Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sebelas Mei, Hari Ibu di Jerman

22 Mei 2014   03:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Minggu, 11 Mei 2014, hari ibu di Jerman, anak-anak sudah sedari kemarin tak sabar menunggu hari ini. Sebelas Mei duaribuempatbelas. Mereka sudah diajari para guru membuat prakarya, kartu ucapan dengan hiasan cantik.

Bahkan anak ragil sudah diajari di TK, hafalan puisi Jerman. Dengan suara merdu mengucapkan waktu kami bangun tidur.

„Liebe Mutti

Wir wären nie gewaschen und meistens nicht gekämmt, die Strümpfe hätten Löcher und schmutzig wär das Hemd.

Wir hätten nasse Füße un Zähne schwarz wie Ruß und bis zu beiden Ohren die Haut voll Pflaumenmus.

Wir aßen Fisch mit Honig und Blumenkohl mit Zimt, wenn du nicht täglich sorgtest, dass alles klappt und stimmt.

Wir könnten auch nicht schlafen wenn du nicht nochmal kämst und uns, bevor wir träumen in deine Arme nähmst.

Und trotzdem! Sind wir alle auch manchmal eine Last. Was wärst Du ohne Kinder? Sei froh dass Du uns hast.“

Yang terjemahannya antara lain menggambarkan betapa kehadiran seorang ibu sangat diperlukan seorang anak. Merawat anak dari ujung rambut hingga ujung kaki setiap hari tanpa lelah. Segala kebutuhan anak dari pagi sampai malam terpenuhi olehnya. Jikalau waktu sebelum tidur tanpa kehadirannya, tidur tak akan nyenyak. Kadang-kadang anak itu menyusahkan orang tua. Tapi apa jadinya seorang ibu tanpa anak? Berbahagialah seorang ibu yang memiliki anak.

Mereka memberikan kartu yang mereka buat bersama dengan bunga kertas yang tante Diah dan saya ajarkan pada ulang tahun Aaliyah sabtu lalu. Bunga ini mengalahkan setangkai mawar kuning yang diberikan minimarket di kampung kami, saat saya membeli roti tawar barang dua plastik.

Senangnya. Hadiah sederhana yang indah. Baru sadar, saya ini ibuk-ibuk. Bukan ting-ting lagi ya ... uhuk-uhuk.

***

Usai sarapan, kami menuju alun-alun. Di sana ada Gauklerfest. Banyak acara yang akan digelar mulai konser musik, parodi, sulap, akrobat dan sebagainya. Pasti seru untuk hiburan keluarga, apalagi ... gratis.

Wuss ... wusss .... Angin serasa menerbangkan badan saya. Ya, ampuuuuun, dingin sekali. Di Jerman, orang mengenal pepatah „Es gibt keine schlechte Wetter sondern falsche Kleidung“ (Tidak ada cuaca buruk melainkan hanya salah kostum, jangan hanya menyalahkan keadaan tapi cara kita menghadapinya juga harus pas). Saya salah baju barangkali, ya? Sudah pakai kaos kaki panjang dan tebal (Strumpfe) dan jaket, masihhhh saja kulit saya jadi seperti ayam yang dicabut bulu. Brrrr.

Kami nikmati nomor-nomor musik dari konser yang ada. Mulai dari König der Lowe sampai New York-New York membuat saya goyang-goyang. Arghh ... agak hangat. Ending nya, setiap pemain musik, memberikan setangkai mawar merah pada ibu-ibu yang jadi penonton. Oh. Saya tidak dapat, barangkali, saya dikira anaknya suami saya? Haha ... anak-anak tidak mau lihat mamanya sedih, mereka mengambil dua tangkai mawar merah yang masih tersisa dalam ember berisi air. “Ini untukmu, mama ...“

Dua mawar itu disusul mawar oranye dari seorang ibu berambut emas. Dia mengucapkan, “Ich wünsche Ihnen alles gute zum Muttertag“ (Saya mengucapkan selamat hari ibu). Baik sekali ya, padahal tidak kenal. Ibu itu tak sendiri, karena ada dua ibu-ibu lagi yang ngider membawa rangkaian bunga mawar.

Dan acara disambung dengan tampilan dari badut, sulap, akrobat dan seterusnya. Seru!

[caption id="attachment_337533" align="aligncenter" width="512" caption="Konter Musik hari ibu di Jerman"][/caption]

[caption id="attachment_337535" align="aligncenter" width="512" caption="Penonton antusias menyaksikan hiburan"]

14006779711561681016
14006779711561681016
[/caption]

[caption id="attachment_337537" align="aligncenter" width="320" caption="Komedi"]

1400678044325173970
1400678044325173970
[/caption]

[caption id="attachment_337538" align="aligncenter" width="320" caption="Akrobat "]

1400678071490609858
1400678071490609858
[/caption]

[caption id="attachment_337539" align="aligncenter" width="320" caption="Anjing yang pinter berhitung"]

1400678107344611110
1400678107344611110
[/caption]

***

Dari suasana hari ibu di Jerman ini, membuat saya kilas balik waktu di tanah air. Hari ibu diperingati sangat berbeda. Barangkali karena budayanya berbeda. Tapi maknanya sama, untuk menghargai hadirnya seorang ibu. Ibu adalah perempuan yang dititipi Allah untuk membesarkan anak-anak keturunannya, yang ia buat bersama suami/pasangannya. Tidak ada sekolah atau kursus untuk menjalankan perna ini. Hanya lewat pengalaman saja.  Anak-anak merekalah yang akan meneruskan kehidupan generasi selanjutnya. Saya percaya, semakin baik hasil didikan ibu, semakin baguslah negara. Pasti semua tak kan lepas dari hasil cara orang tua khususnya ibu, dalam mendidik, merawat dan mengentaskan mereka. Itulah mengapa surga ada di telapak kaki ibu. Ibu, saya juga kangen padamu, sayang jauh sekali ... hanya lewat telepon dan surat saja. (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun