Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tips Menulis Tiga Buku Dalam Setahun Ala Ira Latief

28 Juni 2012   11:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beschreibung: http://static.ak.fbcdn.net/images/blank.gif

Ira Latief, nama ini tiba-tiba merasuki pikiran saya selain para kompasianer yang saya kenal setahun ini. Sosok muda dan ceria yang bisa dijadikan contoh bagi saya dan mungkin kompasianer yang ingin menulis dan bahkan berbisnis.

Dari percakapan maya saya dengannya, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Wanita manis legit ini enjoy Jakarta banget dan menargetkan tiga tahun bisa menghasilkan 3 buku. How can it be? Let’s check it out!

***

[caption id="attachment_197577" align="aligncenter" width="363" caption="Ira Lathief, penulis "][/caption]

Beberapa waktu yang lalu, kompasiana menggembar-gemborkan kegiatan off air get urbanized III di Café D’Marco bersama mbak Ira Lathief dan kawan-kawan. Ingin rasanya bergabung bersama teman kompasianer yang lain di Jakarta. Tetapi seperti biasa tangan dan kaki saya pendek, berada di Jerman tak bisa membuat saya begitu gampang mengikutinya seperti teman-teman yang lain. Asa yang terperam.

Selalu ada surprise dari Allah jika cobaan menghadang. Tak sengaja, satu radio kesayangan saya menyiarkan talk show bedah buku Ira Lathief „Normal is boring.“ Wow, sebagai penelpon pertama, rasanya bangga bisa menyapanya di udara, menanyakan beberapa hal sehubungan dengan buku yang lagi booming.

Ira membenarkan dugaan saya bahwa ialah salah satu pemilik dari D’Marco, kafe martabak yang didesain modern itu. Gebrakan baru café modern dengan menu tradisional, martabak.

Lalu, suaranya yang terdengar dewasa menjelaskan bahwa memang peluncuran buku di TPU Petamburan itu sesuatu yang tidak biasa dan juga mengajak orang untuk bersama-sama meneliti sejarah yang ada disana (misalnya jejak dari Yahudi).

Life begins at 40” ternyata ditangkisnya dengan mengatakan kalau bisa dimulai dari usia 30-an mengapa harus menunggu sampai umuran 40? Hidup tak mundur kebelakang, maju terus jadi jangan ketinggalan. Itu yang dilakukan Ira dalam menerobos kesuksesan hidup dalam berkarir (menulis dan berbisnis). Saya mengkeret, meski tingkatan kesuksesan dan kepuasan seseorang itu berbeda satu sama lain, saya ketinggalan jauh, Man. Namun seperti biasa, saya menenangkan diri dengan berkata, “Tak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik … let’s see.”

[caption id="attachment_197578" align="aligncenter" width="451" caption="Bersama Wardiman (dok.Ira)"]

13408825711846353045
13408825711846353045
[/caption]

Tentang buku “Normal is boring” terbitan Gramedia yang saya pertanyakan bisa melawan arus pakem yang ada karena sebagian besar orang di tanah air masih ingin normal, sesuai aturan, berada di safety zone dan seterusnya, Ira menanggapinya dengan bijak bahwa yang dimaksud disana adalah tuntutan pemunculan kreatifitas manusia, tidak hanya mengikuti patokan yang sudah ada dan bahkan monoton. Selangkah lebih maju. Kreatif juga penting.

Kalimat yang ada didalam buku NiB-nya itu menggelitik, Jadilah orang berilmu atau jadilah orang yang lucu ….“ Satu perumpamaan yang indah, karena keduanya adalah pemberian Tuhan. Anugerah itu tak bisa diciptakan manusia sendiri. Beruntunglah orang-orang yang diberikan talenta besar bernama ilmu (melayangkan pikiran pada pak Julianto Simanjuntak dengan ilmu psikologinya, para penggede kampretos dengan ilmu photography-nya dan masih banyak lagi yang tak bisa disebut satu persatu) atau orang yang lucu (jadi ingat kompasianer dokter Posma sama mas Buddy Hazmi). Kemudian kedua bakat digosok terus, tak lekang oleh waktu.

Usai melontarkan lima pertanyaan lewat kabel SLI, saya tutup gagang telepon dan mendengarkan siaran live streaming sembari meneruskan pekerjaan rumah tangga. Hati berdebar-debar berharap mendapat satu dari kelima buku NiB yang akan dibagi. Ternyata saya terlalu PD, buku seharga Rp 45.000 an (?) itu kejauhan untuk dikirim ke Jerman.

***

Penasaran dengan sosoknya yang muda tapi bersantan itu, saya search di internet. Kebetulan mbak Ira ini nongkrong di Facebook. Saya sambangi wall-nya dan sapa lewat message. Gayung bersambut, ia bersedia saya wawancarai lewat inbox disela-sela kesibukan dalam persiapan peluncuran buku komunitas „Jakarta banget.“ Gott sei Dank.

Tak pernah terbayang di pelupuk mata Ira Lathief bahwa ia akan melihat bayangan dirinya sebagai sosok yang dikenal banyak orang. Cita-citanya sejak kecil sebenarnya hanyalah keliling dunia. Tiada keinginan untuk menjadi penulis hebat atau pebisnis sekalipun.

Masa remaja Ira memang sangat berwarna dan bergairah. Tipe gadis yang memiliki pergaulan luas, banyak kegiatan remaja, les ini itu dan beragam ekstra kurikuler di sekolah. Ia adalah profil anak remaja yang tak hanya bisa mempunyai satu rutinitas saja (sekolah).

Darimana ia belajar menulis?

Hobi menulis dimulai Ira sejak SMA.Waktu itu ia bergabung di ekstrakurikuler Majalah Sekolah. Kemudian dilanjutkan ketika mulai bekerja sebagai wartawan di salah satu televisi.

Empat tahun menjadi wartawan, Ira yang kreatif, memutuskan resign dan memilih serius menjadi penulis profesional. Sebuah ketetapan yang tentunya tak hanya seperti membalikkan telapak tangan. Saya pikir benar juga, jika mau sukses ya, harus total, tidak setengah-setengah!

Mbak Ira yakin bahwa talenta menulis itu anugerah dari Tuhan sang Maha pemberi, lantaran:) ditilik dari sejarah kedua orang tuanya, mereka adalah mantan abdi negara di kantor BUMN, bukan dari dari dunia kreatif.

Wanita enerjik ini menargetkan dalam setahun menelorkan tiga buku demi menjaga kreativitas dan produktivitasnya. Ira telah menulis 13 buku dalam usianya yang tahun 2012 ini memasuki angka 32 tahun (kelahiran 5 Juni 1980). Jika nanti ia berumur 40 bisa dikira-kira berapa buku yang dihasilkan dari jari jemari dan neuron-nya.

Kumpulan ide yang didapatkan dari membaca (koran, buku, musik, film, obrolan, pengalaman pribadi, pengamatan dalma kehidupan sehari-hari dan sebagainya) ia ramu menjadi tulisan yang menarik dalam buku-buku.

Ceritanya, buku-buku terdahulu (12 buah) kebanyakan adalah buku tentang anak-anak dan humor. Mengapa mbak Ira mengagumi dunia anak-anak? Ujarnya, anak-anak memiliki jiwa bebas lepas, dan mempunyai tingkat kreativitas yang sangat tinggi. Mbak Ira berpendapat bahwa buku-buku yang diterbitkan penerbit major itu juga bagus secara kualitas, sayangnya memiliki target yang hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja saja. Meskipun demikian diakuinya bahwa penjualan bukunya lumayan bagus, hampir sebagian besar buku-buku itu dicetak ulang.

Sebenarnya dalam buku “Normal is Boring” itu Ira juga mengangkat inspirasi bahwa kalau orang ingin lebih kreatif, perlu belajar dari anak-anak. Be Childlike, Not Childish. Yang diperlukan dari anak-anak adalah jiwa "kanak-kanak" seperti: spontan, antusias, suka mencoba hal baru, tidak pusing dengan komentar orang lain dan masih banyak lagi. Ia yakin bahwa semakin dewasa seseorang, semakin banyak kehilangan jiwa "kanak-kanak" itu, dan itulah yang membuat sesorang kehilangan jiwa kreatifnya.

Pengalamannya membuat Ira kaya akan pengetahuan, ia mengerti bahwa menjadi penulis itu bisa menguntungkan secara finansial asalkan mau terus menulis tak patah arang. Adalah sebuah miracle jika seorang penulis hanya menikmati keuntungan dari satu buku saja yang menjadi best seller.

Ira sendiri lebih memilih jalan sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Menghasilkan belasan karya terlebih dahulu hingga bisa benar-benar bisa diperhitungkan sebagai penulis yang kompeten.

Sedangkan kesabaran adalah salah satu faktor penting dalam memproduksi sebuah buku. Normal is Boring misalnya, buku ke-13 ini memiliki proses penerbitan yang luar biasa lama. Tiga tahun! Sebelumnya, buku itu pernah ditolak 3 kali oleh penerbit besar, hingga akhirnya berlabuh pada Penerbit Gramedia.

Jika ditanya tentang mana yang ia pilih antara book publishing company ternama dan self publishing, ia berpendapat bahwa masing-masing memiliki kelebihannya. Pada kenyataannya Ira Lathief memilih kedua-duanya.

Book publishing company ternama bisa membantu branding dan prestige buku penulis. Mereka memiliki sistem yang kuat (terkait managemen promosi dan marketing buku). Ini amat membantu dalam penjualan buku. Masalahnya, penerbit ternama agak susah ditembus, ataupun harus menunggu lama agar naskah disetujui.

Self publishing memungkinkan penulis untuk cepat-cepat menerbitkan naskah. Tak ada acara menunggu, mengantri untuk disetujui diterbitkan. Oleh karena itulah, self publishing ini menuntut penulis ekstra pro aktif mempromosikan dan memasarkan buku.

Melihat dari perjalanan karirnya dalam menulis, sepertinya mbak Ira ini pasti orangnya pantang menyerah. Bahkan ada teman yang bilang dari dulu memang ia ini jago promo. Akhirnya muncul pengakuan diri bahwa ia memiliki karakteristik yang optimis. Sedangkan marketing ia tak belajar secara formal. Melalui pengalaman dan observasi dari orang lain. Katanya lagi, jika seseorang bisa melihat segala sesuatu dari sisi yang terbaik, akan secara alami jago di bidang marketing. Tambahnya, ilmu marketing adalah mempromosikan segala sesuatu yang baik dengan cara yang tepat.

[caption id="attachment_197579" align="aligncenter" width="600" caption="Penghargaan lain pada Ira (dok.Ira)"]

1340882667828836594
1340882667828836594
[/caption]

Selain giat menulis, bisnis D’Marco bersama dua orang teman dirambahnya. Ide membangun D"marco cafe berasal dari kegemarannya nongkrong di cafe dan juga atas obervasi bahwa orang Indonesia banyak yang menyukai martabak tapi selama ini belum ada cafe modern yang menyajikan martabak.

Sebagai pengusaha mudapun banyak asam garam yang ia cicipi. Sukanya, sesama pendiri memiliki passion yang sama dengan kopi dan martabak. Sedangkan dukanya yakni pada masa awal investment. Ada investor yang mundur dan sempat membuat mereka down. Namun pada akhirnya tak menghalangi ketiganya keep on going dan menemukan investor lain dalam waktu yang relatif singkat.

Konsep dan café martabak dengan cafe modern hingga membuat martabak naik kelas dirancang dalam 5 bulan. Bulan pertama pembukaannya pada mei 2012 teman-teman media nasional meng-coverage cafe, dari mulai Koran Sindo, The Jakarta Globe, Majalah Femina dan lainnya. Alasan mereka, bisa jadi karena ini menarik !

Kedatangan Urbanesia menawarkan acara Get Urbanized 3 pada D’Marco untuk jadi host adalah kesempatan yang sangat bagus sekali untuk promosi. Urbanesia.com itu adalah sebuah website local bussiness directory. Sedangkan acara Get Urbanized tujuannya untuk mengenalkan masyarakat terhadap bisnis lokal setempat. Ira gembira bahwa respon dan feed back dari para peserta amat bagus.

***

Menjadi penulis yang aktif, pebisnis muda, apa lagi yang dicari wanita murah senyum, single nan aktif (tak hanya menulis dan berbisnis) ini? Yang pasti ia ingin berkeluarga. Meski mengaku belum punya pacar, ia yakin Tuhan telah mempersiapkan rahasia, seseorang yang terbaik untuk menjadi pendamping dalam hidup.

Sembari menikmati Jakarta yang menjadi tempat kelahiran, tempat ia dibesarkan dan mencari penghidupan, Ira tetap berikhtiar dan berusaha menunggu seorang pangeran memanah hatinya.

Buru-buru ia menambahi bahwa walaupun banyak tempat yang telah ia kunjungi whatever people say about Jakarta, Enjoy Jakarta!

Ada satu yang telah hilang dalam hidupnya di ibu kota. Almarhumah ibu yang meninggal pada tahun 2004. Beberapa tahun lamanya Ira tenggelam dalam kesedihan, alhamdulilah ia bisa bangkit. Penulis luar biasa dan semangat ini mulai merefleksi dan memaknai tentang arti hidup. Pada halaman pertama buku Normal is Boring, tertulis penghargaan Ira untuk sang Bunda tercinta.

Jiwa Ira Lathief yang bebas lepas tak mengurungkan cita-cita masa kecilnya, keliling dunia. Harapannya, ini ia lakukan dengan pasangan hidupnya nanti. May your dreams come true, Ira Lathief. (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun