Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ingin Melestarikan Adat Pernikahan Jawa

9 Juli 2012   12:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:08 8604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_199646" align="aligncenter" width="466" caption="Nafkah lahir batin suami pada istri"]

1341836621153741593
1341836621153741593
[/caption]

Setelah ritual Tanem (red: dimana ayah pengantin perempuan mendudukkan pengantin di kursi mempelai) sebagai penguat doa restunya atas perkawinan kami, ayah duduk di kursi sebelah kanan bersama ibu. Berikutnya adalah acara Kacar Kucur atau Tampa Kaya. Ritual ini sebagai simbol suami memberikan seluruh penghasilannya kepada istri. Biji-bijian seperti kacang, kedelai, beras, jagung, nasi kuning, dlingo bengle, beberapa macam bunga dan uang logam dengan jumlah genap mengucur dari suami yang duduk memegangi kantong merah kepada saya yang bersimpuh dan menadahi biji dengan kain merah putih (mungkin dalam perkembangannya nanti sama-sama duduk?). Sebagai istri saya diikat janji untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik dan berhati-hati dalam memanage keuangan rumah tangga.

Kemudian kami menjalankan ritual Dhahar Klimah atau Dhahar Kembul. Acara dulang mendulang sesendok makanan ini melambangkan pengantin akan berbagi sama rasa sama rata. Menikmati hidup bersama sampai akhir hayat, saling memberi saling menerima. Gongnya adalah minum segelas teh manis .

Kalau tidak salah ingat, tiada acara Mertui atau Mapag Besan (red: menjemput perwakilan orang tua suami saya). Mereka telah lama duduk dikursi sebelah kiri kami.

[caption id="attachment_199645" align="aligncenter" width="448" caption="Suami sungkem pada kanjeng ibu"]

134183646232821681
134183646232821681
[/caption]

Upacara Sungkeman adalah nomer ritual yang kami dilaksanakan. Mula-mula kami sungkem, bersujud menyium lutut orang tua saya, baru lutut perwakilan orang tua suami saya. Penghormatan dengan kedua telapak tangan menyembah ini diiringi laku dodok (red: berjalan dengan berjongkok).

Keris suami dipegang perias dan diselipkan lagi usai sungkeman.

Restu orang tua tidak hanya dari ucapan atau tetesan mata haru yang jatuh. Kain batik truntum misalnya telah memberi makna rejeki yang cukup selama hidup atau ikat pinggang atau sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk yang dipakai orang tua kami. Mereka berharap supaya kedua anaknya selalu bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan nyata didunia ini.

Resepsi perkawinan dimulai, tak ada tarian yang digelar. Hanya gamelan ayah yang ditabuh para pengrawit dan suara sinden yang merdu mendayu. Limaratusan hadirin menjabat tangan kami, pegal tapi geli hingga sesekali tertawa sendiri. Orang tua suami menelpon dari belahan dunia lain. Syukurlah setelah para tamu makan, lalu pulang … (kecuali saudara terdekat kami).

[caption id="attachment_199653" align="aligncenter" width="448" caption="Katering diserbu tamu"]

1341838265813168292
1341838265813168292
[/caption]

Hari yang benar-benar panjang nan melelahkan menjadi raja dan ratu sehari tapi amat bersejarah dan … indah!!!!

Hari ini diantara modernisasi pernikahan masyarakat Indonesia, pandangan saya menerawang jauh ke depan. Anak perempuan kami ada dua … kewajiban menikahkan mereka bukanlah hal yang tak semudah membalikkan telapa tangan? Bagaimana nanti saya mendapatkan alat-alat dan barang-barang yang diperlukan, termasuk orang yang menjalankan/membantu pelaksanaan ritualnya? Di Jerman pastilah tak mudah menjadikannya nyata. Bisa saja menjunjung adat yang ada di negeri rantau saya ini, tapi alangkah sayang jika tradisi keluarga kami tak diteruskan hingga anak cucu meski telah jauh. Kita lihat saja nanti …. (G76)

P.s: Postingan ini sebagai partisipasi lomba menulis dalam rangka pernikahan kompasianer mbak Uli HP dan mas Yusep Hendarsyah dari Palembang pada hari Minggu, 8 Juli 2012 di Museum Balaputra Dewa KM 5 Palembang. Semoga bahagia lahir batin sampai kaki nini, segera diberi keturunan yang baik. Amien.

Pernikahan Palembang sepertinya memiliki adat dan nilai yang hampir sama dengan adat Jawa (yang melanjutkan tradisi raja-raja keraton Solo dan Yogya). Palembang yang pastinya melestarikan tradisi raja-raja Sriwijaya, memiliki ritual seperti madik (red: pertemuan keluarga calon mempelai pria dengan calon mempelai wanita berikut keluarganya dengan membawa beberapa tenong atau songket), menyenggung (red: mempelai pria mengutus kerabat dekat dan orang kepercayaannya untuk membicarakan kesepakatan dan mengatur tanggal kedatangan berikutnya untuk melamar dengan membawa tenong atau songket), meminang / melamar (dengan membawa hantaran seperti pisang setandan lambang kemakmuran, hingga memutus kato atau hari dan tanggal pernikahan), Berasan dan Mutus (red: bermusyawarah dengan membawa tenong), akad nikah/perkawinan dan yang tidak kami lakukan dalam menyelenggarakan perkawinan adat Jawa, yakni mengarak pacar (dengan arakan yang diiringi orang-orang, musik taburan beras dan uang logam).

Intinya, baik adat Jawa atau Palembang menyelipkan makna luhurnya budaya bangsa Indonesia. Masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri.

Let’s keep it up, agar budaya bangsa Indonesia tak hilang digilas jaman modern, ego manusia dan kapitalisme. Culture is good.

Sumber:

1.Pengalaman pribadi

2.http://jagadkejawen.com/id/upacara-ritual/upacara-perkawinan-tradisional-jawa

3.http://budaya-indonesia.org/iaci/Tradisi_pernikahan_Palembang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun