Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Sudah Besar Kok Ngompol!“

2 Mei 2012   21:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:49 4448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkinkalimat itu yang selalu meluncur dari mulut seseorang jika mendapati seorang anak yang telah dianggap cukup besar untuk kering, masih juga basah karena kencing di celana atau tempat tidur alias ngompol.

*** [caption id="attachment_185838" align="aligncenter" width="332" caption="Sudah besar kok ngompol? (dok.pribadi)"][/caption]

Berikut pengalaman para ibu-ibu yang memiliki anak yang masih suka mengompol:

1.Pink (28 tahun) dari Kazakstan

Wanita bermata hijau ini mengatakan bahwa anak tunggalnya sejak lahir sampai umur 2 tahun selalu menggunakan pembalut bayi dan sering basah.

Nah, sejak lewat umur 2 tahun si gadis cilik diajak untuk bersih. Awalnya si anak sering mengompol baik di pembalut ataupun di tempat tidur. Padahal di usia 2,5 tahun si anak akan dimasukkan ke taman kanak-kanak.

Caranya? Pada suatu hari, Pink memutuskan untuk membangunkan si anak di tengah malam agar pergi bersama ke toilet. Ritual itu dilakukan hingga hari ini dimana anak telah berumur 4 tahun dan lancar tanpa gangguan mengompol. Selain irit, si anak tumbuh percaya diri ….

2.Merah (33 tahun) kelahiran Indonesia

Ibu muda ini kebingungan saat anak sulungnya yang berumur 10 tahun masih ngompol. Lalu iapun menelpon ibunda. Pesan si Eyang putri agar si anak dijantur (red: diangkat kedua kakinya keatas kepala ke bawah layaknya jambu mete). Konon tips ini dahulu sering digunakan leluhur orang Jawa jika mendapati problema serupa.

Sekali dua kali dicoba, selain si anak tidak mau lagi jadi jambu mete … hasilnya tidak akurat alias gagal.

Si ibu memeriksakan anaknya ke dokter anak, sepertinya ada gejala stress pada bocah karena tak suka sekolah tapi harus berangkat ke sekolah dan selalu insomnia. Pesan si dokter hanya satu agar ke toilet sebelum tidur dan tidak meminum minuman bersoda. Untunglah setahun kemudian, si anak sudah pensiun mengompol. Tak perlu lagi ia memasangkan Wasserdicht Unterlage (red: kain pelindung kasur anti bocor).

Tambah Merah, sepertinya ini ada faktor genetik karena ayah si anak lanang juga mengalami hingga usia 12 tahun baru kering. Si ayah baru berhenti di usia 12 tahun, saat tidur berdua dengan saudara iparnya yang waktu itu berusia 10 tahun, menginap dirumah mereka dan ketahuan basah. Karena malunya bukan kepalang diejek saudaranya itu ia berjanji untuk tidak ngompol lagi. Si ayah berhasil! 3.Oranye (34 tahun) asli Turki

Perempuan yang memiliki tiga orang putera (12, 9 dan 6 tahun) ini mengatakan agak pusing menghadapi anak ragilnya.

Meski telah kering saat tidur dan tak perlu pembalut anak, ternyata si bocah sering ngompol dan buang air besar di celana (tak hanya dirumah tapi juga disekolah). Padahal bulan September 2012 adalah masa sekolah dasar, Oranye kalang kabut. Chek up dokter ditempuh namun belum juga membawa tanda-tanda yang berarti. Katanya ia selalu sabar menghadapi cobaan ini dan tak memarahi si anak. Hanya saja ia menekankan si anak untuk selalu memberikan alarm kepada ibundanya (saat dirumah) jika ingin pergi ke toilet dan tidak boleh menunda rasa ingin buang air kecil itu dimanapun ia berada. Sedangkan saat berada di TK, bu Oranye berpesan agar minta ijin guru kelas untuk segera ke kamar kecil sebelum terlambat.

4.Putih (39 tahun) asal Jerman

Ibu berambut keriting warna coklat itu mengatakan bahwa ia masih punya banyak sekali pembalut anak untuk bayi saya waktu itu. Katanya sekarang anak ragil telah berumur 6 tahun dan masuk SD.

Dengan iming-iming 10 sen tiap hari jika tidak ngompol, akhirnya si gadis kecil dengan semangat meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia bisa tidak ngompol. That was a good job!

Tetapi katanya untuk anak lelaki nomor duanya lain. Bocah berambut blonde yang waktu itu telah berumur 10 tahun (kelas IV) sesekali masih basah. Frau Putih berasumsi ini biasa terjadi di Jerman bahwa anak lelaki lebih lambat kering-nya ketimbang anak perempuan (?).

Iapun bercerita bahwa ia pernah melarang sang anak untuk ikutan Lesenacht (red: program membaca bersama-sama di SD pada malam hari disambung tidur bersama di hall sekolah). Wanita yang menikah dengan orang Swiss itu khawatir akan terjadi hal yang mengerikan jika anaknya kedapatan pipis dan diketahui anak-anak dari dua kelas (50 orang).

5.Lila (66 tahun) dari Indonesia

Eyang putri bercucu puluhan ini mengatakan bahwa salah satu anak perempuannya dulu juga pernah ngompol dua kali meski sudah dewasa, sekali saat usia 20 tahun (satu hari sebelum operasi besar) dan satunya lagi saat gadisnya itu telah menikah, yakni pada usia 34 tahun karena banyak pikiran atau ada masalah keluarga.

Sebenarnya si anak gadis sejak kecil termasuk mandiri dibanding kelima saudaranya. Bahkan lebih cepat berdiri, berjalan, berbicara dan kering diantara anak-anaknya dahulu. Jadi bu Lila tak marah bahkan tak membahas dengan putrinya saat mengetahui insiden ngompol itu.

Menurut ibu Lila, gangguan psikologis inilah penyebab anak perempuannya yang sudah dewasa itu ngompol. Apalagi menurutnya si anak termasuk golongan yang sensitif.

6.Biru (65 tahun) asal Indonesia

Nenek cantik berputra 9 itu mengaku pernah mengalami masa sulit dengan salah satu anak ragilnya. Puteranya itu yakni 7 perempuan dan hanya 2 lelaki, apakah itu sebab si ragil agak kekanak-kanakan dan agak seperti anak perempuan ia sendiri tak tahu.

Yang ada di benaknya adalah peristiwa-peristiwa di sekolah ketika teman-teman anak ragilnya mentertawakan saat si bocah sering basah saat pelajaran dan ia harus datang mengganti celana si anak atas telepon pihak sekolah. Yang paling parah adalah saat tur tamat SD ke Jakarta (Taman Mini, Ancol, Istana Bogor dan lainnya). Si bocah lanang itu tiba-tiba membuat mual penumpang bis dari kelasnya dan memaksa semua keluar dari bis hingga ia dibersihkan.

Syukurlah ketika masuk sekolah lanjutan dan sudah mengerti pacaran, si anak sudah berhenti ngompol dan buang air besar di celana. Sekarang ini si bocah lelaki hidup bahagia bersama istri dan dua orang anak yang sehat dan lucu.

***

Lantas apa yang harus dilakukan para orang tua khususnya ibu?

Saya baca-baca di internet. Menurut Ayushveda beberapa langkah untuk meminimalisir bahkan menghilangkan kebiasaan basah ini adalah sebagai berikut:

1.Jika ketahuan buang air kecil/besar jangan dimarahi, terangkan dengan baik-baik atas kejadian ini bahwa meski bukan hal yang memalukan ini harus segera diatasi, diketahui permasalahannya dan dihentikan sedini mungkin.

2.Ajak si anak untuk mengganti celana dan bed cover bersama-sama. Selain tahu bagaimana repotnya mengganti, ia jadi mengerti betapa tidak enaknya harus gonta-ganti bed cover, tidak ramah lingkungan karena harus banyak cucian dan melatih kemandirian.

3.Selalu biasakan anak buang air kecil sebelum tidur secara disiplin dengan jam tidur yang regular.

4.Karena anak dengan kebiasaan mengompol biasanya kecil hati (apalagi ada yang tahu) ikutkan anak dengan perlombaan dan banyak kegiatan agar menjadi PD bahkan berkemauan keras memberhentikan kebiasaan buruk ini.

5.Sebelum tidur, jangan biasakan anak meminum teh, kopi dan minuman bersoda yang merangsang urin keluar.

Wahhhh … tidak mudah memang, saya sendiri mengalami bagaimana menerapkan tips itu kepada ketiga anak-anak kami di rumah … repppoooottttt!

Bagaimana dengan pengalaman menarik kompasianer tentang hal ini?(G76).

Sumber:

1.Pengalaman pribadi

2.Terjemahan bebas tentang how to stop bettwetting dari www.ayusvedha.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun