[caption id="attachment_333377" align="aligncenter" width="320" caption="Mumpung anak-anak masih kecil ... nikmati liburan."][/caption]
Libur lagi, libur lagiii ...
Ya. Anak-anak kami yang SD ke atas, libur Osterferien (Oster=paskah, Ferien=liburan). Dua mingguuuu. Hedehhhh ... padahal pekerjaan rumah saya juga tidak libur. Malah boleh dikatakan tambah buanyak. Cucian masih banyak. Setrikaan? Tak pernah berhenti riwa-riwi alat penghalus pakaiannya. Kamar yang harus dibersihkan, kebun ... ambil kayu di hutan, naskah-naskah buku ... Ha ha ngompasiana bisa keter nih ...
Duuuh ... jadwal ke sana-ke mari sudah pasti. Liburan? Yang renang lah, jalan-jalan kek, ke rumah teman, ke tempat saudara, membuat kue, piknik dan masih banyak lagi. Semua diatur agar anak-anak tidak bosan. Jadwal belajar jadi lebih minim. Hanya sebelum tidur saja; membaca satu halaman dan belajar berhitung. Sudah.
Libur sekolah bukan ini saja, masih ada libur seminggu Fastnacht (karnaval) bulan Februari. Sebelumnya sudah ada libur di musim natal dan tahun baru, 2 minggu juga Desember-Januari. Musim panas? Paling heboh, 6 minggu! Mulai akhir Juli sampai awal September. Lalu musim dingin, Herbst Ferien ... 2 minggu juga. Meski masing-masing negara bagian di Jerman punya jadwal libur sendiri, tetap saja ... liburnya banyak! Untung sekolah gratis. Kalau TK yang bayar 40-200€ sebulan, biasanya lebih pendek dari anak SD ke atas. Lah iya, wong bayar larang. Kalau libur kebanyakan, orang tuanya yang bekerja di luar rumah tambah pusing. Haha. Yang di rumah seperti saya saja sudah kerepotan, apalagi yang harus kerja?
Libur empat musim itu ditambah libur nasional Jerman. Di daerah kami mukim (Baden-Württemberg) adalah; Neues Jahr, tahun baru tanggal 1 Januari, Heilige drei König (tiga raja suci) tanggal 6 Januari, Karfreitag (jumat agung, 18 April), Ostermontag (paskah senin, 21 April), Tag der Arbeit (hari buruh, 1 Mei),Christi Himmelfahrt (kenaikan Isa Almasih, 29 Mei), Fronleichnam (Corpus Kristi, 19 Juni), Tag der Deutschen einheit (hari persatuan Jerman, 3 Oktober), Allerheiligen (All saints, 1 November), Natal hari 1 dan 2 ( 25-26 Desember).
Bahkan ada kantor atau lembaga yang memberlakukan Brückentag, hari kecepit nasional ... Nah, yang ini banyak yang suka, lho. Saya kira hanya orang Indonesia saja yang merindukan harpitnas. Ternyataaa ... oh ternyata. Mereka amat antusias. Mereka rencana untuk merenda hari bersama keluarga, liburan agak panjang. Tak hanya sabtu dan minggu saja tiap minggunya.
Libur, libur, libur.
Lantas bagaimana? Iri? Ah, tidak ... dulu waktu kecilnya di Indonesia, libur hanya kenaikan kelas dan hari libur nasional. Sudah. Ora popo. Bukan libur setiap empat musim. Musim Indonesia saja hanya dua. Bukan empat. He he . Bersyukur malahan, karena dilahirkan dengan sistem yang mengenal sekolah itu penting, sekolah itu menyenangkan, sama halnya dengan liburan. Kerja keras tapi tidak merasa diperas. Saya seperti menuai padi.
Hmmmm begitu anak-anak saya mendapat banyak libur di sekolah Jerman, sepertinya merasa bahwa perlakuan negara Bundesrepublik pada penerus bangsanya, berbeda. Apakah ini menjadikan anak jadi malas sekolah? Enakan liburrrr, Maaaa. Saya tidak tahu pasti, yang jelas ... membuat ibu-ibu rumah tangga seperti saya, kadang tambah repot. Lahhhh ibu liburnya kapaaaan? Ha ha ha ... OK. OK. OK. dinikmati saja. Karena ketika saya lihat para tetangga yang nglangut, kesepian, bisa tambah bersyukur. Anak-anak kami masih kecil-kecil. Karena anak-anak mereka sudah di atas 18 tahun dan tak kelihatan batang hidungnya lagi di rumah .... saya jadi mengerti bahwa waktu bersama anak-anak, di Jerman itu ... pendek. Pendeeeek sekali. Wih, 18 tahun saja. Kalau sudah begitu, menyesal kemudian tiada guna. Nasi sudah menjadi intip. Intip (kerak nasi) enak dimakan kalau ada gula manisnya, kinco. Seperti punya kota Solo. Intip manis, mak nyos.
Begitulah. Kalau di Indonesia, kebanyakan anak akan tinggal bersama orang tuanya sampai menikah. Beberapa ada juga sih, yang sudah jauhan karena kos di luar kota sehubungan dengan kuliah atau sekolahnya. Bahkan dari anak-anak sudah diasramakan. Itu pilihan orang tua masing-masing. Tapi pada umumnya, tetap hotel Mama. Tinggal sama ibu dan bapak sampai menemukan pasangan hidup. Bahkan masih tetap seatap usai pernikahan karena menganut sistem batih.
Sedangkan di Jerman? Berbeda. Di tempat kami yang dekat gunung sama hutan saja, kalau anak sudah umuran 18 tahun, mereka merasa ingin tinggal sendiri. Iya, di flat, apartemen, kecil dan jauuuuuh dari orang tua. Bahkan ada yang berani auswandern (pindah ke luar negeri sendiri). Paling bertemu orang tua kalau duitnya habis atau kalau ada masalah. Atau ketika liburan ... That’s what parents are for. Entahlah bagaimana jadinya,mereka, anak-anak remaja kota besar Jerman, metropolis.
Jadi, kalau anak-anak banyak liburnya ... aku orapopo. Masih banyak waktu bersama mereka, rupanya. Meski saya jadi sering garuk-garuk, tepok jidat, seriosa ... tetap ada hikmahnya. „Ayo, pergi sama-sama lagi yuk? Cari matahari."
Semoga mereka tidak meninggalkan saya di usia mereka yang menurut saya, masih terlalu muda. Ingin memboyong gaya Indonesia ke Jerman (icon melirik anak-anak lalu mendelik, melotot). Achtung-achtung. Selamat siang. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H