Kunjungan yang menyeramkan kami lakukan di kota Villingen-Schweningen. Sebuah kota besar di kawasan Baden-Württemberg yang menggelar pameran Dinosaurus internasional itu memang sudah kami rencanakan untuk didatangi, agar anak-anak ikut rekreasi bersama keluarga sembari belajar sejarah jaman batu.
***
[caption id="attachment_194407" align="aligncenter" width="590" caption="Sambutan hangat Dino di depan pintu gerbang"][/caption]
Langit biru tampak ceria, hanya angin saja yang serasa ingin menghempaskan badan. Huh. Jaket tipis tetap dipakai sebagai pelindung. Sebelum masuk ke pameran di sebuah pelataran parkir swalayan, beberapa replika Dinos menyambut. Truk-truk besar yang saya kira pasti alat transportasi tronton isi Dinos itu berjajar rapi. Warnanya biru. Saya membayangkan, kalau disuruh pegang setirnya, pastilah repot parkir … senggol sana-sini.
Ayah telah berada di barisan antri, tiket di tangan. Untuk dewasa 7 Euro, anak-anak 6 Euro. Wah, padahal kami berlima ... belum termasuk soft drink dan pop corn yang menggoda itu. Hehehe … kalau mau gratis, ya biasa main di Spielplatz saja (red: taman bermain bak jamur di musim penghujan di berbagai kampung/kota dengan prosotan, ayunan, rumah-rumahan, bak pasir dan lain-lain).
[caption id="attachment_194408" align="aligncenter" width="472" caption="Nobar dokumenter Dino"]
Nah, begitu masuk ruangan yang di-setting gelap, suara-suara aneh mulai membuat anak-anak tengak-tengok. Ow, rupanya banyak orang menikmati video dokumenter Dinos. Mengamati tingkah laku para hewan purba yang mencari makan, berkelahi, jalan-jalan dan sebagainya.
Di kanan-kiri, kerangka fosil di tegakkan dan dikurung dalam kaca. Saat mengamati detil rangka, mesin pembuat berondong sempat mengagetkan si kecil. Pletok … pletok … pletokkkk! Letupannya memang dahsyat. Cup cup cup … begitu keluar bundaran putih manisnya, tangis dedek reda tapi anak-anak jadi pengen nyemil.
[caption id="attachment_194409" align="aligncenter" width="453" caption="Duh, serem giginya runcing ..."]
Keluar dari tenda, kami dihadapkan pada pemandangan tak ubahnya hutan berpaving. Dedaunan dan pohon plastik dipasang untuk memperkuat kondisi alam Dinos jaman bahula itu. Replika para Dinos ditempatkan didalam sebuah box truk terbuka. Keterangan masing-masing Dinos menambah pengetahuan kami (nama, tinggi/berat, jenis klasifikasi hewan, makanan, tingkah laku dan sebagainya).
[caption id="attachment_194410" align="aligncenter" width="437" caption="Awas, dilarang pegang-pegang"]
Bitte nicht berühren (red: dilarang pegang) dipasang dimana-mana. Replika itu memang dibuat besar seperti aslinya dan pastinya amat mahal dalam pembuatan, jadi takut rusak oleh tangan jahil. Barangkali jadi tidak bagus untuk investasi tur keliling di kota-kota berikutnya.
[caption id="attachment_194411" align="aligncenter" width="435" caption="Just to say hello ..."]
Hewan purba imitasi itu masing-masing memiliki suara yang diperdengarkan dari sound system didekatnya, beberapa diantaranya bergerak-gerak. Weyy, membayangkan jaman dahulu pasti dag dig dug tinggal sama mereka, ya? Hap hap … bisa dimakan. Oi, ingat nonton film Jurassic Park … hiyyy!
[caption id="attachment_194412" align="aligncenter" width="448" caption="Swear, nggak nggigit kok ...."]
Anak-anak kami sebenarnya tidak takut, tapi mereka agak segan untuk foto bersama para hewan. Khawatir kaget diterkam dari belakang, ya, Nak? Nggak gigit, kok. Swear. Baru mau ketika papanya menemani mejeng. Walahhh ….
Saya paling senang mengamati kedua putri kami yang kalau memandang binatang disekitarnya itu; berdiri tegak, mata melotot, mulut menganga … hahaha untung nggak ngiler atau lalat hinggap, Ndhuk. Looked very innocent.
Kami selalu bersatu dalam mengamati Dinos dan sedikit menerangkan sesuai papan hijau yang menyertainya. Lumayan, ada pelajaran sejarah, saya sendiri sudah agak lupa waktu sekolah dulu pernah belajar ini kok tak ingat, ngantuk barangkali?
[caption id="attachment_194414" align="aligncenter" width="457" caption="Tok tok ... pyarrrr"]
Ada Stegosaurus dengan warna tubuh krem semburat coklat gelap, Protorosaurus sebangsa biawak, Turbosaurus berbadan hijau bermata kuning, Dsynonichus lehernya putih berbadan abu-abu, Parasaurolophus berwarna hijau bertotol kuning, Troodon berleher putih, Euoplacephalus si badan durian dengan kepala membesar, Pteranodon si burung jahat dan masih banyak lagi (termasuk buaya dan king kong).
[caption id="attachment_194413" align="aligncenter" width="555" caption="Salah satu baliho depan gerbang"]
Saking terpukaunya, kami kitari hewan purba itu sebanyak tiga kali. Tepat sekali bila pameran ini dijuluki „Mega-Dino Ausstellung“ (red: pameran akbar Dino) atau „Internationale Dino Ausstellung“ (red: pameran Dino tingkat internasional) yang mengangkat misi „Die Rückehr der Dinosaurius“ (red: kembalinya si Dino) dan „Die Welt der der Dinos“ (red: dunia para Dinos).
That was our scary visit part I … lebih seram lagi kalau datang dan kelilingnya pada malam hari ...
Hmm … Indonesia punya fosil dari Sangiran dan lain-lain. Andai pameran seperti ini ada di tanah air, anak-anak bangsa pasti mau dan puas menikmati rekreasi berbau edukasi ini, asal harganya tak mahal-mahal amat, syukur kalau gratisan. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H