Gereja tua berdentang 12 kali. Sudah tengah malam. Maja melirik Rama yang tertidur manis, di sebelah kiri dekat jendela. Dikecupnya sekali. Si pria merubah posisi, membelakangi Maja.
Entah mengapa hari itu, Maja tak bisa tidur. Berkali-kali ia memencet remote TV, memindah chanel ke sana-ke mari. Tak ada film bagus! Sebal. Dimatikan saja TV layar tipis itu, sekarang juga. Mencoba untuk mengatupkan mata sembari berdoa lalu menghitung angka. Tetap sia-sia.
Udara dingin yang menyelinap dari jendela yang sedikit terbuka itu, perlahan menghembus ke dalam ruangan. Bulu kuduk Maja berdiri. Ditariknya selimut hingga menutup separoh muka. Hangat mulai merayapi kulitnya yang putih. Tak lama, dua menit sudah, Maja hampir saja terlelap hingga tiba-tiba sebuah bunyi mengusik telinga:
“Kresek-kresek ...“ Suara gaduh dari luar jendela itu lambat laun semakin jelas. Mata Maja terbuka. Bulat seperti bola ping-pong. Degup jantung Maja seperti sapi dibalur cabai. Cepat, semakin cepat, lalu menukik.
Sunyi.
Beberapa menit berlalu, Maja menutup mata. Otaknya masih mencoba mengira-ira bunyi apa yang barusan didengarnya.
“Kresek-kresek ...“ Lagi-lagi bunyi itu. Bahkan makin keras, membuat Maja makin gundah saja. Untuk membangunkan suaminya, ia tak tega.
“Setan? Maling? Ular? Arggghhhh....“ Maja bergumam. Perempuan bercat rambut itu makin cemas. Dipeluknya erat-erat pria yang baru saja dinikahinya itu. Sang pria terbangun.
“Aku hampir jatuh ke lantai .... apaan, sih?“ Mata Rama seperti Garfield. Ngantuk dan merah.
“Takut ....“ Maja semakin mengencangkan pelukannya.
“Kayak anak kecil saja, sweetheart. Jam berapa ini? Tidurlah ... geser sedikit, aku tak bisa nafas.“ Suami Maja merasa tak nyaman.
“Ada bunyi kresek-kresek dari luar. Pssssttt ...“ Maja memberi aba-aba agar suaminya menciptakan hening.
Yang terdengar hanya suara angin musim gugur lalu ...
Senyap.
“Kresek-kresek ...“ Bunyi itu lagi!
“Tuh, denger kann? Takuuutt.“ Maja kembali memeluk tubuh ceking yang digandrunginya. Rama menggelengkan kepalanya. Pria itu gemas. Segera turun dari kasur, memilih program senter pada Iphone dan keluar rumah. Maja berjingkat membuntuti.
Di antara semak-semak kebun depan, ada yang bergerak-gerak. Bukan angin tapi ....
“Jangan-jangan ular“ Maja menggigit kukunya yang tak lagi ungu.
“Ular tak bisa hidup di sini. Kamu lupa, ini bukan negeri tropis, sweetheart!“ Rama memencet hidung Maja.
“Kresek-kresek ...“ Gerakan berpindah, semakin dekat!
“Aaaaarrrggghhh ...“ Maja menjerit sambil melompat kemudian menjauh.
“Lihat, itu asal bunyi kresek-kresek tadi, sweetheart. Don't worry“ Belahan jiwanya tersenyum dan memeluk Maja yang mendekat.
Semak-semak yang dibelah Rama, menyisakan anak landak yang sepertinya kehilangan induk. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H