Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Cara Mudah Lestarikan Lebah (Save the bees!)

6 Juli 2015   20:16 Diperbarui: 6 Juli 2015   20:49 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika para lebah di bumi menghilang, itu pertanda umur manusia kira-kira hanya 4 tahun lagi. Tak ada lebah, tak ada tanaman, tak ada serbuk, tak ada hewan dan tak ada manusia. Semua musnah!“ Begitu kira-kira kalimat yang pernah dikeluarkan si jenius dari Ulm, Jerman, almarhum Albert Einstein.

Serem sekali kalau membayangkan apa kata tokoh dunia yang merumuskan E = mc2 itu. Kekhawatiran saya beralasan saat mengamati perkembangan lebah akhir-akhir ini (setidaknya di kebun rumah kami dan sekitar kampung). Lebah yang biasanya di mana-mana, bulan ini, Juli yang panasnya sudah sampai 33 derajat C, belum terlihat tanda bahwa mereka masih punya bala kurawa. Sedikit sekali yang saya lihat beterbangan di sana-sini. Padahal lebah laki-laki (pekerja) biasa hidup 6 bulan pada musim panas. Ah, berbeda dengan 10 tahun lalu ketika saya pindahan atau paling tidak, 5 atau setahun yang lalu....

Kekhawatiran menjadi agenda Greenpeace, mereka tampak melakukan banyak cara untuk menyelamatkan lebah. Pernah saya lihat acara demo penyelamatannya menggaet para artis Hollywood terkenal dan disorot TV. Aktor /aktris memakai baju lapangan berwarna putih dan topi khusus pelindung sengatan lebah.

Apa saja kampanye Greenpeace untuk “save the bees“?

1.Melarang tujuh pestisida yang paling berbahaya, antara lain nicotine culprits, clorpyriphos, cypermethrin, deltamethrin, dan fipronil.

2.Melindungi dan melestarikan habitat asli lebah.

3.Mengembalikan pertanian yang ekologis.

Lantas? Masih banyak masalah di dunia ini, soal lebah ini bukan satu-satunya bahaya yang bisa mengancam kehidupan manusia di masa mendatang dan menjadi hal yang urgent. Bagaimanapun, tak pernah ada kata rugi untuk melakukan sesuatu yang baik dalam hidup. Berikut cara mudah saya ikut berpartisipasi dalam program “save the bees“:

 Pertama, minum madu setiap hari. Waktu kecil, saya sering melihat kebiasaan itu pada bapak. Pokoknya stok madu paling tidak sebotol selalu ada di rumah. Supply=demand. Tak heran kalau pedagang madu keliling paling seneng ngendon lama-lama dan ngobrol dengan bapak. Dilarisi. Pelajaran dari bapak; jamu tak hanya untuk campuran jamu biar tidak pahit tapi juga dioleskan ke kulit saat luka terbakar dan katanya, menyehatkan dan memperhalus kulit kalau banyak mengkonsumsinya. Selain itu untuk obat batuk dan panas. Menurut saya, madu lebih nyaman dan aman untuk pemanis teh ketimbang gula pasir. Madu mengandung nutrisi tinggi dan rasa teh memang beda saat dihirup, apalagi yang paling penting dikabarkan mampu mencegah diabetes. Dan anak-anak pun mengikuti tradisi minum teh dengan madu bukan gula. Horee ....

Kedua, menanam mawar dan bunga lain untuk dihisap kumbang. Memang waktu kecil saya suka melihat bunga di Bandungan, Semarang atas. Itu bunga kok seger-seger dan cantiiiiikkk. Sayang, orang tua kami tidak punya kebun. Paling menanam tanaman hijau di dalam pot. Sudah. Nah, ketika tinggal di rumah dinas, beruntung sekali selalu ada pohon buah-buahan. Dan saat memiliki rumah sendiri, kebun luas siap ditanami bunga-bunga dan buah-buahan. Senang sekali mengamati para lebah menghisap bunga dari pohon buah yang sedang berkembang atau bunga yang sedang mekar.

“Ich bin nicht süß“ alias “Saya nggak manis“ biasa kami ucapkan ketika para lebah mendekat. Maksudnya biar tidak dientup,  disengat lebah yang senang mendekat manusia (pas minum manis, makan manis, atau sedang berwajah manis haha).

 

"Bärbel" (Edelrose, middle&wangi)

"Broceliande" (Edelrose, besar, tinggi&wangi)

"Gana" (middle,rimbun&wangi)

"Kimono" (beetrose, middle, wangi)

"Chayenne&Shenoa" (kecil, tidak wangi & rimbun)

"Schneewitchen" (beetrose, middle, tidak wangi)

"Oma Ema" (Kletterrose, tinggi, wangi&middle)

"Frau Merder" (Edelrose, middle, tidak wangi)

"Nennen" (Kletterrose,tinggi,semi wangi)

"Gana mini"(wangi, middle, rimbun)

"Bridge of sighs" (Kletterrose, tinggi, tidak wangi)

"Milano"(Edelrose, tidak wangi, middle) 

Itulah sebabnya, saya suka menanam mawar. Setidaknya ada 25 mawar; warna merah, putih, oranye, kuning dan merah muda (sebagian hasil stek sendiri). Lebah menyukai bunga yang berbau manis dan harum, makanya saya pilih mawar. Sayangnya, denger-denger, lebah tidak menyukai mawar merah! Padahal saya punya beberapa diantaranya dari yang merambat sampai ndlosor alias rimbun.

Ketiga, mengunjungi peternakan lebah. Pergi ke sana adalah sebuah pengalaman yang menarik. Dari percakapan dengan beberapa petani lebah, memelihara lebah untuk memudian mendapat madu itu mulanya hanyalah sebuah keisengan. Seterusnya, menjadi hobi yang menguntungkan karena hasilnya bisa dijual. Kadang memang mereka tak punya kebun yang luas di rumah, menyewa atau membeli kebun luas di daerah lain. Mereka (sekeluarga) biasa mengolah hasil madu dari sang lebah sendiri, hingga masuk ke dalam botol, dilabeli dan dipasarkan door to door atau dari mulut ke mulut (pertemanan, persaudaraan). Harganya memang terpaut sedikit banyak dari harga swalayan (250 gram madu di swalayan=2,50€, privat=4€). Rasanya? Mantab! Selama ini, madu yang paling jos baru saya rasakan di Indonesia (Jawa) dan Hungaria (Szolad), wangi dan segar. Semoga di Jerman segera nemu.

Keempat, menanam buah-buahan, di mana bunganya bisa dihisap kumbang. Saat pindahan, di kebun sudah ada pohon kenari dan haselnut. Sekarang, saya tambahi beragam apel, ceri, stroberi dan aprikose. Beberapa kali saya amati bahwa bunga dari pohon dihisap para kumbang. Seru!

Kelima, jangan bunuh lebah. Pengertian itu kami sampaikan kepada anak-anak. Kalau lebah dibunuh tak ada madu lagi yang bisa diminum. Jadinya “Hush-hus-husss ... “ gitu aja, buka jendela atau pintu agar mereka terbang ke luar. Don’t kill the bees, please.

Keenam, hindari penggunaan pestisida yang dilarang dan bahan kimia berbahaya di sekitar rumah. Selain berbahaya untuk anak-anak kecil di rumah, juga tak baik untuk hewan seperti lebah.

Itu tadi cara mudah saya (kami) lestarikan lebah. Bagaimana dengan Kompasianer? Ada lagi?

***

“....Maja ... alle lieben Maja, Maja, Maja, Maja erzähle uns von dir.“ Begitu lagu anak-anak di Jerman yang sangat terkenal secara turun-temurun. Mengisahkan Maja, sosok lebah madu berwarna kuning dengan belang hitam kuning yang dicintai semua orang. Memohon sang lebah bercerita banyak pada kita manusia, tentangnya, yang baik-baik. Atau lagu “Sum-sum-sum“ (kalau bunyi lebah Indonesia “ngung“, lebah Jerman “sum“ wah, jauh banget).

Yup, akhirnya sampai juga. Lagu itu semakin menguatkan orang Jerman untuk peduli pada lebah dan pelestariannya.

PR berikutnya ... membeli/membangun rumah mungil bagi lebah yang sederhana untuk diletakkan di kebun. Kalau rumah burung liar, sudah banyak.(G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun