Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jualan Barang Second di Jerman? Warum Nicht?

21 Oktober 2011   09:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penjualan barang bekas atau pasar Babe pernah saya dengar gencar di Bandung dan Jogja. Memasarkan barang sekon, hanya pernah kami lakukan sekali saja sebelum meninggalkan tanah air. Kami menjual 90% mebel rumah dengan harga banting lantaran kontainer 4 kaki seharga 4000 euro itu tak mampu mengangkut semua yang kami punya ke Jerman.

Setelah berada di Jerman, sedikit demi sedikit kami belajar cara jual beli barang sekon. Awalnya, suami memulai dari on line shopping. Dari situs Elektronik Bay (Ebay), pria saya mulai menjual barang seperti HP, spare parts komputer, kamera dan lainnya yang sudah tidak bermanfaat bagi kami lagi atau lantaran kami membeli produk terbarunya.

Pada dasarnya prinsip saling menguntungkan ini terasa khasiatnya. Di satu sisi penjual mendapat uang dan barang tidak mangkrak dirumah atau tak bingung mau diapakan, sedangkan pembeli bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga miring dari pasaran. Win-win solution.

Sayangnya banyak kasus penggelapan yang terjadi di online business. Misalnya perusahaan fiktif yang mengaku mampu menyediakan barang yang diminta tetapi begitu uang masuk, barang tak kunjung tiba. Beruntung sekali bahwa managemen aliran uang di kanal ini sangat dilindungi adminnya. Uang akan segera ditarik, akun oknum akan dihubungi bahkan dibekukan.

Berhubung sebagai emak-emak yang gaptek, urusan jualan barang sekon di internet (yang tentunya dengan bahasa Jerman yang sering bikin lidah saya ngilu dan kepala kenyut-kenyut ini) bukan pilihan saya. Kebetulan ada seorang tetangga yang bercerita banyak tentang bisnis menjual barang bekas kepada saya. Tujuannya hanya satu, mengisi waktu sekaligus demi pembersihan isi rumah.

Wanita Jerman bersuami orang Swiss itu mengatakan bahwa ia sering menjual barang rumah tangga di Flöhmarkt (red: pasar barang bekas musiman). Sedangkan barang-barang untuk anak dari kepala sampai kaki, ia menyukai Kinderbasar atau Kleiderbörse untuk memasarkannya. Maklum, Jerman dengan 4 musim dan pertumbuhan ketiga anaknya yang cepat membuatnya kewalahan menampung barang-barang mereka.

Ia mengaku agak repot dengan pemisahan artikel dan pemasangan harga dan keterangan yang dibutuhkan. Belum lagi uang meja/tenda yang dipatok minimal 14 euro per kwadrat meternya. Sedangkan hasil penjualan yang didapat sebenarnya tidak seberapa. Istilahnya ein euro ist schon gut (red: lebih baik satu euro atau Rp 12.000-an daripada tidak sama sekali). Sisa penjualan di Flöhmarkt biasa dibagikan kepada tetangga dan disumbangkan kepada palang merah atau badan lain yang menampungnya.

Tergugah hati ini untuk merazia barang-barang milik anak-anak kami yang sudah tidak terpakai di rumah, dari atas sampai lantai bawah tanah. Walhasil, saya temukan banyak sekali sebenarnya barang bagus yang bisa dimanfaatkan orang lain meski dengan hitungan 1 euro atau 50 sen (batas minimal harga penjualan) sekalipun.

Saya hubungi panitia yang tercantum dalam papan pengumuman di TK (meskipun di sebuah koran kota „G“, memuat daftar pasar babe yang bisa diikuti). Dari beberapa bazaar, satu saya pilih, yakni di kampung kami. Setelah nomor saya pencet, perempuan berkacamata itu menjelaskan bahwa saya hanya dikenai bea 1,50 euro dan pengurangan 10% dari hasil penjualan nanti. Jumlah barang yang boleh dijual bahkan tidak terbatas, padahal biasanya sebuah bazaar anak membatasi hanya 40-50 artikel saja. Wanita yang memiliki bisnis perawatan kuku tangan dan kaki itu berpesan bahwa jika saya ingin membantu panitia dalam menyortir barang dipersilahkan untuk datang pada hari Jumat sore. Sedangkan hari sabtu adalah penyelenggaraan bazaar, pukul 09.000-12.000 saja.

[caption id="attachment_142953" align="aligncenter" width="688" caption="Informasi bursa pasar babe untuk anak-anak di koran "][/caption]

Fine. Barang saya sortir dengan baik; yang kotor karena flek atau pudar warnanya, saya kumpulkan menjadi satu untuk lap. Sementara yang layak jual segera saya rapikan dan dipasangi sebuah tali dengan kertas ukuran 4x4 cm. Disitu tertera; Nummer (red: nomer peserta dan nomer urut artikel), Große (red: ukuran), Preis (red: harga). Yang perlu diingat Verkäüfer/innen (red: para penjual) adalah bahwa penyematan peniti dan jarum amat dilarang karena dikhawatirkan melukai orang secara tidak sengaja.

Mainan yang tidak berat, biasa saya sendirikan didalam kotak untuk anak korban bencana, anjal atau panti asuhan di Indonesia (lewat DHL) atau dibawa dalam koper saat mudik nanti. Pulang ke Jerman, trolley terisi dengan barang-barang asli Indonesia. Hehehe …

Oh ya … terkadang panitia beberapa bazaar menyediakan daftar barang yang diserahkan berikut keterangannya dan surat pengambilan barang pada akhir acara nanti. Namun, ada juga yang tidak menyediakannya sama sekali. Yang paling saya suka; tidak perlu berdiri seharian disana, hanya dengan menitipkan saja selesai sudah.

Usai mengikuti bazaar musiman semacam ini, sisa barang yang tidak terjual bisa diikutkan kembali pada bazaar berikutnya atau disumbangkan ke palang merah dan kawan-kawan. It’s just fun!

Kini saya tidak perlu malu untuk berbisnis barang sekon, tradisi masyarakat Jerman yang sudah turun-temurun. In short: akeh kancane (red: banyak temannya) … mari-mari; meraup sedikit euro sembari bersosialisasi. Jualan barang di Jerman? Mengapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun