Kera adalah jenis primata yang amat dekat dengan kehidupan manusia. Mulai dari Indonesia, India, Swiss dan Jerman ternyata masing-masing memiliki kerajaannya, baik yang dibangun tersendiri maupun bercampur dengan binatang lain dalam sebuah kebun binatang.
Apa sih serunya bertemu dengan hewan ini? Anehnya dari semua negara yang pernah kami kunjungi itu, keranya rata-rata memiliki karakter yang sama. Suka njambret!
Tak percaya? Mari kita tilik sama-sama.
[caption id="attachment_221817" align="aligncenter" width="415" caption="Tugu kera Jawa di Mundenhof, Jerman"][/caption]
Goa Kreo, Semarang (Indonesia)
Beberapa bulan sebelum kepindahan kami ke Jerman, kami menyempatkan diri berkunjung ke tempat wisata terdekat. Salah satunya adalah goa Kreo di Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Tempat ini bisa dicapai dengan mobil, bus atau taksi. Kerajaan kera ini benar-benar menarik untuk dikunjungi.
Goa yang berarti sebuah lubang. Kreo yang diambil dari kata Mangreho (red: peliharalah/jagalah). Goa ini dipercaya menjadi petilasan Sunan Kalijaga yang waktu itu sedang sibuk mencari kayu bahan pembangunan masjid Agung Demak. Konon monyet berekor panjang itulah yang menjaga kayu jati waktu itu.
Nah … dibutuhkan stamina yang fit, sepatu yang kuat dan persediaan makanan dan minuman yang ringan untuk mengitari area GK ini. Anak tangganya yang jumlahnya banyak dan berkelak-kelok ini amat menantang. Sebaiknya tak pakai hak tinggi dan berhati-hati dengan barang bawaan. Uang tak usah bawa banyak-banyak. Tahun 2012 saja, harga tiket untuk hari biasa Rp 2.500 dan hari minggu Rp 3.500. Murah bangettt …
[caption id="attachment_221818" align="aligncenter" width="468" caption="Jinak-jinak, jangan jitak"]
Eh iya … meskipun tergolong jinak, tetap hati-hati. Seorang pengunjung lain nampak ketakutan saat minuman ringannya direbut lalu diteguk sampai habis. Waktu saya jepret, si ketek tak peduli … untung kamera jadul saya tidak jadi raib.
Wah, pemandangan yang hijau dan sejuk menjadi daya tarik sendiri. Maklum, Semarang kota pantai, panassss … banyak debu dan penuh polusi kendaraan yang makin berjubel dan asap pabrik yang tak henti. Disini, kami agak menyepi dari keramaian dan kegalauan. Pfffffffff ….
Basel zoo, Swiss
Perjalanan kesana memang tak begitu jauh dari rumah kami karena area kami adalah Jerman bagian selatanberbatasan dengan Swiss. Kesana bisa pakai bus atau mobil pribadi.
Yup. Mobil telah diparkir lengkap dengan tiketnya yang termasuk mahal (4 euro?). Awas, kalau lupa atau sengaja tidak membeli tiket parkir, mobil bisa dijepit cakram besi oleh petugas yang berwenang. Bisa pulang jalan kaki ….
Tiket masuknya sendiri adalahuntuk dewasa CHF 18.-, remaja umuran 16 - 25 tahun ditarik CHF 12.-. Anak-anak usia 6-16 tahun hanya CHF 7.-.IV / Lansia 62 tahun keatas tetap CHF 16.-. Tiket kami sekeluarga dengan anak-anak (dibawah umur 20) tahun yakni CHF 39.-. Lumayan ngirit, coba kalau tiketnya per orang. Oh iya, masing-masing tiket dipotong Fr. -.15 demi mendukung proyek perlindungan alam. Contoh yang bagus ya? Untuk program amal. Dan satu CHF itu setara dengan 0,677 euro (1 euro= Rp 12.500?). Mikir ….
Terus dari sekian banyak hewan disana, tentunya yang menarik dan mengingatkan pada tanah kelahiran adalah para monyet di the monkey house. Rumah kera yang dibangun sejak tahun 1969 ini termasuk besar dan mencatatkan kesuksesan memelihara binatang-binatang. Seperti halnya bayi gorila Goma yang merupakan bayi gorila pertama yang lahir di Eropa, Tamtam yakni generasi kedua dari gorila yang pertama terlahir di dunia dan spesies langka White-faced Saki.
[caption id="attachment_221819" align="aligncenter" width="514" caption="Dibangun rendah,dinding tinggi. Hindari penjambretan"]
Karena keranya dimasukkan dalam kandang kaca (untuk gorila, siamang, orang utan dan lainnya) dan yang kera berekor panjang dibangun sangat rendah dengan sungai kecil, kayu-kayu dan tali untuk panjatan sehingga tak bisa mencapai tembok yang sangat tinggi. Upaya pengelola untuk menghindari penjambretan?
[caption id="attachment_221820" align="aligncenter" width="404" caption="Rawe-rawe rantas, barang pengunjung segra kurampas"]
Affenberg Salam, Jerman
Tempat yang cocok untuk kami kunjungi. Selain tak jauh dari rumah (dikawasan Bodensee), tempat parkir dan brondong jagungnya, gratis. Hanya saja … tiketnya untuk dewasa sudah 8,00 €. Anak-anak umur 6-15 tahun 5,00 €. Yang dibawah 6 tahun sih, gratis. Untungnya, tiket masuk sekeluarga dengan anak umuran 6-15 tahun ditarik 20,50 €. Harga untuk pengunjung disabled/siswa/mahasiswa/relawan/grup juga khusus. Tinggal menunjukkan kartu sebagai bukti.
Lha, bagi yang senang jalan kaki, tempat ini juga cocok untuk dikunjungi. Duapuluh hektar hutannya dihuni lebih dari 200 Berberaffen yang bebas berkeliaran tanpa sangkar.
Soal brondong jagung, biasa dibagikan bagi pengunjung yang ingin memberi makan para kera. Tim bonbin sendiri memang menggelar aksi pemberian makan pada hewan misalnya kera atau disebut Fütterungen. Waktunya dijadwal; 10:20, 11:00, 11:40, 12:20, 13:00, 13:40, 14:20, 15:10, 16:00 dan 17:00 Uhr. Jadi tak perlu takut ketinggalan atraksi ini.
[caption id="attachment_221821" align="aligncenter" width="498" caption="Berbagi brondong jagung gratis"]
Anak tetangga kami, N, harus meraung-raung lantaran kacamata favoritnya diambil salah satu kera. Bayangkan cara hewan itu mengambil lalu mematut diri dengan barang curiannya. Biasanya akan dilepas kalau sudah dirusak. Hahaha ….
OK. Usai dibuai pesona bukit kera ini, oleh-oleh bisa didapatkan di toko suvenir sebelum pintu keluar, untuk sebuah kenang-kenangan di rumah. Kami membawa pulang wadah bubuk garam dan merica berbentuk kera hitam.
Mundenhof (Jerman)
Kebun binatang ini ada di kota Freiburg. Saya tak melihat halte bus disekitar bonbin, mungkin hanya pakai mobil (?). Dataran tinggi yang memiliki jalan berkelak-kelok dan rapat oleh tebing ini bisa ditempuh satu jam-an dari rumah. Kota yang kalau musim panas sejuk, saat salju dingin menggigit.
Mundehof ini bukan sekedar kebun binatang gratisan seperti yang sudah-sudah, loh. Ada beberapa tempat bermain anak yang luas lengkap dengan ruangan mengganti popok bayi, hiasan kayu pahatan disana-sini, hewan dari berbagai negara (Asia, Eropa), area geocaching, sangkar burung besar diatas menara tinggi dengan kamera CCTV, restoran dengan sajian khusus buatan sendiri bukan dari pabrik (kue, roti dan jus apfel) dan tempat parkir yang cukup.
Tak perlu bayar tiket tapi kontribusi parkir 5 euro wajib dibayar berapapun jumlah personil yang diangkut dalam mobil. Bagusnya, uang sebesar itu dimasukkan dalam dana cagar alam. Penggunaannya amat kentara dari perkembangan koleksinya dari tahun ke tahun.
Sejak 2011, komunitas kera Jawa memadati lahan 38 hektar bersama hewan lainnya. Tahun 2012, terlahir 3 burung unta pas 15 Agustus dan seekor kerbau air pada tanggal 29 agustus. Menyusul akhir tahun ini adalah rombongan burung parkit. Sangkar seukuran tipe 21 itu telah berdiri, tinggal menunggu penghuni. Segeralah ….
Rasanya tak percaya jika kera Jawa ini terkenal suka njambret di seantero Jerman karena ulahnya di Mundenhof ini! Menilik bentuknya yang imut, kecil, lincah dan kadang kasar ini saya bertanya-tanya … wah belum ditatar nih jadi duta bangsa. Hehehe … jauh-jauh diimpor belum berbudi pekerti luhur. Saya sedikit malu waktu itu, namanya juga binatang.
[caption id="attachment_221822" align="aligncenter" width="622" caption="Hasil colongan kera Jawa di Jerman"]
Kera Jawa hadiah dari negeri tetangga, Swiss dan sekitarnya itu kini telah berjumlah 17 ekor. Petugas kebun binatang telah memasang tanda peringatan untuk berhati-hati mendekati sarang dengan 12 volt stroom (beberapa berkeliaran di lahan luas berjeruji besi, sebagian lagi mengumpul di ruangan hangat berdinding kaca. Mereka menjuluki kera Indonesia ini dengan sebutan Urahn Affe, Jäger und sammler (red: kakek buyut kera, si pemburu dan tukang koleksi). Hasil jarahan yang telah dalam keadaan rusak parah, bisa dilihat dalam madding. Ada kamera, dot bayi, payung, jam tangan, mainan anak, pensil, kacamata dan sebagainya.
[caption id="attachment_221823" align="aligncenter" width="406" caption="Kalau HP dijambret kera, kena roaming internasional!"]
Yang paling menggelikan dalam kalimat dalam warning itu adalah, “Kepada para pengunjung yang tercinta, hati-hati dengan telepon genggam Anda. Jangan terlalu dekat dengan sangkar kera lantaran mereka suka menjambret. Jika ini terjadi, siapapun yang akan menelpon Anda harus membayar mahal pulsa telepon lantaran si kera membawanya ke Jawa, Indonesia dan ia terkena roaming internasional.“
Bangganya, kera Jawa ini dijadikan maskot, nangkring di sebuah tugu sebagai penarik minat para penyokong dana.
***
Goa Kreo, Basel, Affenberg dan Mundenhof. Masih banyak komunitas kera lain di berbagai bonbin yang telah kami kunjungi, seperti di pura Besakih, Bali. Takutnya kepanjangan lagi deh …
Oi oiii ... kerajaan kera ada dimana-mana …
Demikianlah kera Jawa dari Indonesia yang hijrah ke negeri Jerman. Ia memiliki image negatif jadi tukang jambret, dilain sisi ia memiliki daya pikat tersendiri karena datang dari Indonesia. Eksotis gitu, loh. Tuing tuing ....
Sumber:
1.Pengalaman pribadi
2.http://seputarsemarang.com/kawasan-wisata-goa-kreo-3221/
3.http://www.affenberg-salem.de/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H