Köln alias Cologne. Kota besar di Jerman (terbesar di negara bagian Nordrhein-Westfalen ini memang baru-baru ini saya datangi untuk kesekian kalinya. Setelah berkeliling lagi di sana, saya jadi yakin kalau kota inilah yang pantas saya rekomendasikan di antara kota-kota besar dan penting Jerman lainnya seperti Berlin, Stuttgart dan München.
Mengapa?
Pertama,kota inilah yang menampar saya. Di sinilah saya menemukan seorang lelaki (Pak Smend) yang sangat mencintai batik sejak mudanya dan tahu lebih banyaktentang batik dari saya yang orang Jawa, Indonesia (tempat asal muasal batik). Di Köln, kompasianer silakan mengunjungi museum pribadi beliau yang berada di tiga gedung miliknya sebelum musnah karena sepertinya nanti tidak ada yang meneruskan. Tanyalah sejarah tentang batik, jenis-jenis batik di seluruh Indonesia dan cara membatik atau mengecap batik. Atau tes bagaimana cara memakai kain batik atau sarung batik. Dia bisa!
[caption id="attachment_356488" align="aligncenter" width="512" caption="Piagam dari UNESCO untuk pak Smend pelestari batik Indonesia (dok.Gana)"][/caption]
Kedua, kota ini banyak becaknya jadi ingat Indonesia (yang justru sudah mulai jarang lihat becak di jalan besar dekat kampung halaman). Orang Jerman memanggilnya Rikscha, karena modelnya tidak seperti becak Semarang tapi lebih seperti becak Vietnam dengan penggenjot pedal di depan. Bagaimana rasanya naik becak ini? Sensasional! Betapa tidak, di antara jejalan kendaraan kota besar ... wow, deg deg sir! Apalagi yang jadi tukang becaknya bule-bule ganteng yang kalau di Indonesia mungkin bisa ditawari jadi bintang sinetron.
[caption id="attachment_356490" align="aligncenter" width="512" caption="Rikscha si becak Köln"]
[caption id="attachment_356491" align="aligncenter" width="320" caption="Makan masakan Indonesia"]
Ketiga, kota ini memang multi kulti. Meski mayoritas penduduknya adalah orang lokal dan Katholik Roma, tetap saja penduduk dari negara dan dengan agama lain akan sliwar-sliwer di sana. Saya rasakan semua hidup dengan toleransi yang tinggi. Banyak orang India membuka toko pakaian tari perut, bumbu eksotik dan pernak-pernik lainnya. Orang Afrika juga. Ada beberapa orang Indonesia yang membuka restoran masakan nusantara (Haus Java, Warung Bayu, Gado-Gado dan Kampung Indonesia). Jadi, kalau masih sulit lidah mencicipi masakan Jerman, silakan mampir dan feel homey. Tak ketinggalan warga China dengan imbiss, warung makanannya dalam box. Yang kata kompasianer Langit, banyak glutamatnya (?).
Keempat, dengan transportasi yang bagus memungkinkan kita untuk mengelilinginya dalam sehari. Dengan tiket 12€ untuk 5 orang (anak-anak dan dewasa boleh plus sepeda), kita bisa leluasa berkeliling Köln pada hari Senin-Jumat dari pukul 09.00 sampai 03.00 keesokan harinya dengan menggunakan U bahn. Namanya, TagesTicket 5 Personen. Bisa dibeli lewat internet atau mesin otomat dengan kartu ATM atau cash. Belah Köln dengan tiket ini.
[caption id="attachment_356492" align="aligncenter" width="512" caption="Naik kapal, yuk?"]
[caption id="attachment_356495" align="aligncenter" width="512" caption="Kapal lain berhenti di resto depan museum coklat"]
[caption id="attachment_356493" align="aligncenter" width="512" caption="Museum coklat"]
Köln sebagai kota pelabuhan penting juga mengundang wisawatawan untuk naik kapal keliling danau kota bawah jembatan dengan tarif 7,5€ untuk sekian jam. Ada jadwal tertentu, jangan sampai kelewatan kalau tidak mau menunggu pemberangkatan berikutnya terlalu lama.
Kalau ingin membelah kota dengan bus, tinggal mengikuti program sightseeing. Bus tingkat. Minat kereta (trem) kuno? Juga bisa hanya dengan 1,50€ untuk anak-anak dan 3,50€ untuk dewasa. Perjalanan dengan kereta hijau lucu ini berawal dari Dom menuju museum coklat. Perjalanan bisa dipenggal dan turun di antara salah satu tempat, lalu lanjut ke tempat lainnya. Kondektur akan memberi tanda pada karcis hijau (untuk anak-anak) dan kuning (untuk dewasa) dengan alat manual khusus. Sedangkan kereta lainnya dari Dom menuju kebun binatang.
Dom alias gereja megah itu, dua hari sebelum saya masuki sudah didatangi si Sylvester Stallone alias Rambo Balbo itu. Saya memang masuk ke sana, sampai di depan pintu utama atau di kursi paling akhir saja karena banyak orang beribadah takut mengganggu dan sudah capek keliling, duduk sebentar di sana. Gereja ini merupakan bukti kuatnya agama Katholik dan sejarahnya. Ruangan agak remang dan dingin. Pilarnya tinggggiiiii sekali. Mozaik kaca warna-warni, lilin dan pengunjung di sana-sini.
[caption id="attachment_356496" align="aligncenter" width="320" caption="Dom Köln yang kondang itu"]
[caption id="attachment_356497" align="aligncenter" width="320" caption="Mozaik warna-warni"]
[caption id="attachment_356500" align="aligncenter" width="512" caption="Demo di alun-alun, depan Dom"]
Oh, ya. Museum coklat biasanya paling disukai orang untuk menjadi obyek wisata edukatif. Di sinilah akan dijembreng soal asal mula coklat, tanamannya, proses pembuatan coklat sampai akan dijual ke toko. Dua kali kami tak kuat antri, tak jadi masuk. Antrinya seperti ular naga panjangnya. Maklum musim libur. Uang untuk tiket masuk sekitar 25€ an (Family ticket) itu akhirnya kami belikan coklat di toko coklat yang ada di lantai satu, tepat di sebelah kiri setelah pintu utama. Coklat yang dijual lucu-lucu desainnya. Seperti yang saya ketahui tentang orang Jerman; selera makan tercipta dari penampakannya dahulu. Kalau bentuknya sudah bagus pasti enak, begitu istilahnya. Dan ini ditekankan pada coklat-coklat yang unik dan cantik ini. Soal harga? Tidak murah!
Dari museum, kami ingin meneruskan perjalanan menggunakan Bimmelbahn ini ke kebun binatang, sayangnya, kami sudah ada janjian Kaffe trinken ke rumah teman. Dan lagi, salah kereta. Tujuan dibatalkan. Kembali menuju Dom dan cari tempat makan karena anak-anak lapar.
Dari menjajal transportasi Köln yang lengkap dan bagus koneksinya itu, saya jadi tahu bahwa menjelajah kota ini lebih enak dengan transportasi umum ketimbang mobil pribadi (huuuh, macet dan tempat parkir yang tidak mudah, akan menjadi masalah besar).
Kelima, kota ini termasuk kota universitas. Universitas Köln banyak diminati mahasiswa seluruh dunia untuk menuntut ilmu. Banyak mahasiswa/mahasiswi Indonesia yang berhasil menyelesaikan kuliah di sana, ada yang gagal. Hidup di negeri orang sendirian dan belajar keras pastilah tak mudah. Pasti senang kalau ketemu banyak orang Indonesia di sini, ya.
Keenam, kota ini hanya 2 jam dari Antwerp, Belgia (melewati perbatasan Belanda dulu). Dari sana, banyak bus menuju Bulgaria, Paris, UK dan tujuan luar negeri lainnya, yang dipatok dengan harga sekitar 10€. Saya hanya bisa ngilerrrrr sembari memandangi anak-anak .... Duh, Ndhuk ayuuu ndang gedheee.
Ketujuh, Cologne adalah kota Jerman yang memiliki surga belanja bagi warga lokal maupun manca. Schilderstrasse adalah wilayah nomor satu yang disukai orang di daerah Neumarkt. Atau disebut city shopping. Barang bermerk banyak ditemukan di Ehrenstrasse. Selain itu masih ada area Pfeilstrasse, Mittelstrasse dan Breitstrasse (yang lebih luas dari Schilderstrasse. Saya bagian window shopping saja. Tatap mata jendela etalase toko sambil ndomblong.
[caption id="attachment_356499" align="aligncenter" width="320" caption="Toko mebel yang mengingatkan pada Indonesia"]