi ... Dari nggak kenal jadi kenal. Dari yang nggak pernah ketemu jadi kopdar. Dari teman jadi saudara. Dari yang malu menjadi malu-maluin. Pokoknya seruuu ...

Kompasianer memang ada di seluruh dunia. Tak hanya di dalam negeri, di luar negeri juga kann?

Bagi orang yang suka jalan seperti saya, ini pasti ada hikmahnya. Bisa kopdar di kota yang akan dikunjungi atau yang deketan kotanya. Merenda hari.

Jikalau datang ke Semarang, saya dijamu Wang, janji suatu hari kalau Wang ke Jerman akan mengalami hal yang sama. Saling memberi, saling menerima. Sido mangkat tho, Wang? Tak jemput di stasiun kereta, ya. Xixixixi.

Yup. Karena Kompasiana, dapat teman baru, ya, si Wang itu. Ah, indahnya duniaaa ... serasa milik Kompasiana.

Kalau sudah begitu, masih ada yang ragu berkoneksi di Kompasiana? Ai-ai, jangan.

 

Semarang, 2 September 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun