Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memanggil Orang Dengan Nama/Sebutan Lain Yang Baik

13 November 2012   08:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:29 11582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah arti sebuah nama? Menurut saya amat penting dan perlu. Bagi saya nama adalah sebuah panjatan doa orang lain yang membuat seseorang yang dipanggil/disebut, tergiring menjadi pribadi yang baik bukan sebaliknya. Pemanggilan yang baik dan indah, pastinya membuat seseorang berbunga-bunga hatinya.

Tapi apa jadinya jika nama seseorang diganti dengan nama atau sebutan lain yang tidak baik, sehingga memerahkan kuping dan memanaskan hati ? Bisa jadi, hati berbusa. Plukkk.

Reaksi masing-masing pribadi ; ada yang biasa-biasa saja (cuek), ada yang naik pitam bahkan justru membuat lelucon dan mentertawakan diri sendiri menetralkan suasana, karena dipanggil dengan tidak menyenangkan …

Hikmah soal nama ini bagi saya adalah untuk berhati-hati memanggil atau menyebut seseorang … atau dalam lain kesempatan, menyikapinya dengan sabar untuk menyandang sebutan yang tak menyenangkan.

[caption id="attachment_223008" align="aligncenter" width="595" caption="Menamai orang dengan baik, indah."][/caption]

Anak kecilpun tak rela dipanggil dengan nama yang tak sepantasnya

Mbak Chayenne baru saja pulang jalan kaki dari SD. Mukanya bersungut-sungut. Sembari mempersiapkan makan siang, saya minta ia duduk di kursimakan bersama saudara-saudarinya. Lalu saya tanya apa saja yang ia alami di sekolah ….

Gadis berambut panjang itu menceritakan bahwa ia kesal tukang foto di sekolah menyebutnya « Alte Oma » alias nenek tua. Hari itu hari Jumat, hari pengambilan foto anak-anak kelas satu. Ia sempat happy bergaun merah muda, berbando bunga pink dan bibirnya terpulas lip balm agar tak pecah oleh udara dingin. Perasaan, bocah manis ini terlihat cantik sehingga tak rela disebut sebagai seorang nenek-nenek yang keriput. Apalagi sahabat kentalnya yang difoto pada sesi sebelumnya, disebut si fotografer sebagai « eine schöne Dame » atau seorang perempuan yang cantik. Gadis kecil saya itu merasa, ia berhak juga disebut demikian. Ia juga merasa dirinya cantik (seperti yang selalu saya dan suami katakan padanya setiap hari). Sebuah pemanggilan yang menyenangkan hati.

[caption id="attachment_223007" align="aligncenter" width="387" caption="Chayenne tak rela dipanggil "]

13527960051041930246
13527960051041930246
[/caption]

Saya dekap badan mungilnya. Saya besarkan hati anak saya. Saya mengerti perasaannya. Ia kecewa. Ia marah. Sudah sejak bulan September ia mengalaminya tapi tak pernah hilang dari ingatan. Parah ya ?

Untung mbak Chayenne tak dendam pada fotografer. Ia bahkan merasa kasihan pada si tukang yang menyebutnya dengan sebutan yang tak baik. Mungkin si lelaki punya masalah sehingga tak bisa mengontrol kosa kata yang keluar dari mulutnya. Perasaan ini semakin lama semakin kuat saat saya bacakan sebuah buku bacaan dari koleksi perpustakaan kami, « Du bist eine Prinzessin » atau kamu juga seorang putri yang cantik.

Buku itu menceritakan seorang anak perempuan sebayanya yang sedih karena ia merasa tak cantik dengan bintik-bintik di pipinya (seperti Pippi Langstrumpf, legenda anak Jerman). Lalu si ibu dengan sabar menegaskan bahwa dimatanya, bintik itu anugerah Tuhan dan ia tetap putri tercantik sedunia. Si anak semakin percaya ketika sang bunda menghadiahkan sebuah kalung bikinan sendiri. Dengan memakai jimat itu, si ibu yakin anaknya akan PD bahwa ia tetap cantik dengan bintik, tak perlu rendah diri. Hidup masihlah panjang, Nak.

Pengalaman saya dipanggil dengan nama yang buruk

Mbak Chayenne tak sendiri. Sewaktu kanak-kanak sayapun juga mengalaminya. Sering disebut orang « kacang atom » karena muka saya bulat seperti kacang atom (bulatan berwarna putih dari tepung, sebesar kelereng, berisi kacang) dan berbadan gempal dan pendek. Atau ketika remaja, banyak teman menyebut saya pendekar kependekan dari pendek kekar. Ini karena badan saya memang pendek, 150 cm, tetapi saya kuat nan sigap mengangkat beban berat. Hehehe.

Atau ketika orang memanggil saya Yati Pesek, karena hidung saya pesek/pendek. Bahkan ketika saya selalu berambut panjang dan disebut gadis desa sampai mak Lampir … oh kejamnya.

Ada hikmahnya ternyata ketika sebutan yang tak menyenangkan itu saya dapat dari orang-orang yang saya kenal. Mereka mungkin ada yang menganggapnya sebagai lelucon. Tetapi apakah mereka juga memperhitungkan efek perasaan hati saya yang terluka? Mungkin saja tidak, karena mereka toh sedang tak serius. Bullying? Atau saya yang terlalu sensitif?

Saya tetap bersyukur. Tuhan itu adil, Ia ada dimana-mana. Justru penyebutan itu menyemangati saya untuk terus maju. Mungkin badan saya pendek tetapi prestasi tak boleh kalah sama yang cantik semampai, begitu tekat saya waktu muda.

Bahkan keinginan untuk merubah penampilan sebagai anak perempuan yang manis, maju dan chic juga terjadi dari waktu ke waktu. Tak ubahnya perubahan larva menjadi kupu-kupu. Saya jadi bisa dandan (mengoreksi kekurangan pada wajah saya), saya senang memadu padankan baju, mengenakan asesori seperlunya, mencoba segala sesuatu yang baru dan menambah pergaulan seluas-luasnya hingga segala penjuru dunia.

Ternyata semua itu berhasil. Kepercayaan diri saya bahkan semakin kuat meski melalui perjalanan yang panjang nan berliku. Kalau mau pasti bisa. Bukankah sebuah hasil tak akan dilihat tanpa doa dan usaha ?

Lama waktu berselang, ketika menikah dan suami berulang-ulang mengatakan « Hunny, kamu cantik sekali meski habis bangun tidur, kamu indah tak pakai riasan. Aku melihatnya dari pikiran dan hatimu selama kamu menemani hidupku» saya semakin yakin bahwa pemanggilan dengan nama atau sebutan yang baik itu menginspirasi dan memotivasi. Ia menyebut saya Hunny (red : honey, manis …). Xixixi.

OMG ! Life is so beautiful.

Bagaimana jika ini terjadi pada saya di dunia maya ?

Demi penggantian nama biasanya dibuat bubur merah putih dan diamini dengan doa. Itu tradisi orang Jawa, masyarakat yang saya kenal.

Lalu ketika ini terjadi didunia maya ? Semoga ini berhasil disikapi masing-masing individunya termasuk saya.

Itulah sebabnya saya amat suka memanggil Bidancare dengan sebutan “mbak Tari yang ayu.” Menyapa mbak Tyas dengan “mbak Tyas yang manis”. Menyolek pak Ketut Suweca dengan kalimat “pak Ketut yang baik.” Mengupas artikel ibu Maria Herdiyanto dengan menuliskan komentar, “Mbak Maria yang cantik ….” Lewat di postingan Aulia dengan sapaan, “Hallo, Aul yang kenes”. Bercanda dengan mbak Aridha Prasetya dengan berkomentar, „Mbak Aridha yangcantiksepanjangmasa“ dan masih banyak lagi …

Manusia tak pernah luput dari alpa. Maafkan kalau saya berlebihan dan tak sengaja menyebut siapapun dengan nama yang tak baik.

Oh ya. Saya juga amat bahagia ketika mbak Fey Down di Australia mengawali dengan kalimat “hi, mbak cantik …” di lapak saya. Bunda Khadijah yang menuliskan “Bunda Chayenne yang saya hormati dan shalehah ...” dan lain-lain yang tak bisa saya sebut satu persatu. Bukankah sapaan itu indah bak sebuah doa? Tak tahu hancurnya diri kalau sebutan dengan kebun binatang seisinya menempel pada saya. Ngeri.

Seseorang bertubuh gendut mungkin tak mau disebut "Ndut" atau berkulit hitam lalu dipanggil "Sireng", "Jaliteng", "Baja Hitam" dan seterusnya. Karena  setiap orang pasti percaya bahwa sebuah kekurangan itu bisa ditutupi dengan sebuah kelebihan yang lain, hanya butuh sebuah kesempatan saja ....

Penyebutan, itu doa bagi saya. Terima kasih, semuanya. Semoga saya selalu diingatkan untuk menyebut orang dengan nama atau sebutan lain yang baik dan menyenangkan hati karena ketika orang lain memanggil saya dengan nama atau sebutan lain yang baik, hati sayapun riang gembira. Dan untuk melakukan ini, semuanya GRATIS lagi pahala. (G76).

P.s: “Don’t say anything if you don’t have anything to say”, kata saya pada seorang wanita Amerika suatu hari. Wanita ramah itu tertawa dan menambahkan, inipun petuah nenek kakeknya di negeri asal padanya; agar supaya seseorang lebih baik mengunci mulutnya jika tidak bisa berkata yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun