Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nenek Happy Punya Pacar Baru

21 November 2012   15:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:54 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang mendoakan kepada pasangan pengantin baru agar hidup dengan pilihan hatinya sampai kaki nini atau sampai maut menjemput. Doa yang tulus dan bagus. Lanjuuuut.

Tapi apa jadinya jika salah satu harus mendahului? Takdir mati itu pasti. Hanya saja jadwalnya tak tahu siapa dahulu yang diambil, yang perempuan apa yang lelaki ?

Ketika menjanda/menduda, bagaimana dengan kehidupan selanjutnya disaat badan dan jiwa sudah lagi tak muda tapi jalan panjang dan berliku masih didepan mata?

[caption id="attachment_225059" align="aligncenter" width="359" caption="Nenek happy mengisi sisa hari-hari ...."][/caption]

Berikut pengalaman beberapa nenek yang memilih untuk memiliki pacar baru demi mengisi sisa hari-hari  :

1.Tante IL, 70 tahun

Tante yang baik ini orangnya halus dan luhur budi pekertinya. Anak pertama dari empat bersaudara itu memiliki tiga anak. Anak yang kedua meninggal karena bunuh diri, menyebabkannya sangat kehilangan bak nahkoda kehilangan kompas. Apalagi beberapa tahun sebelumnya, suami telah meninggal lantaran sakit jantung pada usia 50 tahun.

Dari kedua anak perempuannya, ia memiliki tiga orang cucu. Salah satunya pernah berbisik kepada saya dan mengatakan bahwa neneknya punya pacar baru ! Ahai !

Beberapa waktu kemudian kami bertemu dalam sebuah acara Kaffee trinken (red : minum teh disertai kue). Saya tak bertanya kepada si tante mengapa ia memiliki pacar. Hanya saja ketika ia bercerita panjang lebar tentang kehidupannya, saya jadi merunut. Ditinggal suami, ditinggal anak lelaki, lalu anak perempuan berumah tangga sendiri. Hidup serasa nglangutkesepian. Lebih baik mencari kegiatan positif bersama pacar.

Pria yang dipilih juga sudah tak muda lagi, KH, 75 tahun. Seorang pensiunan Bäcker, tukang bikin roti yang ulung. Jarak rumah tante IL dan KH termasuk jauh. Tiga puluh menit perjalanan dengan mobil, baru mereka bisa bertemu. Tapi saking cintanya, di musim panas, om KH selalu menggenjot sepeda selama 2 jam dari kota V ke kota T, dibawah terik matahari. Olahraga sehat dan hemat, ujarnya. Suit suiiit … apel yang indah.

Dari bincang-bincang dengan kedua anak perempuan tante IL dan beberapa orang yang mengenal IL dan KH, saya mendengarkan bahwa mereka mendukung hubungan tak resmi ini. Hidup itu pendek, kalau tante IL bahagia biarlah ia jalani. It’s really her business.

2.Tante HF, 67 tahun

Seorang perempuan energik ini dikarunia tiga putra dan putri dan dua orang cucu. Suaminya yang memiliki usaha kecil-kecilan menjual alat kedokteran, meninggal serangan jantung pada usia 50-an. Sekuat tenaga ia membesarkan ketiganya hingga berhasil. Ada yang menjadi dokter, arsitek dan wiraswasta. Perjuangan yang berat menjadi single parent itu tak sia-sia. Pohon berbuah manis.

Ketika semua meninggalkannya hijrah ke kota lan, terasa banyak yang hilang. Sudah beragam kegiatan yang ia ikuti dari yoga, aerobik, ski es, berenang dan masih banyak lagi. Barusan ia mendapatkan penghargaan berupa handuk dari kementrian olahraga di Stuttgart lantaran ia telah 30 kali mendapatkan medali emas dari sebuah rangkaian lomba (lempar cakram, lempar lembing, berenang, lompat galah, maraton, sprint) rutin tiap hari Jumat di kampung. Tapi masih seperti sup kurang garam ….

Namanya juga manusia, sebagai makhluk sosial butuh seseorang yang mendampingi apalagi pada usia lanjut. HF pun memutuskan untuk berpacaran dengan seorang pria dari kota V. Jederrrr.

Mereka bertemu seminggu sekali. Minggu ini menginap di rumah tante HF di kota S, minggu depan tidur di rumah om SS di kota V. Seringkali berdua kesana-kemari menikmati acara ini itu.

Saat saya tanya, ia mengatakan, anak-anak dan cucunya tak ada yang keberatan. Mereka malah menyemangati. Apalagi kesempatan untuk bertemu keluarga sangat jarang karena jarak yang jauh, sehingga pacaran di masa lansia ini menguntungkan semua pihak. Tante FH dan om SS happy, anak-anak dan cucu tak rugi.

Bahkan teman-teman FH dan para tetangga tak mempermasalahkan hal ini. Ketika saya tanya mengapa tidak menikah saja jadi resmi hubungannya, tante FH menggeleng. Ini tak mudah lantaran urusan pensiunan almarhum suami FH jadi ribet ngurusinnya nanti. Takut kehilangan hak tiap bulan mendapatkannya. Ya sudah, pacaran terus deh.

3.Tante RG, 66 tahun

Tante cantik ini baru saja bertengkar dengan sahabat perempuannya HS, 67 tahun. Gara-gara punya pacar baru, HS memarahi tante RG. Kata tante HS, pacarnya tak pantas menjadi pendamping hidup tak resminya. Kawannya tak suka. Tante HS bahkan tak mau kalau tante RG mengunjunginya bersama pacar barunya itu. Karena tante RG sudah kadung jatuh cinta setengah mati dengan pacar barunya itu, ia tak peduli. Tante RG bahkan memilih memutus hubungan kawan dengan tante HS ketimbang kehilangan belahan jiwa.

Saya menghormati keputusan tante RG. Ia ini sudah 15 tahun ditinggal suami ke alam baka. Sementara satu-satunya putri buah hatinya, sudah sejak umur 19 meninggalkan rumah, menghilang dan tak menghubunginya lagi. Siapa lagi yang peduli tiap hari? Tante RG seperti mati segan hidup tak mau.

Wanita berambut ikal yang rajin ke gereja itu sudah muak hidup sendiri dan terus berdoa hingga Tuhan mempertemukannya dengan seorang duda yang cocok dengan hati. Jiwa yang kosong jadi terisi, hari-hari yang sunyi jadi indah untuk ditapaki. Bersama satu atap, tak sendirian lagi. Apa kata orang, tante RG tak peduli. Ini hidupnya, ia yang menentukannya. So what gitu, loh? Bye bye, home alone

Itulah contoh beberapa tante yang sudah menjadi nenek-nenek di Jerman tapi tetap fit. Rahasianya tak hanya dengan kegiatan positif tetapi juga pacar baru si penyulut nyalanya kompor jantung kehidupan. Alasan yang mereka lontarkan make sense. Saya mengerti. Let it be.

Phenomena ini-pun ternyata sudah biasa di kalangan masyarakat kota kecil kami. Dari latar belakang sosial dan budaya Jerman, membuat keputusan para nenek untuk mencari pacar baru itu tak ubahnya pemakluman layaknya hak jejaka bertemu dara atau sebaliknya.

Saya tak tahu apakah kejadian nenek punya pacar baru juga terjadi di Indonesia. Maklum aturan agama, adat dan budaya kita memang lain. Tapi, siapa tahu??? Jaman modern … Indonesia … TST, tahu sama tahu tapi jangan kasih tahu … Pssst, rahasia ! (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun