Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kesatriapun Bisa Chic Dengan Warna …

17 Juni 2012   16:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:52 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_195331" align="aligncenter" width="597" caption="Tujuh Kesatria bukan dari Madangkara"][/caption]

Siapa bilang jika fashion hanya untuk kaum hawa? Para adam juga bisa terbawa, bahkan seorang pendekar berkuda sekalipun. Buktinya, ini kami saksikan dalam acara 16.Maximilian Ritterspiele di Horb Am Neckar, Jerman pada hari Sabtu, 16 Juni 2012. Festival ini merupakan kebiasaan yang muncul sejak tahun 1498, dimana raja maximilian yang kemudian menjadi Kaisar Jerman di Württemberg, membuat perjanjian.

Ketujuh Ritter itu memakai pakaian bercorak warna-warni, tak mengurangi kegagahan mereka berlomba dalam aneka aksi yang digelar didepan ribuan penonton dari seluruh penjuru dunia. Meski pakai warna, tak ada kesan maskulin jadi feminin. No way.

Begitu pula dengan kuda yang ditunggangi, gagah tapi tetap cantik bak pelangi. Menonton dari dekat? Rasanya selangit! Heboh.

***

Matahari begitu gagah menyorot bumi. Sengatan 30 derajatnya semakin membuat ngantuk. Untung saya didapuk sebagai supir, mata harus awas melewati jalan tol. Biar tak tergoda menutup mata, tarikan gas tergenjot 180 km/jam. Wuss … wuss …

Setengah jam kemudian kami telah sampai. Karena mobilnya gendut, urusan parkir saya serahkan pada suami. Huh, orang pada parkir, mengapa dua tempat parkir untuk satu mobil? Saya grogi, takut menggores. Put my hands up.

Uang tiga euro berpindah tangan. Tukang parkir dengan pakaian adat gaya lama memberi info tempat parkir yang lowong.

Setelah berjalan kaki menuju area kegiatan ini, kami sampai di kasir. Seorang wanita dengan pakaian kerajaan menagih 25 Euro untuk tiket keluarga (5 orang). Lumayan lebih irit, karena tiket satuannya dijual 11 euro untuk dewasa.

[caption id="attachment_195336" align="aligncenter" width="610" caption="Pasar jaman raja-raja"]

1339951165159540953
1339951165159540953
[/caption]

Begitu melewati si mbak berambut merah itu, kami pandang sana-sini. Alte Markt (red: pasar gaya lama) digelar, menawan hati. Jualannya macam-macam; ada pernak-pernik kesatria dari kepala hingga kaki, wangi-wangian alami, pakaian dan asesoris dari kulit, lilin (lengkap dengan atraksi pembuatannya), penjualan ladam kuda dan pedang kesatria lengkap dengan entertainment cara membuatnya, wilayah pertandingan memanah dengan busur, warung ala jaman Hercules dan masih banyak lainnya yang menarik.

Begitu melewati jembatan, kami berada di arena pertandingan bagi para Ritter. Tempat duduk tak ada yang kosong, terpaksa kami berada di depan pagar paling atas mucuk eri. Lantaran lupa lensa zoom, saya minta ijin suami dan anak-anak untuk mengambil foto dari pagar pembatas penonton dan kesatria.

[caption id="attachment_195338" align="aligncenter" width="504" caption="Salah satu artis pendukung"]

1339951267764169798
1339951267764169798
[/caption]

Ya ampun, ternyata meski panasnya menembus kulit dan capek berdiri, saya puas menikmati pertandingan yang hebat dari ketujuh kesatria ganteng, gagah dan chic itu. Segera saya SMS keluarga agar berjajar disebelah saya, biar mantab. Kamipun satu barisan.

[caption id="attachment_195342" align="aligncenter" width="556" caption="Berbaris rapi sebelum lomba"]

133995132427283571
133995132427283571
[/caption]

Mula-mula ketujuh kesatria berjajar rapi dan diperkenalkan oleh ketua adat. Sang raja yang duduk di singgasana menyaksikan lomba “Goldenes Schwert” (pemenang berhak mendapatkan pedang emas). Para pria berkuda itu bertanding satu lawan satu dengan pedang atau tombak. Disusul dengan jenis perlombaan yang lain misalnya memasukkan gelang-gelang ke dalam tombak besar, memukul sebuah besi hingga berputar-putar berapa kali, memanah babi (palsu) dan mengambil gelas berisi air dalam balok. Huy, semuanya dengan menunggang kuda! Kecepatan, keseimbangan, ketepatan, ketrampilan menaiki kuda dan seni diramu dalam rangka melakukan sebuah aktivitas. Pastinya merupakan simulasi yang tak mudah.

Corak dan warna yang meriah menyolok mata; hitam pekat, biru muda, hijau royo-royo, kuning klenting dan merah membara adalah warna dasar dari pakaian ketujuh pria dan kudanya. Kami berlima menjagokan masing-masing satu ksatria. Hasilnya? Jago saya yang berwarna biru, menang! Hurray!

[caption id="attachment_195343" align="aligncenter" width="487" caption="Jago saya, si biru, dengan pedang emas"]

13399514101990659244
13399514101990659244
[/caption]

Acara duel telah usai, penonton bubar. Orang-orang segera merendam kakinya di sungai. Anak-anak ketularan.Untung lapar tak bisa ditolak, makananpun kami raih di warung terdekat. Dua tusuk sate kambing (@ 6 Euro) dan sepiring semangka (3 Euro) kami lahap. Minuman kami pilih dari tas ransel saja, air putih rasa stroberi. Segar!

[caption id="attachment_195344" align="aligncenter" width="565" caption="Sang hijau"]

1339951491715447891
1339951491715447891
[/caption]

Seorang badut dengan egrangnya menghampiri kami dan bercakap-cakap. Orang tinggi ini menganjurkan kami segera menuju gereja karena disana digelar acara untuk anak-anak. Walahh … sudah panas, Om, naiknya juga tinggi bangetttttt ke bukit ….

[caption id="attachment_195345" align="aligncenter" width="602" caption="Si merah cabe"]

1339951552305570557
1339951552305570557
[/caption]

Pipi anak-anak sudah bertomat, merah-merah kepanasan. Jilatan es krim terakhir menandakan waktu kunjungan disudahi. Capek, mau pulang. Ketiga musketeers kami sudah rewel. Padahal pertandingan para kesatria masih dua kali lagi (pukul 18 dan 22).

[caption id="attachment_195346" align="aligncenter" width="552" caption="Hitam bercorak kuning"]

1339951637349439313
1339951637349439313
[/caption]

Sepanjang perjalanan menuju mobil, para pengunjung, penjual dan para artis tampak manis dan mempesona dengan pakaian gaya lamanya. Corak, model desain dan warnanya rupa-rupa. Shenoa yang berpakaian Dirndl ingin dibelikan sebuah mahkota dengan bunga mawar kering. Yaiy, it’s very expensive.

[caption id="attachment_195348" align="aligncenter" width="557" caption="Mak byak ... ganteng"]

13399517372126605152
13399517372126605152
[/caption]

Eee … begitu sampai tempat parkir yang sebelahnya ada taman bermain air, anak-anak nyebur lagi. Sambil mengawasi, saya sempatin buka Kompasiana. Kipas … kipas … cari angin. Hidup memang penuh warna, bagi semua.(G76).

P.s: Sayangnya tak ada penterjemah berbahasa Inggris untuk acara yang ditonton ribuan pengunjung dari seluruh penjuru dunia (dari benua Eropa, Amerika, Asia dan Afrika). Seperti halnya TV, semua berbahasa Jerman. No English ... not yet.

Link: Kampretos WPC (Fashion)

http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2012/06/16/weekly-photo-challenge-fashion-photography/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun