Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sehat Tanpa Alas Kaki, Sejenak Lupakan Sepatu Hak Tinggi

22 Juli 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:43 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari ….

“Saya masak untukmu ya?” Tanya suami. Ia memang suka memanjakan kami dengan masakannya yang aduhai saat ia banyak waktu dirumah.

“Hmm … nein. I can cook myself, hunny.” Saya tiba-tiba menolak.

“Takut gak halal ya, Schatz?”Suami saya mengerti standarsisasi ini, halal.

“Ich kann selber …pijat saja, Pak.” Saya paksa lagi ia untuk mengurungkan hasratnya dan menukarnya dengan pijatan. I love massage. Pria saya itu lalu pura-pura tidur dan mendengkur. Ha ha ha ….

Kamipun akhirnya menyanggupi tantangannya ke Barfüßpark. Taman ini adalah tempat dimana kita bisa memijatkan kaki tanpa pungutan biaya. Tempatnya ada di beberapa kota disekitar kami. Kami ke dua kota; Tieringen dan Möhringen.

[caption id="attachment_202051" align="aligncenter" width="590" caption="Pintu gerbang taman pijat kaki"][/caption]

Tieringen, here we come.

Begitu memasuki pintu gerbang, sepatu atau sandal dicopot. Sebuah pecahan gelas menampakkan kilatannya. Wiiih, serasa jadi penari kuda lumping keji beling. Tapi … ternyata setelah dipijakkk … hey, everything was just fine. Tak berdarah kaki ini.

[caption id="attachment_202053" align="aligncenter" width="560" caption="Memijak pecahan gelas warna-warni"]

13429553261585283718
13429553261585283718
[/caption]

Daratan kedua dipenuhi bebatuan kecil. Wah sensasinya itu luar biasa, small is beautiful. Ups.

Ketiga adalah sebuah aliran sungai yang kecil dengan jembatan kayu kecil yang unik. Kaki saya sedikit cramp. Tekanan air pada kulit kaki serasa menusuk hingga ke tulang. Dinginnya yang alami menyapa saya seketika.

Usai kejang tapak kaki reda, kami susuri sebuah jalan menuju hutan. Back to nature; teduh, sendu, asri, damai, tenang …tapi saya tak mau jadi Jane. Tak jamin mau hidup sama Tarzan. Sehari dua hari boleh jadi. Untuk selamanya? Ogah, ah ….

[caption id="attachment_202056" align="aligncenter" width="532" caption="Tanpa alas kaki? Siapa takut ...."]

13429559831079843885
13429559831079843885
[/caption]

Aliran sungai lagi. Yang ini makin nggilani karena ada lumpur lendut dan sebangsanya. Tapi, don’t call me Gana. I do this fear factor too, people. Hiyaaa … kaki tanpa alas kaki jadi tambah jelek nan hitam.

Tapak kembali merasakan gundukan batu yang lebih besar. Sepertinya saya punya problema dengan perut karena tekanan ditengah-tengah telapak kaki seperti ditusuk duri. Tajam.

Setelah kelar mengaduh, hamparan apel yang berjatuhan dari pohonnya mengingatkan saya … buah tak kan jatuh dari pohonnya. Duh, anak-anak lebih mirip siapa nanti, ya? Semoga yang baik saja yang dicontoh, ya, Nak?

Setengah jam-an sudah menyusuri jalanan yang tak datar. Waktunya membasuh. Sebuah pancuran mirip tempat wudlu di kampung halaman didepan mata. Orang-orang mulai membasuh kaki dan menadahinya dengan alas kaki kembali. Airnya yang jatuh begitu dingin, currr … splash … splash

Di ujung jalan sebelum tempat parkir, Spielplatz sang taman bermain menggoda anak-anak. Saya mengamati Kastanien. Adakah buah ini di dalam negeri?

[caption id="attachment_202054" align="aligncenter" width="553" caption="Kastanien, biasa dimakan kijang atau kuda"]

1342955806583561069
1342955806583561069
[/caption]

Saya melamun didekat suami. Taman pijat kaki tanpa alas kaki. Sayangnya, tempat ini hanya bisa kami kunjungi pada musim panas sahaja. Hiks. Memang ada saatnya untuk melepas sepatu-sepatu hak tinggi, balutan sepatu yang membungkus erat tanpa ampun membatasi napas kulit kaki dan tulangnya. Saya pikir, ini memang sebaiknya dirasakan secara regular agar jaringan yang ada di kaki sehat. Titik-titik akupunktur itu ditotok oleh benda-benda alami. Ternyata tak hanya tukang pijat yang bisa membantu kita atau tangan kita sendiri yang menggerayangi bagian kaki. Taman ini melayani niatan ini.

Terlalu banyak menggunakan sepatu highheels atau skyheels? Keluhan nyeri di punggung atau tumit bahkan ujung-ujung kaki harus diwaspadai. Toh, tanpa alas kaki kali ini sentuhan sehat dari alam begitu merasuki. Seksi itu tak akan hilang meski tanpa hak tinggi karena seksi bisa dipandang dari kata, pikiran dan hati.

[caption id="attachment_202057" align="aligncenter" width="525" caption="Anak-anak di Jerman lebih beruntung"]

1342956105306612380
1342956105306612380
[/caption] Ah, tanpa alas kaki … anak-anak Indonesia banyak yang tak beralas kaki pastinya bukan karena mereka ingin menuju sehat melainkan tak ada uang untuk membeli. Sementara disini, orang-orang membuang sepatu tak ubahnya limbah dalam tong-tong yang berdiri. Ping! (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun